Tuesday, July 6, 2021

Menunggumu, Luka Masih Menyapa

Denny Mizhar
 
“Perjalanan ini masih panjang, sayang. Siapkan perbekalan yang cukup agar kita sampai pada tujuan dengan selamat”.
 
Kau mengatakan itu untuk terakhir kalinya padaku. Saat kita harus dipisahkan oleh keadaan yang membawamu entah ke mana. Aku pun bertahun-tahun mencarimu, tapi hasilnya nihil. Aku kunjungi penjara-penjara yang mengurung tahanan politik tapi tak ada kamu. Aku tahu sikap hidupmu dan fikiran-fikiranmu. Tak mungkin kau seperti yang mereka tuduhkan padamu. Hanya saja bapakmu yang terlibat pada pergerakan partai yang dilarang oleh rezim penguasa waktu itu. Tetapi setahuku, tanpa alasan pelarangan dan pembubaran yang dilakukan. Hanya karena kekuasaanya tak mau terusik. Saya pikir itu saja. Aneh, aku rasa. Mereka menuduhmu tak beragama dan tak berTuhan. Bagiku itu tuduhan tanpa bukti. Sebab, setiap kau pergi denganku tak perna lupa membawa kitab sucimu. Bila waktu luang dan tak ada yang kau kerjakan, kau menyempatkan membacanya. Menjadi semakin aneh saja tuduhan itu.
 
Tetapi ma’af waktu itu. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Senapan yang menghadap di mataku membuat aku tak bisa berkutik dan berbuat sesuatu untuk menolongmu. Hingga mereka menyeretmu pergi entah ke mana. Aku tak lelah mencarimu, sampai ada perubahan kekuasaan karena perlawanan yang teman-temanmu lakukan. Dan kekuasaan beralih tangan, beberapa temanmu bebas. Tapi tetap saja aku tak menemuimu. Semua teman-temanmu yang kukenal, aku datangi dan bertanya pada mereka satu persatu. Tetap saja tak ada jawaban. Mereka semua bilang tidak tahu. Aku masih tak lelah untuk mencarimu. Perbekalanku masih cukup, seperti yang kau bilang dan menyarankan padaku untuk membawa perbekalan dengan cukup sebab perjalan masih panjang. Itukah makna dari ucapanmu yang harus lakukan kini. Mencarimu dengan tak kenal rasa lelah.
 
Kemarin aku bertemu kawan akrabmu. Dia bilang kamu sudah dibunuh. Aku tak percaya. Jika memang sudah dibunuh, di mana letak kuburannya. Atau sisa-sisa mayatnya. Tapi kawanmu menjelaskan, bahwa kamu dibunuh dan dibuang ke pulau yang tak pernah dijamah orang. Hanya beberapa orang kepercayaan penguasa waktu itu yang tahu. Sampai sekarang pun tak terungkap. Kalau tidak dibuang berarti diracun dengan cairan yang dapat meusnakan tubuh hingga tak berbekas. Temanmu lalu memelukku dan berkata
 
“Ihklaskan saja kepergiannya, dia pahalawan. Kamu harus bangga, yang lebih penting sekarang bagaimana kita ungkap kebusukan-kebusukan yang ada di negeri kita”.
 
Aku menjadi heran pada kawan akrabmu itu, keherananku adalah setelah bertemu denganku dan pergi masuk ke mobil sedan yang berplat nomer mobil warna merah. Aku jadi tak percaya dengan ucapan kawanmu itu. Aku tetap yakin bahwa kamu masih hidup.
 
Malam seperti ini adalah malam di mana kita dulu pernah berbincang tentang cinta. Kau pandai memberi makna-makna perihal cinta. Aku terkagum-kagum. Mendengar cerita-ceritamu. Aku kadang malu, ke mana sikap kelelakianku? aku kalah denganmu. Kau cantik, tegas, kritis juga pandai dan cerdas. Beda denganku, hanya laki-laki yang sabar menemanimu dan tak bisa berbuat apa-apa bila kau sedang dirundung masalah. Tapi kau mengatakan, aku tak harus bicara. Cukup menemanimu dan menenangkanmu saja, kamu pun sudah bahagia. Ada hal yang indah dan tak pernah aku lupa, bulan purnama seperti malam ini. Tanganmu selalu menunjuk ke arah bulan dan mengatakan kau melihat bidadari sedang mengendong kucing. Dia menimang-nimang hingga kucingnya tertidur, bergantian dengan kucing-kucing yang lain. Kau bilang kucingnya banyak sekali. Dan itu dilakukan hingga bulan tak terlihat di langit. Saat itulah bidadari istirahat untuk tidur dan mengistirahatkan diri. Kau menginginkan pergi ke bulan suatu saat, jika negeri ini telah damai dan rakyatnya makmur.
 
Sehabis kau mengisahkan tentang bidadari dan mengutarakan harapanmu lalu kau lari memasuki ladang tebu. Kau mengajakku bermain-main petak umpet. Kau sembunyi di sela-sela tanaman tebu, aku pun mencarimu sampai ketemu. Bila sudah aku temukan kita sama-sama menuju lapangan dan merebahkan tubuh. Mulailah kau mengumam tentang negeri ini. Negeri yang kau katakan kaya tapi rakyatnya masih melarat. Kau pun mempertanyakan, apa yang harus dilakukan? agar bumi pertiwi yang subur ini menemui tujuannya yakni rakyat adil dan makmur.
 
Malam terakhir itu persis dengan malam ini, padang bulan. Awalnya kau sudah meresahkan, adanya koak burung Hering yang melintas di tepian tempat kita berada. Kau berkali-kali mengutarakan perasaan tidak enakmu padaku. Perasaan seperti yang kamu rasakan ketika Bapakmu dibawa entah ke mana dan pulang-pulang tinggal nama dan baju yang berlumur darah ada lubang peluruh di sebelah sakunya.
 
Tiba-tiba saja ada lampu senter manyala tepat di wajah kita. Meraka berpakaian seragam. Entah seragam warnah apa, tak jelas karena silau sinar senter yang tepat menhujam mataku. Lalu matamu ditutup, mereka mendekapmu. Meraka juga menodongkan senjata laras panjang tepat dimataku. Sempat aku melihatmu tak gentar tetap tegas. Sedang aku kencing dicelana. Mataku pun ditutup oleh meraka dan mengikatku lalu meletakkan tubuhku ditengah-tengan ladang tebu. Aku mendengar suara-suara sepatu dan lirih pembicaraan mereka
 
“Bawah ke penjara, kamu mau menentang negara!”
 
Tetapi kau diam saja, tak menjawab, suara mulutmu meludah yang aku dengar. Dan suara mobil pun berjalan meninggalkan aku yang meringkuk tak berdaya di tengah-tengah pohon tebu. Hingga esoknya pemilik ladang tebu menemukanku dan melapas ikatanku. Aku masih trauma atas kejadian itu. Hingga berhari-hari aku di rumah. Lalu aku teringat lagi ucapanmu
 
“Perjalanan ini masih panjang, sayang. Siapkan perbekalan yang cukup agar kita sampai pada tujuan dengan selamat”.
 
Aku merenung. Dan dengan keyakinanku keberanianku mulai tumbuh. Aku merasa malu. Lalu aku diam-diam mulai mencarimu. Hingga kini, masih tak kujumpai denganmu.
 
“Mas…, aku datang.”
“Whani, kau kah itu?”
“Mas.. Iya aku.”
 
Sambil berlari kau mendekatiku. Dan aku pun memelukmu erat-erat. Resah rinduku tumpah ruah. Belum sempat aku nikmati kerinduanku. Aku melihat gerak-gerak bayanga orang mengintai. Aku melihat senapan sedang menodong ke arahmu. Aku berbalik arah.
 
“Cleps…cleps…”
“Whani…”
“Mas, ma’afkan aku. Harusnya aku tak datang kemari”
“Tidak apa-apa Whani, aku malu denganmu. Dengan keberanianmu.”
“Mas, tahan mas…”
“Cleps…Cleps…”
 
Malang, September 2010

http://sastra-indonesia.com/2010/09/menunggumu-luka-masih-menyapa/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar