Thursday, November 12, 2020

Ali Audah; Cahaya Terang di Langit Penerjemah

Prasetyo Agung
Ceknricek.com, 20 Juni 2019
 
Mendung memayungi dunia sastra Indonesia ketika seorang penerjemah ulung yang mumpuni di bidangnya, mengembuskan nafas terakhir tepat pada tanggal hari ini, tiga tahun lalu, 20 Juni 2016. Ia adalah Ali Audah. Semasa hidup, almarhum telah menerjemahkan berbagai karya dunia untuk pembaca di Indonesia.
 
Ali Audah, seorang penerjemah yang dikenal dengan spesialisasinya menerjemahkan karya-karya sastra Timur Tengah, sekaligus penulis konkordasi Al-Quran. Sumbangsihnya untuk ladang kebudayaan Indonesia tentunya tidak dapat dilupakan, bahkan hingga hari ini.
 
Tidak Makan Sekolahan
 
Suatu hari, tahun 1930-an, pada zaman kolonlisme Belanda masih mengangkangi bumi Nusantara, di Bondowoso, Jawa Timur, seorang anak kecil berusia 6 tahun bolos sekolah. Ia lalu asyik bermain gundu bersama teman-temannya, sambil mencoret-coret tanah hingga sesekali menggumamkan huruf-huruf latin.
 
Lain waktu, pada saat musim angin pasang di sore hari, ia akan pergi ke sawah sambil menyeruti batang bambu untuk dibuat layang-layang. Ketika keringat di bajunya lengket di badan, ia akan segera mandi di kali tak jauh dari sawah tersebut.
 
Lelaki berperawakan sedang dengan tahi lalat di dagunya itu Ali Audah kecil. Ia lahir dari pasutri Salim Audah dan Aisyah Jubran pada 14 Juli 1924. Ali kecil memang terkenal bandel. Ia bahkan pernah dikerangkeng, dan sering membolos sekolah sampai di hari tuanya.
 
Mungkin tidak berpikir bahwa ‘kebengalannya’ yang diimbangi dengan melahap berbagai macam bacaan, membuatnya jatuh cinta pada kata-kata dan memilih hidup menjadi penerjemah. “Saya baca apa saja, mulai dari kertas koran pembungkus kue atau gula pasir, sampai majalah bekas dan buku-buku pelajaran atau bacaan anak-anak sekolah kawan sepermainan,” tuturnya.
 
Membaca riwayat hidup dari penerjemah ‘Lorong Midaq’ karya peraih nobel sastra Naguib Mahfouz ini, pembaca memang bisa mengeleng-gelengkan kepala. Bagaimana tidak, tamat Ibtidaiyah pun tidak, namun mampu menguasai berbagai bahasa asing dan menjadi pembantu rektor sebuah perguruan tinggi.
 
Dari tangannya yang dingin lahir banyak terjemahan yang bernas, seperti: Sejarah Hidup Muhammad, karya Muhammad Husain Haikal; Abu Bakar as-Siddiq, Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi, dan masih banyak lagi. Namun yang menjadi masterpiece-nya tentu saja; Konkordansi Qur’an, Panduan Kata dalam Mencari Ayat Qur’an yang sangat bermanfaat bagi orang awam.
 
Jatuh Cinta Pada Sastra
 
Ali mengaku lupa mengapa ia tertarik dan jatuh cinta kepada karya sastra. Yang dia ingat  bacaan pertama kali dibaca antara lain karya pengarang Merajoe Soekma dari Banjarmasin. Di usia remaja, di Bondowoso, Jawa Timur, mula-mula ia gemar melukis. Belakangan menulis puisi dan naskah drama.
 
Pada tahun 1940-an, ia mendapat hadiah pertama dan kedua dalam lomba menulis puisi dan drama se-Jawa Timur. Dan untuk pertama kali, puisinya dimuat di majalah Sastrawan, Malang, di awal revolusi. Karena tertarik pada karya-karya pengarang Muhammad Dimjati, ia pun berusaha mencari dan berkenalan dengan wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal di tahun 1950-an itu di Solo.
 
“Saya banyak belajar dan mendapat dorongan semangat dari Pak Dim yang tinggal di sebuah rumah sederhana di perkampungan batik di Laweyan,” tuturnya lagi. Ia pun lantas menetap di Solo. Namun, barangkali lantaran mendambakan suasana tenang dan sejuk untuk menulis, maka di awal 1950-an ia pindah ke Bogor, Jawa Barat.
 
Di sanalah Ali Audah sampai akhir hayatnya hanya hidup dari menulis, dan “berkantor” di rumahnya. Sejak itu, dari tangannya meluncur sejumlah karya berupa cerita pendek, esai, kritik sastra, beberapa artikel mengenai berbagai masalah kebudayaan dan kesenian. Ia juga menerjemahkan karya-karya sastra dan buku-buku agama karya para sastrawan dan penulis terkenal sebagaimana dikemukakan di atas.
 
Sapardi, menuliskan di majalah Tempo, sosok Ali Audah sebagai orang yang diam dan tidak berapi-api. "Ia bukan pribadi yang membuat repot karena 'bahasa'-nya sulit, tapi 'menerjemahkan'-nya ke dalam sebuah tulisan ringkas tidak mudah saya lakukan. Pak Ali--begitu saya memanggilnya--menunjukkan sikap yang tidak pernah berlebihan: cara bicaranya, gerak-geriknya, tatapan matanya, dan pokok pembicaraannya tidak menimbulkan rasa kikuk.”
 
Ali Audah Berbicara Terjemahan
 
Bagi Ali Audah, terjemahan yang baik adalah yang tengah-tengah tanpa mengurangi gaya asli pengarang. Artinya, tidak verbatim atau harfiah, juga tidak parafrase atau terlalu bebas. Lebih baik lagi jika gaya si pengarang bisa diambil.
 
Namun, bagi sebagian orang yang tak paham, pengambilan gaya si pengarang kerap dianggap harfiah alias terjemahan plek. Lebih lanjut ia menerangkan, terjemahan verbatim atau harfiah adalah jenis terjemahan yang buruk karena kerap menghamparkan teks yang justru sulit bahkan tidak dapat dimengerti.
 
Sementara terjemahan parafrase adalah bentuk ketidakberdayaan penerjemah. Karena menurutnya, si penerjemah tidak bisa menangkap pikiran sang pengarang, tidak bisa menangkap bahasanya, sehingga si penerjemah menuliskan pikirannya sendiri.
 
“Kalau terjemahan itu (kita) cocokkan dengan aslinya, tidak bisa dilacak. Penerjemah bikin kalimat sendiri, paragraf sendiri, dan seterusnya. Ini sangat berbahaya, karena konsep, pikiran dan gaya--bahkan nuansa pikiran pengarang--tidak bisa ditangkap dan diungkapkan,” terangnya, dikutip dari catatan wartawan Tempo, Budiman S. Hartoyo.
 
Kepada penerjemah yang mengalami kesulitan seperti itu, Ali Audah mewanti-wanti untuk berhati-hati agar tidak menambal terjemahannya dengan kalimat bikinannya sendiri, karena hal itu bisa sangat berbahaya, hingga mengakibatkan nuansa pikiran pengarang tidak bisa diungkapkan.  Lebih lanjut ia meyarankan untuk mengatasinya dengan catatan kaki, misalnya begini. “Kalimat atau alinea yang ini sulit diterjemahkan, dan inilah terjemahan yang paling mendekati.”
 
Seorang penerjemah, menurut Ali, juga tidak bisa menerjemahkan karya ilmiah atau agama hanya dengan mengandalkan ensiklopedia atau kamus. Ia juga harus menggunakan buku-buku referensi. Kalau tidak, ia khawatir terjemahan itu meleset.
 
“Untuk menerjemahkan buku sejarah, dia harus membaca pula buku sejarah karya pengarang lain. Kalau menerjemahkan buku biografi, ia harus membaca biografi lain. Dia tidak bisa ingin cepat-cepat selesai menerjemahkan hingga terburu-buru. Sedang untuk menerjemahkan novel, harus dilihat pula latar belakang budayanya,” tutupnya.
 
Akhir Hayat Sang Penerjemah
 
Sembilan tahun setelah Budiman S. Hartoyo melakukan wawancara dengan Ali Audah, pada tanggal hari ini, 20 Juni 2016, ia "menerjemahkan" diri dan nasib di guratan-guratan tangannya. Ali, sastrawan dan penerjemah karya sastra itu wafat dalam usia 93 tahun, di rumahnya di kawasan Bogor, Jawa Barat.
 
Dunia sastra Indonesia kehilangan sakah seorang tokoh terbaiknya.
 
“Hari ini kita bersama-sama menundukkan wajah dan membungkukkan badan di hadapan beliau Bapak Ali Audah. Saya pribadi, kalau boleh jujur mempraktikkannya, tidak akan menundukkan wajah, melainkan menutupi wajah, karena rasa malu yang mendalam kepada beliau. Saya juga tidak akan membungkukkan badan, melainkan melarikan diri dan bersembunyi, karena rasa tak berharga di hadapan beliau," ungkap Budayawan Emha Ainun Nadjib di dalam salah satu esainya.
 
Meski terkesan mengglorifikasi, tapi kiranya ungkapan Emha itu sah-sah saja dialamatkan kepada Ali Audah yang sepanjang hayatnya “mengimani” terjemahan sebagai sebuah pokok yang rumit. Almarhum mengerjakannya sepenuh dedikasi untuk pembaca karya sastra di Indonesia.
***
https://ceknricek.com/a/mengenang-ali-audah-cahaya-terang-di-langit-penerjemah/6517

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar