Tuesday, July 21, 2020

TANETE, Garis-Ruang Tanah Gunung untuk COVID-19

Postingan Pameran Lukisan untuk Menggalang Dana Amal
A. Anzieb *

[Postingan sembilan lukisan Abdul Kirno Tanda di bawah ini sebagai ajang pameran dalam pencarian dana, yang nantinya sebagian dipersembahkan pada Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Yogyakarta, untuk berbagi amal atas musim yang berat melandanya wabah corona].
***

Apakah yang dikatakan karya hanya sebatas ekskusi imaji di atas kanvas? Tidak! Bukankah hal diluar kanvas juga karya, perjalanan menuju kanvas, patung, instalasi, puisi, cerpen atau apapun -- ekskusi ke kanvas dari sketsa atau dari imaji perlu menjaga emosi, ritme, spiritual dan laku hidup. Sebab itu, memelihara ritme, merawat emosi, menjaga jiwa dan seterusnya di luar seorang perupa berhadapan dengan kanvasnya adalah bagian dari sebuah karya.

Pemahaman seperti ini sering saya kemukakan kepada teman-teman perupa, termasuk kepada Abdul Kirno Tanda karena hal yang demikian sekaligus berguna untuk mengasah imajinasi agar motivasi dari garis dan ruang dalam karya-karyanya tidak “liar”, tidak seperti kehilangan ungkapan. Bahwa, setiap proses penciptaan tanpa ingin mengasah imajinasi dan motif (hati, jiwa), dan, lalu tanpa mencari dialektika lewat agama, falsafah dan ilmu-ilmu lainnya akan terasa sulit dalam berkarya – seperti seorang turis kesasar di tengah ladang savana yang harus selalu bertanya tapi tidak tahu bertanya pada siapa.

Setelah melewati jalan proses penciptaan yang berliku, perlahan, sabar dan dalam, Kirno mulai bisa merasakan atmosfir ruang, waktu dan tempat. Emosinya yang selama ini sering meledak-ledak, kadang keras, kadang lembut, kadang menjadi peragu yang paling ulung mulai teredam di antara kata, sikap dan perbuatannya lewat garis-garisnya, ruang, warna, komposisi, teksture dan lain-lain – membuat karya lukisannya seperti memasuki ruang puitis.

Hampir seluruh karya Kirno berupa gambaran alam, gunung, hutan, sungai, dan seterusnya adalah gambaran alam di kampung halamannya yang disematkan lewat garis-garis, ruang serta warna yang relatif abstrak. Gambaran ini seperti mengingatkan Kirno yang rindu tanah kelahirannya, kelapa, sapi, hutan, batang kayu, gunung yang selama ini bersinergi dengan masyarakat sekitarnya. Namun, sebagian orang di kampungnya sudah mulai merasa lelah merawatnya, bahkan penuh rasa gembira menyerahkan tanah-tanahnya ditanami sawit, mengahabiskan air, mengusir angin, menjadi panas dan kering – barangkali karena sering berangan-angan akan kehidupan yang lebih baik, banyak uang, rumah megah dan naik mobil mewah.

Malam itu, ketika langit sedang kuat-kuatnya menahan awan mendung, Kirno mendatangi rumah saya sambil membawa setumpuk lukisan berbagai ukuran. Bukan hal yang aneh, kebiasaan ini sering ia lakukan manakala habis merampungkan beberapa lukisan untuk didiskusikan bersama. Bahkan, tidak seperti kebiasaan yang sudah-sudah, setelah setumpuk lukisan diturunkan dari sepeda motor yang terikat tali ala kadarnya, ada kepercayaan diri yang begitu kuat sambil menjajar satu-persatu lukisannya memenuhi dinding teras yang luasnya tak seberapa dan halaman rumah.

Di sela tarikan nafasnya yang masih terengah-engah, saya mendapati salah satu lukisan yang nampak lain darpada yang lain. Lukisan landscape berwarna biru, seperti birunya langit sehabis turun hujan. Dalam lukisan itu, pada bagian belakang tampak sekelebat garis membentuk dataran tinggi yang sudah gundul, seperti bukit-bukit atau tanah gunung. Di bagian depan, ada beberapa garis tegas yang turun dari arah langit masuk ke dalam perut bumi yang sudah mulai mengosong. Barangkali, beberapa garis yang turun berjajar ada yang tinggi dan rendah jika dilihat memakai mata telanjang serupa batang-batang pohon yang sudah mengering, tapi – alam bawah sadar saya seperti menemukan garis dan ruang yang berbeda, yakni sebuah lafal kalau susunan hurufnya dibaca dari arah kanan ke kiri adalah “ha, lam, lam, alif.” Pantas saja Kirno penuh percaya diri, batin saya.

Setelah cukup lama memandangi lukisan di atas, mata saya mulai beranjak menuju lukisan lain. Diantara lukisan-lukisan yang berjajar, pandangan saya kembali berhenti pada salah satu gambar yang bersandar di bagian paling selatan menghadap arah utara. Seketika saya melempar pertanyaan, “ini apa?”. “Tanete, rumah di kampung ibu saya. Di gunung”, jawab Kirno singkat.

Di dalam lukisan itu, memang nampak guratan-guratan garis berwarna coklat dan hitam menyerupai kukusan adalah bangunan rumah di gunung yang terbuat dari rumput alang-alang, menyatu dengan alam; antara tanah, dinding, atap dan langit-langit. Di bagian depan kelihatan ada lubang sebagai jalan masuk menuju ke ruang bagian dalam – seperti terowongan, celetuk Rajendra (anak saya) dengan sangat polosnya. Objek itu memang mirip dengan gambaran selongsong rahim seorang ibu, “rumah” kita semua bermula sebelum dilahirkan ke tanah/bumi.

“Tanete” sendiri bukan berarti rumah, bukan juga berarti gunung, tapi bagi orang-orang di kampung ibunya Kirno, jika mereka menyebut “to tanete” adalah “orang gunung” atau “dai tanete” sama artinya “naik ke gunung”. Demikian halnya, orang-orang yang tinggal di daratan (desa dan perkotaan di daratan pulau Sulawesi) menyematkan kata “Tanete” untuk menyebut nama perkampungannya hampir dipastikan mereka berasal dari “gunung”.

Lalu, apa sesungguhnya “Tanete” itu sendiri? Bukan rumah, bukan gunung, bukan juga nama kampung ibunya Kirno berasal? Sudahlah! Rasanya akan semakin pelik jika kita sibuk mencari-cari arti harafiahnya. Tapi, “Tanete” dan seluruh lukisan Kirno yang berkelindan lewat garis, ruang, tanah, gunung, dan kampung kelahiran ibunya bisa kita maknai simbolnya sebagai asal-usul, tempat Kirno berasal serta berangkat menuju kehidupan yang membentang di hadapannya. Kehidupan yang lebar dan dalam, kehidupan yang memerlukan pijakan pada kekuatan hati dan nurani.

gunungtirto, 11 februari 2019
*) A. Anzieb/kurator

(Cerita To Tanete,150 x 120, 2019, Rp. 5.000.000,-)

(hou-hou ribulu, 80 x 90, 2019, Rp. 3.000.000,-)

(Burung Berkabar, 60 x 80, 2017, Rp. 3.000.000,-)

(Jurang, 120 x 145, 2019, Rp. 7.000.000,-)

(Paraqdang, 65 x 85, 2019, Rp. 2.000.000,-)

(Hujan, 150 x 120, 2018, Rp. 7.000.000,-)

(To Tanete 145 x 145, 2019, Rp. 7.000.000,-)

(Gunung di Tanah Kaili, 23 x 15, 2019, Rp. 1.000.000,-)

(Loppo, 20 x 15, 2019, 1.000.000,-)

Semua lukisan-lukisan di atas gratis ongkos kirim, dan 7 buku "Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia" pun untuk Lesbumi Yogyakarta:

(1 eksemplar buku: Rp. 100.000,- Gratis Ongkir Pulau Jawa).

No Kontak untuk Lukisan: 085 326 725 968
No Kontak untuk Buku: 081 331 778 191
http://sastra-indonesia.com/2020/04/tanete-garis-ruang-tanah-gunung/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar