Monday, June 21, 2021

Kepergian Pramoedya dan Gempuran Budaya Pop

[Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006]
 
Yudhis M. Burhanudin *
balipost.co.id
 
Pramoedya Ananta Toer telah pergi untuk selamanya pada Minggu (30/4) lalu akibat serangan jantung. Dia seorang sastrawan yang cukup produktif dan sempat hidup di empat era berbeda — masa-masa prakemerdekaan, era Orde Lama, era Orde Baru, dan era Reformasi. Tentang Pram, demikian panggilan akrab sastrawan senior ini, sudah ada beberapa catatan khusus mengenai dirinya, dari biografi singkat sampai catatan khusus tentang karya-karyanya.
***
 
SETIDAKNYA Pram sudah menulis sekitar 40 karya — novel, cerita pendek dan tulisan nonfiksi — semasa hidupnya, seperti yang termaktub di halaman terakhir dari novelnya, “Arus Balik”. Semua sudah tahu soal Pram bahwa hampir separo hidupnya ia habiskan sebagai tahanan politik. Sebagian karyanya pernah dibakar oleh Angkatan Darat seperti “Panggil Aku Kartini Saja”, “Wanita Sebelum Kartini” atau “Gadis Pantai”, dengan berbagai alasan sepihak.
 
Sebagiannya lagi dilarang oleh Jaksa Agung seperti “Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Rumah Kaca”, “Memoar Oei Tjoe Tat” atau “Hikayat Siti Mariah”. Akan tetapi, sejak keran kebebasan terbuka atau Reformasi 1998, sebagian besar karya-karyanya yang sebelumnya diharamkan rezim Orde Baru, kemudian diluncurkan ke pasaran.
 
Saat ini, orang bisa saja mengklaim bahwa publik di dalam dan luar negeri sudah cukup mengenal nama sastrawan yang pernah dinobatkan sebagai kandidat peraih hadiah Nobel dalam bidang kesusastraan ini. Betapa tidak, karya-karyanya sudah diterjemahkan ke dalam hampir 26 bahasa. Terakhir, novel “Gadis Pantai” sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Konon pula, orang luar jika ingin mempelajari sosio-budaya Indonesia, mereka masuk melalui pintu novel-novelnya Pram terlebih dahulu sebelum menukik ke sumber-sumber tulisan yang lain.
 
Selain karya-karyanya yang bicara, top atau populernya Pram di luar misalnya bisa dilihat dari beberapa pengakuan formal, semacam international recognition. Umpamanya, dia beberapa kali mendapat penghargaan dari sejumlah institusi yang ada di luar negeri. Yang masih tercatat dalam benak banyak orang saat ini adalah penghargaan Raymon Magsaysay Award dari Filipina.
 
Sementara itu, sejumlah institusi lainnya seperti University of Michigan, Madison, AS telah menganugerahinya gelar Doctor of Human Letters, atau penghargaan dari UNESCO Madanjeet Sigh Prze Prize, juga penghargaan Chancellor’s Distinguished Honor Award dari University of California, Berkeley, USA, penghargaan Chevalier de l’Ordere des Arts et des Letters dari kementerian budaya dan komunikasi Prancis, penghargaan Fukuoka Cultural Grand Prize, Jepang serta penghargaan Wertheim Award dari The Wertheim Fundation, Leiden, Belanda.
***
 
NAMUN, betulkah hal itu sudah menjamin bahwa Pram juga populis, paling tidak, dalam hati generasi sekarang? De facto, Pramoedya tercatat dalam sejarah kesusastraan Indonesia, baik itu sebagai murni pengarang ataupun itu sebagai mantan aktivis Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), milik Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, angin perubahan telah mengklarifikasi semua stigma negatif yang telah dibebankan padanya. Terlepas dari sikap dan pendapat pro-kontra di atas, yang patut kita tarik sebagai benang merah sejarah saat ini adalah Pramoedya Ananta Toer, sebagai salah satu sastrawan besar Indonesia, cukup populer di luar, tapi kurang populis di negerinya sendiri.
 
Kurang populisnya nama Pram saat ini tidak lepas dari situasi dan kondisi bangsa di mana minat baca dan apresiasi karya sastra secara umum merosot hingga ke titik yang sungguh sangat memprihatinkan semua pihak. Bahwa tingkat apresiasi karya sastra (pembacaan) dari generasi muda Indonesia saat ini sangat rendah. Hal itu bisa diukur dari beberapa hal. Pertama, sepinya jumlah pengunjung perpustakaan, kalaupun ada pengunjungnya, maka rak buku di mana karya sastra dan buku-buku kesusastraan lainnya dipajang nyaris tidak disentuh pengunjung.
 
Kedua, realitas bahwa buku-buku sastra, termasuk karya Pram, di pasaran kurang laku jika dibandingkan buku-buku yang lain. Ketiga, pengajaran sastra di sekolah-sekolah, termasuk universitas, tidak mendorong para siswa dan mahasiswa untuk mengapresiasi lebih jauh karya sastra yang ada. Keempat, penikmat dan pemerhati karya-karya Pram adalah mereka para pesastra — novelis, cerpenis atau penyair dalam batas-batas tertentu. Di samping mereka yang memiliki kedekatan ideologis saja (para aktivis “kiri”) dengan isi karya-karya tersebut serta, dalam skup yang sangat terbatas jumlahnya, mahasiswa sastra dan dosen-dosennya. Sedangkan publik yang lain?
 
Dari sisi lain, kurang populisnya nama Pram juga tidak bisa dipisahkan dari kenyataan bahwa karya-karyanya merupakan sebentuk refleksi bagaimana anyirnya bau peluh anak manusia yang tergilas dan tertindas zaman. Sementara, karya-karya ini dihadapkan dengan kenyataan terbaru di mana selera pembacaan yang sedang trendi saat ini adalah bacaan-bacaan yang menjurus ke selera “dunia sinetron”. Sementara orang juga tahu bahwa sinetron melulu menjanjikan mimpi-mimpi, sedangkan karya Pram lahir dari rahim pemberontakan eksploitasi manusia atas manusia oleh sebuah sistem yang disebut penjajahan ekonomi dan politik. Bagaimana mungkin kedua kutub itu bisa bertemu dalam satu pilihan bacaan?
 
Lalu, seberapa populer nama Pram di dalam benak anak-anak muda sekarang yang notabene lebih tertarik dengan bacaan-bacaan (pop) yang paralel dengan selera musik pop di pasaran? Namun, bukan hanya Pram seorang yang agaknya mengalami nasib serupa, bahkan hampir semua sastrawan yang karya-karyanya terkesan berat bagi anak-anak muda sekarang tidak akan digubris walau seberapa pun menariknya cover buku yang ditampilkan oleh karya tersebut.
 
Akar persoalannya terletak pada gempuran budaya pop yang sangat dahsyat dewasa ini serta anggapan bahwa karya sastra sebagai komoditi kelas kesekian dari misalnya buku-buku non-fiksi (ilmiah). Itulah sebabnya, kadang-kadang ada sastrawan Indonesia yang cukup dikenal oleh publik di luar negeri tapi melarat, menderita, dan tidak dikenal di negerinya sendiri.
***

*) Yudhis M. Burhanudin, esais tinggal di Denpasar. http://sastra-indonesia.com/2010/11/kepergian-pramoedya-dan-gempuran-budaya-pop/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar