Arie MP Tamba
Jurnal Nasional, 21 Sep 2008
Apa ukuran sebuah puisi yang berhasil? Bila Anda tanyakan ini kepada
penyair Acep Zam Zam Noor, maka jawabnya sederhana. ”Sajak itu membuat bulu
kuduk saya berdiri!” begitulah kata Acep, yang telah disampaikannya
berkali-kali dalam berbagai forum. Hingga, Acep Zam Zam Noor kemudian, di
antara teman-temannya penyair, acap kali disindir sebagai penyair ’bulu kuduk’.
Tapi masalah ’bulu kuduk’ ini ternyata mendapat perhatian serius dari Dr
Mikihiro Moriyama, yang memberikan kata pengantar untuk buku kumpulan puisi Acep
yang mendapatkan penghargaan Khatulistiwa Award 2007, Menjadi Penyair Lagi.
Dari uraian Moriyama, jelas bahwa persoalan ’bulu kuduk’ yang meremang saat
membaca puisi, dan juga mencipta puisi bagi Acep – tidaklah dimaksudkan untuk
’lucu-lucuan’.
Sebab pemilihan ungkapan ’meremangnya bulu kuduk’ si penyair, ketika
menciptakan atau membaca puisi yang bagus, bisa juga ditafsirkan sebagai
penjelasan atas beroperasinya subyektivitas seorang pencipta (dan pembaca)
ketika berhadapan dengan sebuah puisi. Artinya: jawaban Acep hanya ingin
menggarisbawahi maksimalnya subyektivitas dalam penciptaan dan pemaknaan puisi,
dengan kata-kata sederhana. Sebagaimana ditegaskan berulang-ulang, oleh para
kritikus sastra posmodernis, tentang kemerdekaan penciptaan yang juga melahirkan
kebebasan setiap pembacaan.
Dan kemampuan penyair Acep Zam Zam Noor, yang paling menyolok, menurut saya
adalah: menyampaikan perenungan mendalam tentang kehidupan, dengan menggunakan
metafora alam yang diakrabinya – dalam rangkaian diksi sederhana. Ia begitu
piawai menyosokkan refleksi bathinnya, melalui bahasa alam, dan seluruhnya
terbujur, tergambar, secara gamblang dan panoramik, dalam hamparan pemandangan
alam yang indah.
Simaklah puisi-puisinya yang terkumpul Di Atas Umbria (1999). Salah satu
kumpulan puisi Acep yang paling berhasil menurut saya, selain Menjadi Penyair
Lagi. Dan salah satu puisi yang saya suka dari Di Atas Umbria adalah:
ULUWATU
Karang-karang terjal menopang keagungan
Dari setiap penjuru angin
Jauh di bawahnya ombak bergelora
Ketika suara gamelan, bersimpuh pada keremangan
Ketika gadis-gadis berkebaya, dengan bunga di telinga
Dengan butir-butir beras di keningnya
Dengan sesaji di tangannya
Berkelebat menguraikan beribu gerak
Di bawah redupnya cahaya matahari
Di kaki langit yang kabur garis batasnya
Kulihat burung-burung mengambang
Kilihat lambaian hijau pohon-pohon kelapa
Kulihat lengkung pantai yang menyisir tepi bumi
Semuanya seperti isyarat dan jawaban
Ketika sunyi bertahta di atas air
Di atas pasir
Ketika biru dan gelap bersahut-sahutan
Di bukit para dewa
Yang ditopang karang-karang terjal itu
Sulur-sulur pohon khusyuk berdoa
Bunga-bunga melepaskan wanginya ke udara
Gamelan sorga meletakkan suaranya di tanah
Gadis-gadis menitipkan gerak dan senyumnya
Pada angin dan guguran daun
Sedang di langit, rakit bintang-bintang mulai berlayar
Malah telah menyempurnakan sunyi
Menjadi sebuah kerajaan
Puisi ini, meski kompleks dengan unsur alam yang dipaparkan melalui satu
tangkapan mata yang terus bergerak, tersuguh secara sugestif dan memesona. Hal
ini hanya dimungkinkan, oleh kedekatan si penyair dengan berbagai anasir alam
itu sendiri, seperti angin, ombak, langit, bintang, pasir, pantai, bumi,
pohon-pohon, dll. Hingga, ia begitu mudah ’menangkap’ semuanya itu sebagai
rangkaian kehidupan yang dicermati si penyair.
Melalui puisi Uluwatu ini, setiap kali saya serasa terus-terusan menemukan
“Bali” yang mendapatkan pengayaan makna secara berkelanjutan. Dalam puisi ini,
Acep begitu terampil menyusun lanskap alam sebagai landasan mengisyaratkan
makna-makna kehidupan yang teronggok di alam itu sendiri – sebagai potensi
pemaknaan. Yang tentu saja, hanya dapat diraih dengan intuisi dan
intelektualitas yang dioperasikan Acep.
Kulihat lengkung pantai yang menyisir tepi bumi
Semuanya seperti isyarat dan jawaban
Sublim dan mendedahkan kesungguhan dalam mengimani Tuhan! Tak heran, bila
beberapa kritikus menyebutkan Acep juga penyair yang memiliki kedekatan
pemikiran dengan para penyair sufistik. Sebab, para penyair sufistik pun
sama-sama menjadikan alam sebagai ’bahasa bantuan’ – untuk ikut menyosokkan
nilai-nilai ketuhanan – yang diyakini dan setiap kali ingin disegarkan dalam
pengalaman puitika.
Dalam hal ini, pendekatan biografis yang semakin jarang digunakan dalam
apresiasi sastra, boleh jadi cukup jitu menjelaskan puisi-puisi Acep. Sebagai
seorang penyair, yang lahir dan dewasa di likungan pesantren dan pedesaan Jawa
Barat – saya menduga – Acep selalu gembira dengan alam pedusunan yang
dikaruniakan kepadanya. Dan sampai sekarang, ia enggan meninggalkannya – bahkan
dari puisinya.
***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rifqi Hidayat
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Hopid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agusri Junaidi
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Andhika Mappasomba
Andi Achdian
Andrenaline Katarsis
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Aprinus Salam
Arafat Nur
Ardy Kresna Crenata
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Wibowo
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Aryadi Mellas
Aryo Bhawono
Asap Studio
Asarpin
Asep Rahmat Hidayat
Asep Sambodja
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Kempling
Bambang Soebendo
Banjir Bandang
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Gibran Ramadhan
D. Zawawi Imron
D.N. Aidit
Daisy Priyanti
Dandy Bayu Bramasta
Daniel Dhakidae
Dareen Tatour
Dea Anugrah
Dedy Sufriadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Sartika
Dhanu Priyo Prabowo
Dharmadi
Diah Budiana
Dian Hartati
Didin Tulus
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Pranoto
Echa Panrita Lopi
Eddi Koben
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Faizin
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erlina P. Lestari
Erwin Dariyanto
Esai
Esti Ambirati
Evi Idawati
Evi Sefiani
F. Daus AR
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fandy Hutari
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Faza Bina Al-Alim
Felix K. Nesi
Ferdian Ananda Majni
Fian Firatmaja
Gampang Prawoto
Gema Erika Nugroho
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Gus Noy
H.B. Jassin
Hairus Salim
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hari Murti
Haris Firdaus
Harry Aveling
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HE. Benyamine
Hendri Yetus Siswono
Herman Syahara
Hermien Y. Kleden
Holy Adib
Huda S Noor
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Humam S Chudori
Husni Hamisi
I G.G. Maha Adi
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
Idealisa Masyrafina
Idrus
Ignas Kleden
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilham
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Irfan Sholeh Fauzi
Isbedy Stiawan Z.S.
J.J. Kusni
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jansen H. Sinamo
Joni Ariadinata
K.H. Bisri Syansuri
K.H. M. Najib Muhammad
Kahfi Ananda Giatama
Kahfie Nazaruddin
Kho Ping Hoo
Kika Dhersy Putri
Kitab Para Malaikat
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kuswinarto
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Lesbumi Yogyakarta
Lily Yulianti Farid
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
Luwu Utara
M. Aan Mansyur
M. Faizi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majene
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mamasa
Mamuju
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Masamba
Mashuri
Media KAMA_PO
Melani Budianta
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Afifi
Mohammad Yamin
Much. Khoiri
Muhammad Fauzi
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Ridwan
Muhammad Subarkah
Muhammad Walidin
Muhammad Yasir
Muhyiddin
Mukhsin Amar
Munawir Aziz
Musa Ismail
Mustamin Almandary
N Teguh Prasetyo
Nadine Gordimer
Nara Ahirullah
Nelson Alwi
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nugroho Sukmanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Asyhadie
Nurul Komariyah
Ocehan
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pamela Allen
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pelukis
Pendidikan
Penggalangan Dana
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Polewali
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Salafiyah Karossa
Pramoedya Ananta Toer
Pramuka
Prasetyo Agung
Pringadi AS
Pringgo HR
Priska
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puput Amiranti N
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Riadi Ngasiran
Rian Harahap
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Riki Fernando
Rofiqi Hasan
Ronny Agustinus
Rozi Kembara
Rusydi Zamzami
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Saini K.M.
Sajak
Salman Rusydie Anwar
Salman S Yoga
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sapto Hoedojo
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Seni Rupa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirajudin
Siswoyo
Sitok Srengenge
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia
Sosiawan Leak
Sukitman
Sulawesi Selatan
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suriali Andi Kustomo
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syamsudin Noer Moenadi
Syihabuddin Qalyubi
Syu’bah Asa
Tari Bamba Manurung
Tari Bulu Londong
Tari Ma’Bundu
Tari Mappande Banua
Tari Patuddu
Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Toerang Batu
Tata Chacha
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teddi Muhtadin
Teguh Setiawan Pinang
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tito Sianipar
Tjahjono Widijanto
Toeti Heraty
Tosiani
Tri Wahono
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
UU Hamidy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wan Anwar
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono
Wicaksono Adi
Wilson Nadeak
Wisata
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yopie Setia Umbara
Yosephine Maryati
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yurnaldi
Zamakhsyari Abrar
No comments:
Post a Comment