Saturday, February 6, 2021

Pengembangan Sastra di Jawa Timur

Tengsoe Tjahjono *
surabayapost.co.id
 
(1)
Sastra Jawa Timur tentu tidak dapat dipandang sebelah mata dalam konstelasi sastra Indonesia. Banyak pengarang besar seperti Budi Darma, Zawawi Imron, Nirwan Dewanto, Ratna Indraswari Ibrahim, dan sebagainya berkarya dan berkembang dari wilayah ini. Belum lagi para pengarang dan kritikus muda seperti Shoim Anwar, Mashuri, W. Hariyanto, dan sebagainya yang tulisan-tulisannya mampu membangun daya gugah. Serta secara kultural Jawa Timur merupakan rajutan banyak budaya lokal yang unik.
 
Berdasarkan kenyataan itu banyak agenda yang bisa digarap oleh kita semua dalam rangka mengembangkan dan menghidupkan sastra di Jawa Timur.. Hal-hal itu ialah: (1) Posisi Sastrawan Jawa Timur dalam Konstelasi Sastra Nasional, (2) Peta Cerpenis/Novelis Jawa Timur, (3) Peta Penyair Jawa Timur, (4) Peta Penulis Naskah Drama Jawa Timur, (5) Perkembangan Sastra Etnis Di Jawa Timur, (6) Warna Lokal dalam Sastra Jawa Timur, (7) Peran Kritikus Sastra bagi Perkembangan Sastra Jawa Timur, (8) Peran Media Massa terhadap Perkembangan Sastra di Jawa Timur, (9) Pendidikan Apresiasi Sastra di Sekolah dengan Muatan Lokal, dan (10) Peran Komunitas Sastra dan Jaringan.
 
Posisi Sastrawan Jawa Timur
 
Membaca karya-karya sastrawan Jawa Timur, baik itu berupa puisi, cerpen, novel, maupun teks drama sesungguhnya tidak kalah menariknya dengan para pengarang yang selama ini diberi label “nasional” oleh Jakarta. Membaca puisi Herry Lamongan, Hidayat Raharja, atau Rusdi Zaki misalnya akan kita temukan getaran puitika. Membaca cerpen-cerpen Leres Budi Santosa atau R. Giryadi misalnya akan kita jumpai keunikan-keunikan ekspresi. Demikian pula saat kita membaca naskah drama Meimura dan Anas Yusuf.
 
Hegemoni Jakarta itu membuat buku teks pelajaran sastra di sekolah pun dipenuhi oleh penggalan puisi, cerpen, dan drama dari pengarang yang memiliki dominasi. Jadilah pengarang Jawa Timur subordinasi dari sebuah sistem besar yang bernama Sastra (Nasional) Indonesia itu. Kebakuan dan kebekuan semacam itu mestinya harus didekonstruksi. Sastra adi bisa saja lahir dari para kreator Jawa Timur.
 
Peta Sastrawan
 
Di Jawa Timur ini ditemukan kantong-kantong sastra. Banyuwangi, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang. Batu, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Madiun, Ngawi, Kediri, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Bangkalan dan Sumenep merupakan wilayah yang memiliki denyut sastra. Denyut sastra muncul karena konteks beragam. Pemicu denyut itu bisa berupa: (1) komunitas sastra, (2) ketokohan seseorang, (3) sekolah, (4) pesantren, (5) dewan kesenian, dan (6) perguruan tinggi. Enam hal itulah yang selama ini terlihat mampu membangun denyut nadi sastra. Oleh karena tidak terlampau salah bila kita berharap pula kepada mereka untuk selalu berupaya membangun terus kondisi posisif kesastraan demi perkembangan sastra.
 
Dengan melihat kantong-kantong sastra itu kita bisa melihat peta sebaran sastrawan Jawa Timur. Inventarisasi dan dokumentasi terhadap kiprah dan karya sastrawan Jawa Timur dan komunitasnya tersebut dapat kita pakai untuk menyusun sejarah sastra Jawa Timur yang secara sepenggal-penggal telah dimulai oleh almarhum Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo.
 
Sastra Etnis di Jawa Timur
 
Jawa Timur merupakan wilayah multietnis dan multibudaya. Ada tiga tradisi sastra etnis yang berkembang secara baik di Jawa Timur ini yaitu sastra Jawa, sastra Madura, dan sastra Osing. Sastra etnis merupakan kekayaan tak terhingga bagi Jawa Timur karena justru sastra etnis yang sungguh-sungguh memancarkan perilaku keseharian, bahkan ideologi masyarakat. Mungkin saja orang akan lebih mudah berpikir dan memutuskan masalah dengan bahasa ibunya daripada dengan bahasa Indonesia. Lebih mudah mendidik moral anak-anak bangsa dengan bahasa etnisnya daripada dengan bahasa Indonesia.
 
Kosa kata, idiom, dan tradisi etnis ini bisa saja mempengaruhi sastra Indonesia di Jawa Timur. Dampak pengaruh itu salah satunya memberi warna lokal dalam sastra Indonesia. Begitu besar sumbangsih sastra etnis demi pendidikan anak bangsa dan pemberian warna lokal, maka sudah sewajarnya harus tetap dipelihara, bahkan dikembangkan.
 
Peran Kritikus
 
Dalam sistem kemasyarakatan sastra antara sastrawan dan teks sastra, kritikus dan analisisnya, pembaca dan resepsinya, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kehadiran mereka secara laras dan imbang akan mewarnai denyut dan nafas sastra. Kritikus itu hendaknya dipandang sebagai kreator lain di samping sastrawan itu sendiri. Jika sastrawan menulis berdasarkan kepekaan kritis dan estetik dalam menangkap gejala sosial dan fenomena di lingkungan hidupnya, kritikus menulis berdasarkan teks-teks sastra yang berserakan di sekitarnya. Kehadiran kritikus akan menciptakan kegairahan kreatif karena adanya gelombang kritik (yang mestinya selalu membangun) dari para kritikus tersebut.
 
Bahkan, kritikus bisa didudukkan sebagai komunikator dan provokator. Sebagai komunikator ia bisa menjadi jembatan antara kesenjangan pembaca dengan teks sastra. Tugas kritikus bukanlah menghilangkan kesenjangan tetapi menemani pembaca dalam meniti jembatan untuk sampai pada kekayaan penafsiran. Sedangkan sebagai provokator kritikus diharapkan bisa mempengaruhi pembaca agar mau membaca sastra. Dari aktivitas semacam itulah sistem sosial kesastraan bisa hidup dan terus hidup.
 
Siapakah kritikus sastra Jawa Timur? Inilah persoalannya. Orang lebih senang menjadi penyair atau cerpenis daripada menjadi penulis kritik.
 
(2)
Sastra ditulis untuk dikomunikasikan. Oleh karena itu sastra amat memerlukan media. Media massalah sebenarnya yang amat efektif sebagai media komunikasi sastra karena media massa selalu memiliki publik. Hanya saja sastra selalu kalah dengan ruang iklan. Tampaknya sastra dianggap tidak memiliki kontribusi ekonomi bagi media massa itu. Banyak koran yang terbit di Surabaya dan di Malang, tetapi hanya sedikit yang memberikan ruang terhadap sastra.
 
Koran semestinya tidak sekadar berpikir aspek bisnis semata, tetapi juga aspek kultural. Berita-berita kesenian yang terbatas pada entertainment semata hanya membuat orang hidup dalam dunia mimpi, dunia kaum selebritis, yang sebenarnya jauh dari kenyataan dunia pembaca apalagi Indonesia. Berita semacam itu hendaknya diimbangi dengan tulisan-tulisan yang lebih menukik kedalaman kesadaran, misalnya melalui cerpen, puisi, maupun kritik. Ada dua hal yang dapat dipetik: (1) sastra berkembang, dan (2) pembaca diajak untuk menambah wawasan lain melalui karya sastra.
 
Pendidikan Apresiasi Sastra
 
Kurikulum kita sekarang ini berbasis kompetensi. Dalam pendidikan sastra arah pembelajarannya ialah kemampuan siswa bersastra. Oleh karena itu orientasi teoretik hendaknya dikurangi dan diarahkan justru pada kegiatan apresiasi yang meliputi kegiatan resepsi, produksi, performansi dan dokumentasi. Untuk menunjang kegiatan itu bisa saja secara periodik sekolah mengundang para sastrawan ke sekolah. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan dewan kesenian di diaerah masing-masing.
 
Selain itu materi pembelajaran hendaknya juga diisi karya-karya para pengarang Jawa Timur, tidak semata-mata para sastrawan yang selama ini diberi label nasional itu. Karya-karya Anas Yusuf, Rahmad Giryadi, Zoya Herawati, Setiawan, dan sebagainya dapat dipakai sebagai sumber atau materi pembahasan karya sastra. Dengan demikian siswa tidak hanya mengenal Amir Hamzah, Chairil Anwar, STA, Sapardi Djoko Damono, dan sebagainya.
 
Peran Komunitas Sastra dan Jaringan
 
Sastrawan merupakan profesi yang sebenarnya bisa dijalankan secara sunyi. Artinya, tidak perlu melibatkan orang lain. Tetapi, dalam hal tertentu motivasi eksternal pun diperlukan. Melalui komunitas, formal maupun insidental, mereka saling mendiskusikan karya mereka, bahkan mendiskusikan kecenderungan perkembangan estetika mutakhir. Dari situlah mereka bisa membangun warna dan kegairahan berkarya. W. Haryanto, Indra Tjahyadi, dan kawan-kawan mampu membangun komunitas yang melahirkan warna surealisme dalam karya-karya mereka. Hal semacam itu tentu sangat positif. Sanggar Triwida Trenggalek, Barisan Seniman Muda Blitar yang diprakarsai Bagus Putu Parto, Forum Bias Sumenep yang dipimpin Syaf Anton, Komunitas Rabu Sore Surabaya, dan sebagainya merupakan komunitas-komunitas yang berhasil di masanya.
 
Di samping itu juga perlu dibangun jaringan antarsastrawan, antarkomunitas, antarwilayah, dan antarnegara. Jaringan ini sangat diperlukan agar kita bisa mengkaji perkembangan sastra di tempat lain demi perkembangan sastra di Jawa Timur.
 
Agenda-agenda
 
Apa yang saya tulis di atas merupakan lemparan gagasan, atau mungkin obsesi saya demi perkembangan sastra di Jawa Timur ini. Agenda-agenda yang saya tawarkan tersebut saya pandang memiliki nilai strategis bila kita benar-benar ingin membangun jati diri sastra Jawa Timur dan mengembangkannya..
***

*) Penyair tinggal di Malang. http://sastra-indonesia.com/2009/06/pengembangan-sastra-di-jawa-timur/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar