Nurel Javissyarqi
Catatan ini diracik dari pelbagai sumber. Gombloh lahir di Jombang pada tanggal 14 Juli 1948 dengan nama asli Soedjarwoto Soemarsono, anak keempat dari enam bersaudara atas pasangan Slamet dan Tatoekah. Ia sekolah di SMAN Lima Kota Surabaya, lalu masuk Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Meskipun tergolong pandai, tetapi dirinya tidak berminat menyelesaikan kuliahnya.
Ia berkelana ke Pulau Dewata Bali sebagai seniman berjiwa merdeka. Dikenal sesosok pencipta lagu-lagu Nasionalis: Dewa Ruci, Gugur-gugur Bunga, Gaung Mojokerto-Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Kebyar-Kebyar, Pesan Buat Negeriku serta BK. Dan lagu yang mengangkat kekisah para rakyat jelata: Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Selamat Pagi Kotaku.
Namun disayangkan, Pemerintah Republik Indonesia baru memberikan perhatian terhadap karya-karyanya setelah dirinya tiada, untuk lagu bertitel Kebyar-Kebyar. Lagu tersebut (1979) dimasa hidupnya tidak dapat tempat sama sekali. Dan kini berdampingan dengan lagu Padamu Negeri (Kusbini), Berkibarlah Benderaku (Ibu Sud), Dari Sabang Sampai Merauke (R Surarjo) sebagai lagu wajib Nasional.
Martin Hatch, peneliti dari Cornell University mempelajari lagu dalam albumnya Berita Cuaca (1982), mengangkatnya ke dalam karya ilmiah bertajuk Social Criticsm In The Songs Of 1980’s Indonesian Pop Country Singers, yang dipresentasikan di dalam seminar musik The Society of Ethnomusicology, yang berlangsung di Toronto, Kanada 2-5 November 2000. Makalahnya meneliti kekuatan nilai-nilai lagu Gombloh dalam perspektif kehidupan sosial: Berita Cuaca, Hong Wilaheng Sekareng Bawono Langgeng, Denok-Denok Debleng, Ujung Kulon Baloran, 3600 Detik, Kebayan-Kebayan, Hitam Putih serta Kami, dan Alam.
Memasuki tahun 1980-an, menorehkan karya-karya berkonotasi humor: Lepen, Selopen, yang menghasilkan idiom memikat khalayak ramai; “Kalau cinta melekat, tai kucing rasa coklat.” Ia tercerabut dari budaya pop, justru tidak bergeming saat menghasilkan lagu Kugadaikan Cintaku, yang terjual diatas 1 juta keping. Dan seolah terjerembab pada karya berorientasi pasar, lantas bermunculan lagu: Apel, Hey Kamu, Percayalah Cintaku Tetap Hangat, Karena Iseng, Arjuna Cari Cinta, Konsumsi Cinta hingga Tari Kejang.
Gombloh pun menulis lagu bertemakan pop untuk penyanyi Tyas Drastiana hingga Vicky Vendi. Tidak sedikit yang menyayangkan sikapnya bermusik seperti itu, seakan tidak kuat mempertahankan idealisme dalam berkarya. Walhasil, seolah terpilah jadi dua kepribadian atas karya ciptanya, idealis dan komersial. Mungkin ini pilihan pragmatis, tentu sah. Namun justru membaurnya lagu-lagu bertemakan populis, membuat sosoknya kian dikenal masyarakat. Dulu, siapa yang tidak kenal penyanyi Gombloh, ketika tampil di layar TVRI, acara musik Aneka Ria Safari juga Selekta Pop, dengan dandanannya yang trademark, tubuh kerempeng dibalut sepatu kets, bertopi, rambut dikuncir, kacamata hitam, setelan putih-putih.
Sang Maestro menghembuskan napas terakhirnya pada 9 Januari 1988 setelah lama menderita sakit. Tahun 2005, PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, Penata Musik Rekaman Indonesia), memberikan penghargaan Nugraha Bhakti Musik atas jasa-jasanya di dunia musik Indonesia. Tahun 1996, sejumlah seniman membentuk Solidaritas Seniman Surabaya, dengan tujuan membuat kenangan baginya yang dianggap pahlawan seniman, mereka pada bersepakat membuat patung Gombloh seberat 200 kg dari perunggu, yang ditempatkan di halaman Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Dan pada tanggal 20 Juni 2003, sekelompok pemusik Surabaya yang tergabung dalam Kelompok Pemusik Jalanan Surabaya, mengunjungi makamnya dan sekaligus menobatkan Gombloh sebagai Pahlawan Pemusik Jalanan.
Diskografinya: Nadia dan Atmosphere (1978), Mawar Desa (1978), Kadar Bangsaku (1979), Kebyar Kebyar (1979), Pesan Buat Negeriku (1980), Sekar Mayang (1981, berbahasa Jawa), Terimakasih Indonesiaku (1981), Pesan Buat Kaum Belia (1982), Berita Cuaca (1982), Kami Anak Negeri Ini (1983), Gila (1983), 1/2 Gila (1984), Semakin Gila (1986), Apel (1986), Apa Itu Tidak Edan (1987). Dan di bawah ini teks lagu wajib Nasional Kebyar-kebyar, karya Gombloh:
Indonesia
merah darahku, putih tulangku
bersatu dalam semangatmu
Indonesia
debar jantungku, getar nadiku
berbaur dalam angan-anganmu
kebyar-kebyar, pelangi jingga
Indonesia
nada laguku, symphoni perteguh
selaras dengan symphonimu
kebyar-kebyar, pelangi jingga
biarpun bumi bergoncang
kau tetap Indonesiaku
andaikan matahari terbit dari barat
kaupun tetap Indonesiaku
tak sebilah pedang yang tajam
dapat palingkan daku darimu
kusingsingkan lengan
rawe-rawe rantas
malang-malang tuntas
denganmu
Indonesia
merah darahku, putih tulangku
bersatu dalam semangatmu
Indonesia
debar jantungku, getar nadiku
berbaur dalam angan-anganmu
kebyar-kebyar, pelangi jingga
Indonesia
merah darahku, putih tulangku
bersatu dalam semangatmu
Indonesia
debar jantungku, getar nadiku
berbaur dalam angan-anganmu
kebyar-kebyar, pelangi jingga.
***
27 Desember 2011, Lamongan, Jawa Timur.
No comments:
Post a Comment