Thursday, November 12, 2020

Pramoedya Ananta Toer dan Mark Hanusz Bicara Kretek

  

Udin Badruddin *
bolehmerokok.com, 26/10/2019
 
Seperti dikisahkan oleh Pramoedya Ananta Toer, bahwa ketika masa pendudukan Jepang, rakyat Indonesia yang saat itu sulit mendapatkan rokok kretek klobot, mencari alternatif lain dengan menggunakan daun-daunan untuk bisa terus mengkretek. Bahkan masih kata Pramoedya, saat rakyat Indonesia kesulitan pangan akibat penjajahan, kretek bisa menjadi sarana untuk menghilangkan rasa lapar yang melilit. Bukan hanya itu, merokok kretek kata Pramoedya, kemudian bisa membuat dirinya menjadi tenang (calm down).
 
Karena itulah Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa rokok kretek selalu menjadi bagian terpenting dalam penguatan ekonomi lokal. Pemerintah Indonesia menarik pajak yang besar terhadap industri dan penjualan rokok kretek. Karenanya, lanjut Pramoedya, rokok kretek merupakan sebuah komoditas yang sangat signifikan bagi kedaulatan ekonomi nasional. Selain itu, industri kretek juga sangat efektif untuk menyerap tenaga kerja Indonesia. Sekarang puluhan juta masyarakat Indonesia yang bekerja dalam dunia kretek, mulai dari buruh pabrikan hingga marketing. Belum lagi kalau industri kretek ini dihubungkan dengan dunia pertanian, maka kretek bisa memperkuat ekonomi petani tembakau.
 
Mark Hanusz mengatakan, pengaruh lahirnya kretek bukan hanya terhadap ranah ekonomi, melainkan juga terhadap ranah sosial dan budaya. Ketika kretek muncul, maka konsekuensinya, tradisi meng-kretek di kalangan masyarakat pun mulai terbangun. Masyarakat Indonesia banyak yang mulai menikmati kretek di berbagai bentuk aktivitas mereka. Dengan tradisi meng-kretek ini, maka kretek menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia. Kretek telah diterima sebagai bagian hidup dari berjuta-juta masyarakat Indonesia. Dengan terintegrasinya tradisi kretek ke dalam kehidupan masyarakat itu, maka, kretek kemudian turut membentuk identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Ciri khas bangsa Indonesia adalah menyukai kretek. Kretek kemudian tidak bisa dipungkiri sebagai ikon budaya Indonesia.
 
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kretek telah memainkan peran penting di berbagai ranah kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga fakta ini bisa menjadi justifikasi tentang adanya budaya kretek di kalangan masyarakat Indonesia. Jika table manners merupakan ranah yang legitimate untuk penelitian antropologis, maka begitu juga halnya dengan budaya merokok kretek.
 
Di antara nilai sosio-kultural kretek adalah fungsi kretek dalam konteks hubungan sosial di antara masyarakat. Kretek kata Hanusz bisa menjadi pemecah kebekuan sosial (social ice-breaker) untuk membangun keakraban dalam persahabatan dan persaudaraan di antara anggota masyarakat. Biasanya untuk menjalin persahabatan dan menciptakan kehangatan di antara sesama anggota masyarakat, utamanya bagi mereka yang belum saling kenal, maka langkah pertamanya adalah meyodorkan rokok kretek. Kretek dalam hal ini kemudian berfungsi sebagai sarana menjalin keakraban. Di sinilah kemudian, rokok kretek mempunyai peran di dalam ranah sosial.
 
Selain itu, dampak sosial munculnya kretek juga terjadi di dalam ranah ekonomi. Kretek merupakan basis perekonomian nasional yang paling menjanjikan. Sebab, pertama, bahan bakunya sebagian besar didapatkan dari bumi Indonesia sendiri. Tembakau dan cengkeh bisa dijumpai di bumi Indonesia. Kemudian yang kedua, para konsumen kretek terbesar juga masyarakat Indonesia. Hal ini sekaligus membukakan pasar tersendiri bagi kretek. Karena itu, kretek merupakan cermin dari kedaulatan ekonomi warga pribumi.
 
Karena memang sudah menjadi tradisi dan budaya, maka kretek kemudian telah mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merasa ada yang hilang dalam diri dan kehidupannya ketika tidak meng-kretek. Kretek juga menjadi “teman” yang hangat ketika seseorang dilanda kesepian. Maka kretek bagi rakyat Indonesia yang benar-benar Indonesia, harus ada dalam sakunya. Ketidakterpisahan antara kretek dengan masyarakat Indonesia ini sudah terbukti dalam sejarah, termasuk dulu di era penjajahan.
 
Sebagai bagian yang integral dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, kretek bukan hanya difungsikan untuk hal-hal yang profan, seperti untuk basa-basi sosial, untuk mengisi kesepian, untuk beramah tamah dengan saudara atau teman dan sebagainya. Tetapi juga aktivitas-aktivitas ritual dan spiritual. Kretek kemudian turut menjadi bagian dari aktivitas religiusitas masyarakat Indonesia tersebut. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, kretek dipercayai sebagai salah satu unsur sesajen (persembahan) yang cocok untuk Yang Maha Kuasa. Jika kretek merupakan sarana sesembahan atau media sesajian yang pas untuk Yang Maha Kuasa, maka aktivitas merokok kretek mempunyai kualitas yang hampir sama dengan ritual.
 
Sementara itu dalam konteks budaya politik, kretek juga dekat dengan revolusi Indonesia. Sebagaimana disinggung di atas tentang aksi diplomasi haji Agus Salim di Eropa. Pada saat Agus Salim menyulut rokok dalam diplomasinya itu, dia sebenarnya tengah menciptakan pernyataan kemerdekaan secara pribadi yang barangkali bisa diinterpretasikan dengan fakta bahwa Agus Salim tengah mengkritik praktik imperialisme Barat dalam aksi diplomasinya itu.
 
Kemudian dari itu, rokok kretek juga memicu lahirnya kreatifitas di dunia design. Hal ini terkait dengan logo dan bungkus rokok kretek yang terus berkembang, seni desain grafis tidak sekedar seni dekorasi. Di dalam seni grafis dibutuhkan imajinasi untuk emnciptakan pola gambar yang menarik bagi publik. Hal ini juga terjadi di dalam dunia industri rokok kretek.
 
Selain dari itu, aspek lain dari budaya kretek ini adalah tentang nilai dan kebesarannya dalam konteks Indonesia. Seberapa besar rokok kretek dalam kultur masyarakat Indonesia, terutama ketika berhadapan dengan produk rokok asing? Ketika kretek ditemukan pada abad 19 di Kudus, rokok itu telah dikukuhkan sebagai obat penyembuh asma. Sehingga rokok kretek juga dijual di apotek.
 
Rokok keretek saat itu umumnya hanya digunakan oleh kalangan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan juga orang-orang kota yang berpenghasilan rendah seperti pekerja bangunan atau supir angkut. Hal ini barangkali dari imbas diimpornya rokok putih dari Eropa yang diproduksi pada 1850-an. Di era 1960-an seseorang yang hendak meningkatkan gengsinya, maka dirinya harus menggunakan rokok putih di ruang publik dan rokok kretek hanya digunakan di ruang privat.
 
Pada tahun 1870-an rokok kretek mengalami kebangkitan. Hal ini ditandai dengan munculnya dua peristiwa dalam dunia kretek yaitu konsolidasi industri rokok kretek dan munculnya startegi baru untuk revolusi kretek Indonesia. Peristiwa pertama terjadi untuk merespon oil boom yang mendorong membanjirnya arus modal ke dalam ekonomi Indonesia. Saat itu presiden Soeharto menstimulasi perkembangan industri-industri dalam negeri termasuk industri rokok. Sementara peristiwa yang kedua yakni revolusi kretek terjadi karena adanya lisensi bagi industri-industri rokok kretek untuk melakukan produksi berbasis mesin. Dari revolusi kretek ini, maka muncullah yang namanya rokok kretek filter buatan mesin. Rokok kretek filter buatan mesin ini kemudian mempunyai status atau penampilan yang sekelas dengan rokok putih. Sehingga rokok kretek yang filter ini kemudian juga diminati oleh kelas menengah ke atas. Konsekuensinya, menjelang akhir 1970-an rokok kretek bersaing secara head-to-head dengan rokok-rokok asing.
 
Perkembangan ketiga yang mendorong perkembangan secara cepat industri rokok kretek di akhir 1970-an itu, adanya penyebaran rokok-rokok kretek ke luar pulau Jawa akibat diterapkannya kebijakan trasmigrasi. Akibat transmigrasi inilah, pada tahap perkembangan selanjutnya, rokok kretek dalam bentuknya yang modern bisa dijumpai di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Mulai dari ujung barat pulau Indonesia (Sumatra), hingga ke ujung timur, (Papua). Hal ini berbeda jauh dengan era sebelum Perang Dunia II, di mana para produsen rokok kretek hanya menjual rokok kretek di area sekitar produksi saja yang tentunya sangat sempit dan terbatas. Dari sini industri kretek selanjutnya terus mengalami pasang surut dan dinamika yang berliku-liku hingga detik ini.
 
Hal ini menunjukkan bahwa kretek dalam diri manusia Indonesia sudah begitu melekat dan sulit dipisahkan. Karenanya tidak diragukan lagi, bahwa kretek merupakan unsur tradisi penting dalam masyarakat Indonesia.
***
 
*) Udin Badruddin, seorang santri dari Kudus yang kini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).
https://bolehmerokok.com/2019/10/pramoedya-ananta-toer-dan-mark-hanusz-bicara-kretek/

Catatan terkait: http://sastra-indonesia.com/2020/04/di-balik-kampanye-anti-rokok-kretek-internasional/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar