Prasetyo Agung
Ceknricek.com, 20 Juni 2019
Mendung memayungi dunia sastra Indonesia ketika seorang penerjemah
ulung yang mumpuni di bidangnya, mengembuskan nafas terakhir tepat pada tanggal
hari ini, tiga tahun lalu, 20 Juni 2016. Ia adalah Ali Audah. Semasa hidup,
almarhum telah menerjemahkan berbagai karya dunia untuk pembaca di Indonesia.
Ali Audah, seorang penerjemah yang dikenal dengan
spesialisasinya menerjemahkan karya-karya sastra Timur Tengah, sekaligus
penulis konkordasi Al-Quran. Sumbangsihnya untuk ladang kebudayaan Indonesia
tentunya tidak dapat dilupakan, bahkan hingga hari ini.
Tidak Makan Sekolahan
Suatu hari, tahun 1930-an, pada zaman kolonlisme Belanda
masih mengangkangi bumi Nusantara, di Bondowoso, Jawa Timur, seorang anak kecil
berusia 6 tahun bolos sekolah. Ia lalu asyik bermain gundu bersama teman-temannya,
sambil mencoret-coret tanah hingga sesekali menggumamkan huruf-huruf latin.
Lain waktu, pada saat musim angin pasang di sore hari, ia
akan pergi ke sawah sambil menyeruti batang bambu untuk dibuat layang-layang.
Ketika keringat di bajunya lengket di badan, ia akan segera mandi di kali tak
jauh dari sawah tersebut.
Lelaki berperawakan sedang dengan tahi lalat di dagunya
itu Ali Audah kecil. Ia lahir dari pasutri Salim Audah dan Aisyah Jubran pada
14 Juli 1924. Ali kecil memang terkenal bandel. Ia bahkan pernah dikerangkeng,
dan sering membolos sekolah sampai di hari tuanya.
Mungkin tidak berpikir bahwa ‘kebengalannya’ yang
diimbangi dengan melahap berbagai macam bacaan, membuatnya jatuh cinta pada
kata-kata dan memilih hidup menjadi penerjemah. “Saya baca apa saja, mulai dari
kertas koran pembungkus kue atau gula pasir, sampai majalah bekas dan buku-buku
pelajaran atau bacaan anak-anak sekolah kawan sepermainan,” tuturnya.
Membaca riwayat hidup dari penerjemah ‘Lorong Midaq’
karya peraih nobel sastra Naguib Mahfouz ini, pembaca memang bisa
mengeleng-gelengkan kepala. Bagaimana tidak, tamat Ibtidaiyah pun tidak, namun mampu
menguasai berbagai bahasa asing dan menjadi pembantu rektor sebuah perguruan
tinggi.
Dari tangannya yang dingin lahir banyak terjemahan yang
bernas, seperti: Sejarah Hidup Muhammad, karya Muhammad Husain Haikal; Abu
Bakar as-Siddiq, Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah
Islam Sepeninggal Nabi, dan masih banyak lagi. Namun yang menjadi masterpiece-nya
tentu saja; Konkordansi Qur’an, Panduan Kata dalam Mencari Ayat Qur’an yang
sangat bermanfaat bagi orang awam.
Jatuh Cinta Pada Sastra
Ali mengaku lupa mengapa ia tertarik dan jatuh cinta
kepada karya sastra. Yang dia ingat
bacaan pertama kali dibaca antara lain karya pengarang Merajoe Soekma
dari Banjarmasin. Di usia remaja, di Bondowoso, Jawa Timur, mula-mula ia gemar
melukis. Belakangan menulis puisi dan naskah drama.
Pada tahun 1940-an, ia mendapat hadiah pertama dan kedua
dalam lomba menulis puisi dan drama se-Jawa Timur. Dan untuk pertama kali,
puisinya dimuat di majalah Sastrawan, Malang, di awal revolusi. Karena tertarik
pada karya-karya pengarang Muhammad Dimjati, ia pun berusaha mencari dan
berkenalan dengan wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal di tahun 1950-an
itu di Solo.
“Saya banyak belajar dan mendapat dorongan semangat dari
Pak Dim yang tinggal di sebuah rumah sederhana di perkampungan batik di
Laweyan,” tuturnya lagi. Ia pun lantas menetap di Solo. Namun, barangkali
lantaran mendambakan suasana tenang dan sejuk untuk menulis, maka di awal
1950-an ia pindah ke Bogor, Jawa Barat.
Di sanalah Ali Audah sampai akhir hayatnya hanya hidup
dari menulis, dan “berkantor” di rumahnya. Sejak itu, dari tangannya meluncur
sejumlah karya berupa cerita pendek, esai, kritik sastra, beberapa artikel
mengenai berbagai masalah kebudayaan dan kesenian. Ia juga menerjemahkan
karya-karya sastra dan buku-buku agama karya para sastrawan dan penulis
terkenal sebagaimana dikemukakan di atas.
Sapardi, menuliskan di majalah Tempo, sosok Ali Audah
sebagai orang yang diam dan tidak berapi-api. "Ia bukan pribadi yang
membuat repot karena 'bahasa'-nya sulit, tapi 'menerjemahkan'-nya ke dalam
sebuah tulisan ringkas tidak mudah saya lakukan. Pak Ali--begitu saya memanggilnya--menunjukkan
sikap yang tidak pernah berlebihan: cara bicaranya, gerak-geriknya, tatapan
matanya, dan pokok pembicaraannya tidak menimbulkan rasa kikuk.”
Ali Audah Berbicara Terjemahan
Bagi Ali Audah, terjemahan yang baik adalah yang
tengah-tengah tanpa mengurangi gaya asli pengarang. Artinya, tidak verbatim
atau harfiah, juga tidak parafrase atau terlalu bebas. Lebih baik lagi jika
gaya si pengarang bisa diambil.
Namun, bagi sebagian orang yang tak paham, pengambilan
gaya si pengarang kerap dianggap harfiah alias terjemahan plek. Lebih lanjut ia
menerangkan, terjemahan verbatim atau harfiah adalah jenis terjemahan yang
buruk karena kerap menghamparkan teks yang justru sulit bahkan tidak dapat
dimengerti.
Sementara terjemahan parafrase adalah bentuk
ketidakberdayaan penerjemah. Karena menurutnya, si penerjemah tidak bisa
menangkap pikiran sang pengarang, tidak bisa menangkap bahasanya, sehingga si
penerjemah menuliskan pikirannya sendiri.
“Kalau terjemahan itu (kita) cocokkan dengan aslinya,
tidak bisa dilacak. Penerjemah bikin kalimat sendiri, paragraf sendiri, dan
seterusnya. Ini sangat berbahaya, karena konsep, pikiran dan gaya--bahkan
nuansa pikiran pengarang--tidak bisa ditangkap dan diungkapkan,” terangnya,
dikutip dari catatan wartawan Tempo, Budiman S. Hartoyo.
Kepada penerjemah yang mengalami kesulitan seperti itu,
Ali Audah mewanti-wanti untuk berhati-hati agar tidak menambal terjemahannya
dengan kalimat bikinannya sendiri, karena hal itu bisa sangat berbahaya, hingga
mengakibatkan nuansa pikiran pengarang tidak bisa diungkapkan. Lebih lanjut ia meyarankan untuk mengatasinya
dengan catatan kaki, misalnya begini. “Kalimat atau alinea yang ini sulit
diterjemahkan, dan inilah terjemahan yang paling mendekati.”
Seorang penerjemah, menurut Ali, juga tidak bisa
menerjemahkan karya ilmiah atau agama hanya dengan mengandalkan ensiklopedia
atau kamus. Ia juga harus menggunakan buku-buku referensi. Kalau tidak, ia
khawatir terjemahan itu meleset.
“Untuk menerjemahkan buku sejarah, dia harus membaca pula
buku sejarah karya pengarang lain. Kalau menerjemahkan buku biografi, ia harus
membaca biografi lain. Dia tidak bisa ingin cepat-cepat selesai menerjemahkan
hingga terburu-buru. Sedang untuk menerjemahkan novel, harus dilihat pula latar
belakang budayanya,” tutupnya.
Akhir Hayat Sang Penerjemah
Sembilan tahun setelah Budiman S. Hartoyo melakukan
wawancara dengan Ali Audah, pada tanggal hari ini, 20 Juni 2016, ia
"menerjemahkan" diri dan nasib di guratan-guratan tangannya. Ali,
sastrawan dan penerjemah karya sastra itu wafat dalam usia 93 tahun, di
rumahnya di kawasan Bogor, Jawa Barat.
Dunia sastra Indonesia kehilangan sakah seorang tokoh
terbaiknya.
“Hari ini kita bersama-sama menundukkan wajah dan
membungkukkan badan di hadapan beliau Bapak Ali Audah. Saya pribadi, kalau
boleh jujur mempraktikkannya, tidak akan menundukkan wajah, melainkan menutupi
wajah, karena rasa malu yang mendalam kepada beliau. Saya juga tidak akan
membungkukkan badan, melainkan melarikan diri dan bersembunyi, karena rasa tak
berharga di hadapan beliau," ungkap Budayawan Emha Ainun Nadjib di dalam
salah satu esainya.
Meski terkesan
mengglorifikasi, tapi kiranya ungkapan Emha itu sah-sah saja dialamatkan kepada
Ali Audah yang sepanjang hayatnya “mengimani” terjemahan sebagai sebuah pokok
yang rumit. Almarhum mengerjakannya sepenuh dedikasi untuk pembaca karya sastra
di Indonesia.
***
https://ceknricek.com/a/mengenang-ali-audah-cahaya-terang-di-langit-penerjemah/6517
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rifqi Hidayat
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Hopid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agusri Junaidi
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Andhika Mappasomba
Andi Achdian
Andrenaline Katarsis
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Aprinus Salam
Arafat Nur
Ardy Kresna Crenata
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Wibowo
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Aryadi Mellas
Aryo Bhawono
Asap Studio
Asarpin
Asep Rahmat Hidayat
Asep Sambodja
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Kempling
Bambang Soebendo
Banjir Bandang
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Gibran Ramadhan
D. Zawawi Imron
D.N. Aidit
Daisy Priyanti
Dandy Bayu Bramasta
Daniel Dhakidae
Dareen Tatour
Dea Anugrah
Dedy Sufriadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Sartika
Dhanu Priyo Prabowo
Dharmadi
Diah Budiana
Dian Hartati
Didin Tulus
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Pranoto
Echa Panrita Lopi
Eddi Koben
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Faizin
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erlina P. Lestari
Erwin Dariyanto
Esai
Esti Ambirati
Evi Idawati
Evi Sefiani
F. Daus AR
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fandy Hutari
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Faza Bina Al-Alim
Felix K. Nesi
Ferdian Ananda Majni
Fian Firatmaja
Gampang Prawoto
Gema Erika Nugroho
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Gus Noy
H.B. Jassin
Hairus Salim
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hari Murti
Haris Firdaus
Harry Aveling
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HE. Benyamine
Hendri Yetus Siswono
Herman Syahara
Hermien Y. Kleden
Holy Adib
Huda S Noor
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Humam S Chudori
Husni Hamisi
I G.G. Maha Adi
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
Idealisa Masyrafina
Idrus
Ignas Kleden
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilham
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Irfan Sholeh Fauzi
Isbedy Stiawan Z.S.
J.J. Kusni
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jansen H. Sinamo
Joni Ariadinata
K.H. Bisri Syansuri
K.H. M. Najib Muhammad
Kahfi Ananda Giatama
Kahfie Nazaruddin
Kho Ping Hoo
Kika Dhersy Putri
Kitab Para Malaikat
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kuswinarto
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Lesbumi Yogyakarta
Lily Yulianti Farid
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
Luwu Utara
M. Aan Mansyur
M. Faizi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majene
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mamasa
Mamuju
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Masamba
Mashuri
Media KAMA_PO
Melani Budianta
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Afifi
Mohammad Yamin
Much. Khoiri
Muhammad Fauzi
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Ridwan
Muhammad Subarkah
Muhammad Walidin
Muhammad Yasir
Muhyiddin
Mukhsin Amar
Munawir Aziz
Musa Ismail
Mustamin Almandary
N Teguh Prasetyo
Nadine Gordimer
Nara Ahirullah
Nelson Alwi
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nugroho Sukmanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Asyhadie
Nurul Komariyah
Ocehan
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pamela Allen
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pelukis
Pendidikan
Penggalangan Dana
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Polewali
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Salafiyah Karossa
Pramoedya Ananta Toer
Pramuka
Prasetyo Agung
Pringadi AS
Pringgo HR
Priska
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puput Amiranti N
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Riadi Ngasiran
Rian Harahap
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Riki Fernando
Rofiqi Hasan
Ronny Agustinus
Rozi Kembara
Rusydi Zamzami
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Saini K.M.
Sajak
Salman Rusydie Anwar
Salman S Yoga
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sapto Hoedojo
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Seni Rupa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirajudin
Siswoyo
Sitok Srengenge
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia
Sosiawan Leak
Sukitman
Sulawesi Selatan
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suriali Andi Kustomo
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syamsudin Noer Moenadi
Syihabuddin Qalyubi
Syu’bah Asa
Tari Bamba Manurung
Tari Bulu Londong
Tari Ma’Bundu
Tari Mappande Banua
Tari Patuddu
Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Toerang Batu
Tata Chacha
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teddi Muhtadin
Teguh Setiawan Pinang
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tito Sianipar
Tjahjono Widijanto
Toeti Heraty
Tosiani
Tri Wahono
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
UU Hamidy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wan Anwar
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono
Wicaksono Adi
Wilson Nadeak
Wisata
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yopie Setia Umbara
Yosephine Maryati
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yurnaldi
Zamakhsyari Abrar
No comments:
Post a Comment