Friday, January 22, 2021

Tiga Level Kegiatan

Beni Setia *
Koran Merapi, 16 Juni 2012
 
"...kekuatan sastrawan itu menangkap realitas sosial, intuitif mencatat, dan menghadirkan
catatan itu untuk direnungkan masyarakat. Laku aplikatif puisi dan kememihakannya
itu tanggung jawab semua orang--bukan sastrawan." (Beni Setia).
 
PADA awalnya gagasan sederhana, menulis puisi dengan spirit untuk menolak korupsi--mungkin juga semacam ketidaksepakatan akan korupsi yang telah merasuki segala sendi kehidupan. Ketika gagasan itu diunggah di FB, terbangunlah komunikasi dari banyak pihak yang mendadak sepakat: untuk mengumpulkan serta menerbitkan puisi-puisi itu dalam sebuah buku. Dan meski memakai kop penerbitan Forum Sastra Surakarta, seluruh biaya penerbitan ditanggung bersama. Sebuah kesepakatan spontan yang dihadirkan secara transparan untuk melawan virus korupsi yang seksi menggoda.
 
Maka terbitlah antoloji Puisi Menolak Korupsi, dari 85 penyair dengan tebal 476 halaman. Satu buku bersama yang dibiayai bersama, karenanya tiap penyair memiliki saham produksi yang kembali jadi produk buku yang dihitung berdasar besar saweran dibagi bea produk cetak. Jadilah buku yang paling murah sebab tak memperhitungkan honor penulis, kerja penyuntingan dan pra-cetak--membuat buku itu dieditori Penyair Indonesia, bukan Sosiawan Leak yang mempertimbangkan naskah serta membangun komunikasi FB. Tapi, masalahnya, setelah buku terbit dan relatif terdistribusikan, apa lagi yang harus dilakukan agar kegiatan ”melawan” korupsi itu bisa dilakukan?
 
Dari kebutuhan terakhir ini terlahirlah gagasan road show, pergi ke daerah untuk me-launching, membaca puisi oleh penyair komunitas Melawan Korupsi, dan diskusi tentang korupsi dengan nara sumber umum dan sastrawan. Kegiatan ini diserahkan ke panitia daerah, yang menyusun kegiatan, mencari tempat untuk kegiatan, serta relatif membiayai akomodasi kegiatan sebab para peserta datang dengan biaya sendiri. Dan terlaksanallah kegiatan dua hari di Blitar (18-19/5), di Tegal (1-2/6), dan mungkin di Banjarbaru (Kalimantan Selatan) sekitar 27-28/6--dengan perjalanan kapal laut karena ada dana ajaib yang mendadak hadir untuk sekitar 10 penyair.
***
 
DI Tegal ada tuntutan dari floor agar sastrawan yang menulis puisi itu tak hanya menulis tapi mengaplikasikan ”perlawanan” pada korupsi itu dengan turun ke jalanan dan berdemonstrasi. Itu kegiatan yang wajar sesuai iklim Reformasi saat ini, tapi juga amat menyeret aktivitas sastrawan ke lapangan yang tak sepenuhnya dikuasai. Sesuatu yang mungkin membuat sastrawan jadi makluk politik--seperti Wiji Thukul--, padahal kekuatan sastrawan itu menangkap realitas sosial, intuitif mencatat, dan menghadirkan catatan itu untuk direnungkan masyarakat. Laku aplikatif puisi dan kememihakannya itu tanggung jawab semua orang--bukan sastrawan.
 
Yang menarik, dalam proyek roadshow pertama kepala daerah ingin terlibat dan menocoba melobi panitia roadshow agar dilibatkan, padahal di menjelang akhir masa jabatannya itu ia terindikasi tindakan korupsi. Maka panitia daerahpun sekuat tenaga menata acara agar sang kepala daerah tak terlibat meski tetap dilibatkan--dengan amat mengabaikan kemungkinan bantuan dana yang tidak lumayan. Rongrongan yang bisa membuat kemurnian sastrawi menolak korupsi disusupi dan kehilangan ketulusannya. Untung langkah berhati-hati membuat konstelasi spontanitas perlawanan tetap terjaga. Mungkin perlawanan pada korupsi itu bermula dari penolakan pada fatamorgana dana berlimpah yang bisa dipertanggungjawabkan secara longgar.
 
Penegasan kasus ini terjadi ketika roadshow kedua, ketika satu terpidana korupsi meminta agar stigma koruptor jangan terlalu ketat dilekatkan, karena tindakan korupsi memiliki gradasi. Pada dirinya, ketika melaksanakan proyek berhadapan dengan fakta labirin manejemen dan pencairan dana yang melibatkan pihak ketiga, yang cenderung minta fee. Saat pengerjaan proyek usai dana siluman tak bisa dipertanggungjawabkan --mungkin disisipkan di pos lain hingga terlihat di-mark up--, maka iapun menghadapi konsekuensi hukum. Katakberdayaan pada labirin korupsi itu membuatnya terindikasi korupsi sehingga si koruptor sejati bisa ongkang-ongkang. Kenapa begitu?
 
Saya pikir karena korupsi selalu dikaitkan dengan jabatan, kekuasaan legal atas pengelolaan, dan bagaimana tanggungjawab profesi dimanipulasi untuk kepentingan pribadi dan golongan. Ada unsur sengaja memperkaya diri sendiri dan orang lain, tapi semua kesalahan ada pada diri si pejabat--bukan yang diuntungkan. Padahal korupsi itu seharusnya manipulasi nilai-nilai, sehingga sesuatu yang harusnya lurus dan sesuai dengan aturan, dilanggar, diabaikan, dan dipersetankan demi efek keuntungan pribadi. Ketidakpatuhan itu yang terjadi, dan demi ketidakpatuhan itu pihak ketiga membayar, membangun komplotan, dan seterusnya agar semua urusan beres.
***
 
INDONESIA sudah sampai tahap kritis ini--bukan korupsi yang membudaya itu tapi kesepakatan tidak tertulis buat pemersetankan aturan dan proses yang benar telah rasuk menyusupi seluruh aspek kehidupan. Sastrawan, lewat Puisi Menolak Korupsi, coba mengingatkan, meski mungkin harus diikuti yang lain sehingga terjadi gerakan bersama. Mungkin bermula dari mengantri secara tertib, menyeberang secara benar, sebelum akhirnya jadi gerakan sosial: menggantung semua koruptor serta konsekuen merampas hartanya. Kenapa? Karena ada itung-itungan korupsi yang kapitalistik, bila bisa dapat sekian M, dengan ongkos hukum serta penyitaan sekian M, akan memiliki sisa berapa M lagi saat bebas.
 
Dengan kata lain, korupsi itu tak semata masalah uang dan rasionalitas tindakan demi dapat saldo berapa, tapi pembengkokan nilai-nilai. Kita harus kembali istiqomah dan mengaja semua orang untuk istiqomah.
***

*) Beni Setia, lahir di Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika Gerak (1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun, dan tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2021/01/tiga-level-kegiatan/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar