Tuesday, June 15, 2021

Wicaksono Adi, “Terjadi Perluasan Kehadiran Teks”

Ahda Imran
pikiran-rakyat.com
 
Secara umum, bagaimana Anda melihat perkembangan sastra Indonesia tahun 2009, baik dari segi kekaryaan maupun pemikiran? Adakah yang membedakan perkembangannya dengan tahun sebelumnya?
 
Sebagian orang memang cenderung melihat perkembangan sastra dengan ukuran “kebaruan” yang mengacu pada kemunculan karya-karya fenomenal sebagai suatu “penemuan besar” yang dapat mengubah lanskap sastra secara radikal. Perkembangan sastra dibayangkan terbentuk oleh serangkaian penemuan seperti yang berlangsung dalam ilmu pengetahuan dan sains. Di situ orang menunggu munculnya karya-karya besar seperti menanti sosok para Messiah yang dapat memberikan pencerahan sejarah.
 
Tentu, jika dilihat dari sudut pandang tersebut, orang dapat mengatakan bahwa tak ada perkembangan selama satu tahun terakhir. Sastra kita berjalan sebagai kegiatan rutin dan datar-datar saja. Buku-buku puisi dan novel tetap terbit. Cerpen dan puisi terpampang di surat kabar-surat kabar edisi Minggu sebagai pelengkap berita heboh soal-soal politik dan gosip ini itu. Memang di sana-sini muncul beberapa penulis baru di antara penulis lama yang tetap aktif menulis. Bahkan dapat dikatakan bahwa kini semua orang seolah-olah dapat menulis. Anak-anak sekolah, ibu-ibu rumah tangga, selebritis, praktisi hukum, karyawan biasa, bahkan TKW, dapat menerbitkan buku-buku sastra. Gairah menulis terus mengalir deras. Akan tetapi, tetap saja “penemuan besar” itu tak kunjung muncul.
 
Barangkali kita harus melihat perkembangan sastra dari sisi lain, yakni dalam konteks tindak komunikasi literer berupa tulisan. Bagaimana pun para penulis yang kian banyak jumlahnya itu adalah produsen tulisan dan si pembaca adalah konsumennya. Azas supply-demand-lah yang menggerakkan. Sastra menjadi kegiatan ekonomi biasa. Dalam konteks kegiatan situasi pasar semacam itu akan semakin banyak orang yang menulis, tetapi kian jarang yang dapat menulis sastra. Maksudnya, tulisan-tulisan mereka itu tak ubahnya hanya catatan biasa yang dicetak dalam bentuk buku dan disebarluaskan sebagai dagangan. Maka, tak akan banyak yang benar-benar serius bergumul dengan kemungkinan-kemungkinan yang disediakan oleh bahasa. Bahkan mereka rata-rata tak menguasai bahasa. Keterampilan berbahasa mereka rata-rata lemah. Itu juga terjadi pada penulis yang berpengalaman sekalipun.
 
Gejala itu saya anggap sebagai bentuk “pelecehan” bahasa. Dalam satu tahun terakhir ini gejala tersebut kian merajalela. Akan tetapi, tentu ada beberapa karya yang tidak terseret oleh ingar-bingar “pelecehan” tersebut. Dalam karya-karya jenis ini saya melihat gejala yang menarik, yakni, terjadinya pergeseran atau perluasan dari apa yang ingin saya sebut sebagai “bobot kehadiran” teks.
 
Dulu lazimnya orang menulis cerita karena memang memiliki sebuah “kisah” yang hendak dibagi kepada orang lain. Cerpen cenderung bertumpu pada alur cerita dan kekuatan karakterisasi serta hubungan dari berbagai elemen yang mendukungnya. Akan tetapi kini mulai muncul cerpen-cerpen yang tak memiliki cerita. Bobot kehadiran bergeser ke bentuk-bentuk deskripsi, rincian suasana, atau liku-liku gambaran visual dan situasi dari peristiwa-peristiwa. Kita tidak disodori oleh cerita yang jelas melainkan justru diajak untuk menelusuri liku-liku dan bentuk deskripsi, monolog interior, atau gambaran dan kilasan peristiwa-peristiwa.
 
Bagaimana juga dengan kritik sastra?
 
Selama 2009, saya tak menemukan tulisan yang layak disebut sebagai kritik sastra. Yang banyak adalah ulasan ringkas di surat kabar tertentu mengenai suatu karya dan tulisan-tulisan pengantar pada buku puisi, novel, atau kumpulan cerpen. Tulisan-tulisan tersebut tak jauh berbeda dengan yang terbit pada masa-masa sebelumnya. Barangkali lantaran tidak ada karya yang benar-benar menggugah maka tak muncul tulisan kritik yang menggugah pula. Jadi, pada 2009 ini dapat dikatakan tak ada perkembangan baru dalam kritik sastra kita.
 
Tahun 2009, Facebook pun jadi ruang baru untuk melakukan mediasi karya. Apa pendapat Anda?
 
Media cyber atau dunia maya memang dapat menjadi wahana penyebaran sastra secara lebih bebas dan mandiri. Akan tetapi, karya-karya penting di Eropa, Amerika, dan negara-negara maju lainnya, tak lahir dari dunia maya. Para penyair, novelis, dan kritikus penting di sana tetap muncul dari majalah, jurnal, atau surat kabar-surat kabar yang menyediakan rubrik sastra, juga melalui media penerbitan buku. Saya yakin hal itu juga berlaku dalam sastra kita.
 
Jika harus memprediksi perkembangan sastra 2010, ke arah manakah Anda melihat kecenderungannya?
 
Dalam hal prosa saya menduga gejala pergeseran “bobot kehadiran” seperti yang saya sebutkan tadi akan terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Pada satu pihak mungkin akan semakin banyak muncul karya yang berani mencoba mengembangkan dimensi-dimensi lain tanpa harus menegasi sepenuhnya alur cerita dan keutuhan karakterisasi. Di dalamnya termasuk kekuatan deksripsi terhadap peristiwa tanpa dibebani oleh berbagai tendensi moral yang berlebihan.
 
Di lain pihak gejala “pelecehan” terhadap bahasa barangkali akan kian menjadi-jadi. Akan tetapi di situlah terletak paradoksnya. Sastra menjadi ruang pergumulan antara kekacauan dan eksperimentasi dengan daya-daya yang melekat padanya berupa keniscayaan untuk menata suatu dunia yang terkontrol dan dibayangkan utuh. Sementara itu, eksperimentasi membawa pada perluasan “bobot kehadiran” dan kekacauan membawa pada kesembronoan yang kelewatan dalam mengolah bahasa. Sastra bergumul pada garis tegangan antara kejelasan dan ketidak jelasan. Dalam tahun 2009 ini yang tampak kuat adalah ketidakjelasan. Barangkali ini bukan hanya terjadi pada sastra, tetapi juga pada berbagai sektor kehidupan yang lain.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/01/wicaksono-adi-terjadi-perluasan-kehadiran-teks/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar