Monday, June 21, 2021

SASTRA DAN ESTETIKA

Majalah Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur, SULUK
 
S. Jai
Edisi 19, Juli  2021
 
SASTRA secara sederhana kerapkali dimudahkan ‘cara baca’nya dengan ungkapan ‘susastra’ atau ‘kesusastraan’ alias tulisan yang indah. Dalam tradisi kita kesusastraan mendapat energi dari suntikan muasal kosa kata Sansekerta yang meneguhkan pemaknaannya sebagai suatu ajaran, pedoman.
 
Dengan kata lain, perhatian utama kesusastraan tak lain ada pada bahasa, gaya bahasa, yang kemudian dalam bahasa Indonesia mendapatkan titik beratnya pada arti dan keindahan. Meski sejumlah lema dalam kamus kita misalnya mencangkan lima sasmita sastra sebagai bahasa, kesusastraan, kitab suci agama maupun ramalan-pengetahuan, serta tulisan, ikhwal kesusastraan sendiri sebagai suatu cara baca dalam praktiknya lebih masif menempatkan sastra sebagai karya yang mengandung arti dan keindahan.
 
Penyederhanaan, penyempitan (dan bukan tak mungkin sebagai suatu penyimpangan) praktik-praktik dalam sejarah kesusastraan yang akarnya sebagai suatu ‘tuntunan,’ ‘ajaran’ makin mendapat angin justru berkat abstraksi dari ‘arti’ juga ‘keindahan’ yang mapan dalam paham kesenian termasuk di dalamnya dinamika atau perubahan spirit masyarakat sastra kita. Sementara kita tahu dan mensyaratkan sebagai suatu spirit musti mengalami perkembangan bahkan di pelbagai belahan bumi manapun telah mengalami perluasan, kompleksitas, kepelikan, ketaksederhanaan.
 
Bahwa spirit sastra adalah ambiguitas dan kompleksitas. Bahwa musuh utama sastra adalah agelaste—kebenaran tunggal. Bahwa sastra adalah karnaval keragaman suara; permainan yang ramai antar pelbagai bahasa, pelbagai wacana, yang mempersoalkan realitas, memparodikan, menggugat, dan bahkan bermain-main terhadapnya. Sastra adalah medium yang paling tepat menyingkap denyut, gerak tubuh, kerinduan pada kemungkinan, kejutan, ketakterdugaan: warna hidup yang tidak menuju pada suatu tujuan tertentu—sebagaimana tujuan semua kitab suci. Bahwa spirit sastra dari zaman ke zaman adalah membongkar tabu, membongkar mitos—dalam pengertian apapun.
 
Jika sastra tak lain adalah ‘sistem penandaan yang melibatkan ideologi di dalamnya,’ ‘sistem komunikasi dan wacana yang di dalamnya terdapat pesan,’  sebagai suatu tulisan, bahasa, kesusastraan tak boleh stagnan pada sekadar pengertian keindahan ‘gaya bahasa’ yang klise, kering dan kosong bahkan dalam konteks budaya apapun—kebudayaan adiluhung maupun kebudayaan populer. Bukankah, budaya adalah sistem simbol dari berbagai sistem tanda, padahal penanda bersifat arbriter, sehingga kebudayaan pula sebagai konvensi sosial menjadi mitos, menjadi arena pertarungan kuasa ideologi?
 
Dengan kata lain, jika manusia menyadari diri sebagai budayawan, sastrawan maka salah sebuah bukti keberadaan eksistensialnya tak lain adalah mencipta dan menangkap realitas; terus berikhtiar menciptakan realitas dengan bahasa-bahasa, sekalipun, mustahil bisa menangkap realitas sebenarnya akibat ketergantungannya pada bahasa-bahasa yang tercipta. Dengan demikian, oasis sastra kita bergantung pada daya dobrak atas jargon-jargon, tabu, dan mitos-mitos kebudayaan dan inilah masalah etika sastrawan kita yakni tanggungjawab sebagai intelektual yang terintegrasi dengan pengalaman-pengalaman baru yang paling dekat dengan dirinya.
***
 
KEINDAHAN dalam kesusastraan, tidaklah cukup manakala tak mempertimbangkan estetika di dalamnya. Keindahan tanpa kehadiran estetika adalah keindahan personal yang kedangkalan dan atau kedalamannya terukur hanya oleh tabiat-tabiat keindividualitas, pengalaman-pengalaman individual yang tidak atau sulit teruji. Jikapun keindahan pengalaman-pengalaman individual telah teruji sebagai ‘suatu pemikiran tentang keindahan itu sendiri,’ hanyalah satu bagian dari pertimbangan (nilai) estetika. Nilai estetika lainnya, yakni pemikiran perihal sublimasi suatu karya, pengalaman estetis, status ontologi karya, epistemologi atau pengetahuan yang melatari penciptaan dan pemahaman atas karya, juga hubungan karya dan masyarakatnya, serta pertimbangan-pertimbangan lain yang meneguhkan karya (sastra) terhadap pelbagai tafsir ‘cara baca.’
 
Membaca (dan menulis) sastra tak lain adalah ‘cara baca’ ‘cara memahami’ ‘cara menafsirkan’ teks yang lebih terang dalam kontek-kontek, intertektualitas. Bahwa, teks tak bicara sendiri melainkan maknanya diperoleh dengan menghubungkan teks dengan mempelajari sumber-sumber pengetahuan lain sebagai konteksnya, seperti sejarah, kebudayaan, saint dan lain sebagainya. Atau dalam kosakata Heidegerian;  pertama, menulis teks bukanlah sekadar menuangkan isi pikiran, melainkan menyingkap cara bereksistensi penulis dan kelompoknya;  kedua, membaca teks juga bukan sekadar menyalin makna teks sebagai data objektif, melainkan juga menangkap kemungkinan-kemungkinan eksistensial lewat makna teks itu.
 
Serbuan budaya populer, media sosial, atau katakanlah praktik ‘pembacaan’ gerakan literasi yang menjadi booming di negeri kita belakangan patut untuk dicermati secara khusus terkait hal ini, sebagai semacam dua sisi mata uang yang mana pada satu sisi terjadi banjir bandang sistem tanda, hujan bahasa, gemuruh karya, akan tetapi pada sisi lain penting ditelisik akankah hal demikian memperlihatkan kekayaan dan kejayaan cara baca, tafsir, pemaknaan dalam pengertian nilai-nilai estetika?  Sudahkah banjir bandang sistem penandaan adalah lautan yang luas dan dalam bagi estetika; cara baca--proses menangkap makna dalam bahasa atau target pemahaman atas struktur-struktur  simbol atau teks baik dalam pemaknaan rekonstruktif, reproduktif, reseptif, dekonstruktif?  Sementara bahaya lain atas membanjirnya budaya populer, media sosial, juga gerakan literasi telah sungguh-sungguh mengintai, yakni; literalisme—pemahaman makna atas teks secara harafiah, final, sebagai sakralitas baru atas teks sonder konteks, sebagai ‘kebenaran siap pakai.’
***
 








SULUK edisi kali ini akan mencoba menelisik kaitan bahasa, sastra, masyarakat kita dengan watak budaya populer dalam pelbagai era sejarah sastra;
Estetika dalam sastra ; Menimbang sastra dan yang bukan sastra.
Pemberontakan di dalam sastra.
Mencari visi literasi ; batasan-batasan Gerakan Literasi kita. Literasi atau Literalisme, sebuah koreksi?
 
REDAKSI menerima naskah Esai. Naskah diutamakan yang menampakkan gagasan, pemikiran dan kajian yang mendalam dan subtil  terkait dengan sastra, dikemas dengan bahasa populer.  Panjang tulisan esai minimal 9 halaman, kertas A4, spasi 1,5.
Redaksi juga menerima Puisi, Cerpen, Naskah lakon, Kritik Buku. Puisi tak dibatasi, namun untuk prosa minimal 9 halaman, A4, spasi 1,5. Naskah terjemahan juga diperkanankan, dengan menyebut dan mengirimkan copy sumbernya.
Naskah yang dimuat mendapatkan honor yang pantas.
 
Naskah dikirim ke e-mail:
dk_jatim@yahoo.com, tanahapikata@gmail.com
Deadline 30 Juni 2021

https://sastra-indonesia.com/2021/06/sastra-dan-estetika/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar