Budi P. Hatees
riaupos.co 20 April 2014
Sastrawan bekerja dengan bahasa. Bahasa itu mereka pakai sebagai alat untuk
mengekspresikan segala hal yang dirasakan dan/atau dipikirkan dalam karyanya.
Begitu pula penyair, memakai bahasa untuk menulis sajak. Lantaran bahasalah,
sajak tidak membuat pembaca lebih pintar atau lebih hebat, tetapi membuat
pembaca lebih paham terhadap realitas yang ada. “Ukuran yang paling sesuai
dengan sajak,” kata Aristoteles, “adalah performativitas: sukses-tidaknya ia
menciptakan efek katarsis guna menekan nafsu-nafsu rendah.”
Penyair memilih diksi yang tepat untuk mengekspresikan apa saja yang
dipikirkannya sehingga hasil kerjanya mampu membuat pembaca semakin paham
dengan realitas yang diekspresikan. Sungguh, ini luar biasa. Cara kerja penyair
yang memakai peralatan berupa bahasa atau kata-kata, dengan demikian, merupakan
cara berbahasa yang cergas.
Tersebabkan hal itu, Conrad Aiken membela kerja kepenyairan dengan
kata-kata yang luar biasa. Dalam esainya “Puisi dan Pikiran Manusia” yang
diterjemahkan Sapardi Djoko Damono, ia mengatakan bahwa sajak adalah potret
manusia dengan peluh di kening, darah di tangan, siksa neraka di hati, dengan
gayanya, dengan absurditasnya, dengan kejalangannya, dengan
keyakinan-keyakinannya, dan juga dengan keragu-raguannya.
Tentu, penyair tersanjung oleh Conrad. Kerja kepenyairan bukan sembarangan.
Kerja yang “berdarah-darah”. Itu sebabnya, pembelaan Conrad sering membuat
penyair besar kepala, merasa hasil kerjanya luar biasa dan tidak punya
kelemahan.
Perasaan seperti itu membuat penyair menuntut penghargaan, tidak boleh
dikritik, apa pun bentuk kritik itu. Sikap seperti itu jelas keliru karena
prestasi kerja manusia (penyair) harus punya ukuran yang jelas. Ignas Kleden,
dalam buku Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004), mengatakan, “Prestasi
seorang penyair diukur berdasarkan mendalamnya makna yang sanggup diserap dan
diendapkannya.”
Tentu, Ignas Kleden bicara tentang sajak sebagai bahasa. Masalahnya, sajak
ditulis tidak hanya ditujukan buat Ignas Kleden. Sajak untuk bacaan masyarakat
luas, juga kelompok sosial yang tidak punya kapasitas untuk memahami sajak
sebagai hasil kerja penyair dengan peralatan bahasa. Sajak itu dunia dari
orang-orang yang mengerti sajak. Mereka yang tak tahu sajak, pasti tidak akan
membuang waktu untuk membaca sajak.
Ketika membaca sajak, pembaca yang mengerti sajak tentu mengharapkan bisa
menghayati lebih intens makna yang diserap dan diendapkan penyair. Penghayatan
semacam itu hanya akan dilakukan oleh pembaca yang berharap sajak mampu mengukuhkan,
menguatkan, dan menyelaraskan ikatan batinnya dengan kehidupannya.
Sajak—mengutip Ignas Kleden—lahir dari otensitas pengalaman yang dicerna
penyair dalam jiwanya, kemudian diendapkan lalu dituangkan lewat diksi yang
mampu mengajak pembaca menghayati persoalan yang sedang dibicarakannya secara
lebih intens. Dengan begitu, pergaulan penyair dengan bahasa lebih dari sekadar
hubungan antara tukang dengan peralatannya. Begitu dekat, begitu rapat.
Tidak ada satu penyair pun lahir yang tanpa bahasa. Lebih luas lagi, tak
ada satu sastrawan pun lahir yang tanpa bahasa. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa penyair adalah orang atau sekelompok orang yang begitu
mencintai bahasa dalam hidupnya.
Betulkah simpulan itu?
Beberapa bulan lalu, rumah tangga kesusastraan Indonesia “terguncang”
setelah Linda Christanty mengkrik hasil penjurian panitia Katulistiwa Literacy
Award (KLA) 2013. Juri (yang juga sastrawan) mengumumkan novel Pulang karya
Laila S. Chudori menjadi pemenang pertama.
Bagi Linda Christanty (cerpenis yang dua bukunya pernah meraih juara
pertama KLA), kemenangan Pulang itu layak dipertanyakan karena salah seorang
juri terlibat dalam kegiatan promosi buku tersebut. Setelah mengajukan sekian
banyak fakta yang menunjukkan bahwa ia tidak asal bicara, pada akhirnya Linda
Christanty menyampaikan kekecewaannya atas penghargaan tahunan terhadap buku
sastra yang digagas Richard Oh itu.
Tak ayal, para sastrawan pun mendesak juri agar memberi penjelasan yang
logis atas gugatan Linda Christanty. Salah seorang juri, Damhuri Muhammad,
akhirnya memberi penjelasan. Gosip sastra itu pun berhenti setelah gosip yang
lain muncul.
Seharusnya, bukan hanya soal gosipnya yang perlu mendapat perhatian
sastrawan. Ada yang lebih subtansial, yakni labelnya: Katulistiwa Literacy
Award. Label itu menunjukkan bahwa para sastrawan sebetulnya terjangkiti virus
fobia berbahasa Indonesia. Banyak sastrawan, yang mengaku berkarib akrab dengan
bahasa Indonesia dalam bekerja, melabeli kegiatan/karyanya dengan kata-kata
asing.
KLA hanyalah salah satu contoh. Contoh lainnya adalah tradisi tahunan yang
mempertemukan para sastrawan di Bali (Ubud Writers and Readers Festival) dan
beberapa pertemuan yang ditaja oleh komunitas-komunitas sastrawan lainnya.
Bahkan, sebagian besar sastrawan melabeli peluncuran bukunya dengan launching.
Umumnya mereka berdalih bahwa hal itu cuma soal tajuk, cuma perkara label.
Akan tetapi, bukankah mereka bekerja dengan bahasa Indonesia yang sudah
seharusnya mereka cintai? Padahal, Jaques Derrida pun pernah memberi
peringatan, “Bangsa yang tak bisa merawat bahasanya—memelihara dan menggunakan
khazanah kata-katanya dengan saksama—adalah bangsa yang tak mampu merawat dan
mengembangkan dirinya.”
Jadi, sastrawan yang tak merawat bahasanya adalah …
Salam.
***
Budi P Hatees, Sastrawan. http://sastra-indonesia.com/2014/06/sastrawan-yang-tak-merawat-bahasa/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rifqi Hidayat
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Hopid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agusri Junaidi
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Andhika Mappasomba
Andi Achdian
Andrenaline Katarsis
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Aprinus Salam
Arafat Nur
Ardy Kresna Crenata
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Wibowo
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Aryadi Mellas
Aryo Bhawono
Asap Studio
Asarpin
Asep Rahmat Hidayat
Asep Sambodja
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Kempling
Bambang Soebendo
Banjir Bandang
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Gibran Ramadhan
D. Zawawi Imron
D.N. Aidit
Daisy Priyanti
Dandy Bayu Bramasta
Daniel Dhakidae
Dareen Tatour
Dea Anugrah
Dedy Sufriadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Sartika
Dhanu Priyo Prabowo
Dharmadi
Diah Budiana
Dian Hartati
Didin Tulus
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Pranoto
Echa Panrita Lopi
Eddi Koben
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Faizin
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erlina P. Lestari
Erwin Dariyanto
Esai
Esti Ambirati
Evi Idawati
Evi Sefiani
F. Daus AR
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fandy Hutari
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Faza Bina Al-Alim
Felix K. Nesi
Ferdian Ananda Majni
Fian Firatmaja
Gampang Prawoto
Gema Erika Nugroho
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Gus Noy
H.B. Jassin
Hairus Salim
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hari Murti
Haris Firdaus
Harry Aveling
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HE. Benyamine
Hendri Yetus Siswono
Herman Syahara
Hermien Y. Kleden
Holy Adib
Huda S Noor
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Humam S Chudori
Husni Hamisi
I G.G. Maha Adi
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
Idealisa Masyrafina
Idrus
Ignas Kleden
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilham
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Irfan Sholeh Fauzi
Isbedy Stiawan Z.S.
J.J. Kusni
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jansen H. Sinamo
Joni Ariadinata
K.H. Bisri Syansuri
K.H. M. Najib Muhammad
Kahfi Ananda Giatama
Kahfie Nazaruddin
Kho Ping Hoo
Kika Dhersy Putri
Kitab Para Malaikat
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kuswinarto
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Lesbumi Yogyakarta
Lily Yulianti Farid
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
Luwu Utara
M. Aan Mansyur
M. Faizi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majene
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mamasa
Mamuju
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Masamba
Mashuri
Media KAMA_PO
Melani Budianta
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Afifi
Mohammad Yamin
Much. Khoiri
Muhammad Fauzi
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Ridwan
Muhammad Subarkah
Muhammad Walidin
Muhammad Yasir
Muhyiddin
Mukhsin Amar
Munawir Aziz
Musa Ismail
Mustamin Almandary
N Teguh Prasetyo
Nadine Gordimer
Nara Ahirullah
Nelson Alwi
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nugroho Sukmanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Asyhadie
Nurul Komariyah
Ocehan
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pamela Allen
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pelukis
Pendidikan
Penggalangan Dana
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Polewali
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Salafiyah Karossa
Pramoedya Ananta Toer
Pramuka
Prasetyo Agung
Pringadi AS
Pringgo HR
Priska
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puput Amiranti N
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Riadi Ngasiran
Rian Harahap
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Riki Fernando
Rofiqi Hasan
Ronny Agustinus
Rozi Kembara
Rusydi Zamzami
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Saini K.M.
Sajak
Salman Rusydie Anwar
Salman S Yoga
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sapto Hoedojo
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Seni Rupa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirajudin
Siswoyo
Sitok Srengenge
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia
Sosiawan Leak
Sukitman
Sulawesi Selatan
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suriali Andi Kustomo
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syamsudin Noer Moenadi
Syihabuddin Qalyubi
Syu’bah Asa
Tari Bamba Manurung
Tari Bulu Londong
Tari Ma’Bundu
Tari Mappande Banua
Tari Patuddu
Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Toerang Batu
Tata Chacha
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teddi Muhtadin
Teguh Setiawan Pinang
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tito Sianipar
Tjahjono Widijanto
Toeti Heraty
Tosiani
Tri Wahono
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
UU Hamidy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wan Anwar
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono
Wicaksono Adi
Wilson Nadeak
Wisata
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yopie Setia Umbara
Yosephine Maryati
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yurnaldi
Zamakhsyari Abrar
No comments:
Post a Comment