Monday, July 27, 2020

Gaza, Dunia di Rembang Petang

Otto Sukatno CR *
kr.co.id

DUNIA ini notabene dihuni sekitar tiga miliar manusia. 12 Juta di antara dari mereka-kurang dari setengah persen-diklasifikasi sebagai bangsa Yahudi (Israel). Secara statistik, mereka sebenarnya hampir tidak teramati. Tetapi bangsa Israel justru betul-betul dikenal, di luar proporsi dengan jumlah mereka yang kecil. Tak kurang dari 12 persen dari semua hadiah Nobel di dalam bidang fisika, kimia dan kedokteran telah jatuh ke tangan orang-orang Israel. Kontribusi Israel pada daftar nama-nama besar dunia di bidang agama, sains, sastra, musik, keuangan, dan filsafat amat mencengangkan.

Sederet nama-nama besar dan dimuliakan dunia juga telah dihasilkan bangsa ini. Semisal Karl Marx, yang dengan Das Kapitalnya yang legendaries. Albert Einstein, matematikawan paling kesohor hingga saat ini, yang menghantarkan kita ke zaman atom dan membuka jalan bagi manusia menapakkan kakinya di bulan, adalah berkat teorinya. Sigmund Freud, dengan psikoanalisanya, telah merevolusi pikiran manusia tentang dirinya sendiri, serta tentang hubungan antara pikiran materi. Tak ketinggalan Baruch Spinoza, yang membebaskan filsafat dari mistisisme dan membuka jalan bagi rasionalitas sains modern, adalah bukti luar biasa kehebatan anak-anak Israel.

Yang pasti, bangsa Israel memang sudah menyita perhatian dunia sejak zaman dahulu. Yakni sejak pada suatu hari, 4.000 tahun silam, ketika seorang laki-laki bernama Abraham (Ibrahim) mengalami perjumpaan dengan Tuhan, dan memperkenalkan diri sebagai Yahwe (Jehovah), yang merupakan awal dialog Yahudi dengan Tuhan. Lewat tradisi Ibrahim kita mengenal tradisi (agama) semetik terbesar di dunia (Yahudi, Nasrani dan Islam). Sehingga banyak ajaran Ibrahim sampai sekarang masih tetap lestari. Baik dalam tradisi Yahudi, Nasrani maupun Islam. Hari raya terbesar dalam Islam, (Idul Adha), tak lebih ubahnya napak tilas kisah (tradisi) Ibrahim. Bahkan Masjidil Haram (Ka'bah) dan Masjidil Aqsa-dua nama masjid yang ditulis dalam Alquran--notabene pertama juga dibangun Ibrahim. Ironisnya, prestasi besar itu, dewasa ini sangat paradoks dengan perilakunya. Invasinya yang membabi-buta ke Jalur Gaza dewasa ini, sungguh merupakan ironis sejarah dan kemanusiaan yang tak terlupakan. Ia tak ubahnya Hitler dengan Nazi-nya.

Sehingga dari sudut pandang apapun, agresi biadab Israel ke jalur Gaza, adalah kejahatan sejarah, peradaban dan kemanusiaan yang tak terperikan. Terlebih jika dipandang dari sudut agama dan kemanusiaan. Kejahatan Israel atas penduduk sipil -utamanya perempuan dan anak-anak -- adalah bentuk kejahatan sempurna, lebih dari kejahatan yang pernah dilakukan iblis sekalipun. Sekeji-kejinya iblis, makhluk yang notabene karena kejahatannya distigmakan bakal menjadi penghuni neraka jahanam, dalam catatan sejarah, tak pernah membantai orang sedemikian masif dan sistemik demikian.

Maka manakala mengkaji konsep, setan (iblis) dalam pandangan Islam yang notabene terdiri dari jin dan manusia, perilaku biadab Israel tak ubahnya ikon langsung tak langsung dari iblis yang senyatanya. Yakni iblis yang berasal dari golongan manusia itu. Hanya orang-orang yang sakit jiwanya (skyzofrenia) saja yang mampu mentolerir tindakan biadab yang ada di depan mata itu, yang hingga hari ke-19 belas telah menewaskan nyawa mendekati angka seribu jiwa. Sementara lima ribuan lainnya harus menderita luka-luka dan cacat secara permamen. Sebuah angka fantastis dari tindakan keji bangsa manusia yang hampir menyamai angka kurban bencana alam misalnya Gempa Yogya-Jateng pada 27 Mei 2006. Sehingga orang waras, bahkan yang ateistik sekalipun, akal sehatnya tentu tidak akan mampu mencerna tindakan pembantaian ribuan jiwa manusia yang bersifat permanen dan sistemik tersebut.

Untuk itu, hemat kami menghadapi tindakan keji demikian, kita harus mengubah paradigma tentang bantuan yang hendak kita berikan. Jika selama ini kita terpikir untuk segera menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obat serta sarana dan prasarana vital lainnya ke Jalur Gaza. Paradigma dunia mestinya diubah. Yakni hentikan dahulu peperangan. Kalau perlu dengan segala cara. Barulah jika perang berhenti, kita memberikan bantuan kemanusiaan tersebut. Sekaligus melakukan renovasi dan rekonstruksi dan rehabilitasi kemanusiaan serta kebudayaan.

Sebab jika paradigma dunia tidak segera diubah, Israel toh, nyata-nyata telah gelap mata. Karena bangsa Israel, pada dasarnya bangsa yang skyzofrenia, mereka meyakini sebagai bangsa "pilihan Tuhan", Mereka merasa, menjadi pewaris sah dunia. Sehingga bangsa atau orang-orang lain, dianggap tak layak hidup dan menghuni dunia yang telah mereka warisi. Karena watak skyzofrenianya ini, bangsa Israel, seakan bisa berbuat apa saja, yang menurut mereka benar, sehingga mereka akan meremehkan siapa saja. Kecuali mitra bebuyutannya yang selama ini terus menyokongnya. Yakni Amerika. Sehingga resolusi PBB sekalipun tak digubrisnya.

Maka menghadapi watak demikian, satu-satunya cara hanyalah berbuat yang serupa, Yakni sebagaimana seruan Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad, dengan kekuatan senjata. Hanya saja, jika hal itu terjadi, maka masa depan dunia akan benar-benar di rembang petang. Perang dunia ketiga seperti sudah berada di depan mata. Apalagi jika, niat mereka didasari atas nama motif agama. Dan Wilayah Palestina, yang diyakini menjadi ikon suci dari tiga Agama Semit, sangat memungkinkan sekali untuk itu.

Maka jika perang itu dianggap sebagai perang agama, kejadiannya pasti akan lebih dahsyat dari apa yang kita kira. Sebab sebagaimana diungkap Roger Shinn, Profesor etika sosial, Union Theological New York, "perang atas nama agama cenderung lebih ganas. Jika orang memperebutkan suatu daerah untuk kepentingan ekonomi, mereka akan mencapai suatu titik dimana pertempuran dianggap merugikan dibanding biayanya dan kemudian berkompromi. Jika penyebabnya adalah agama, kompromi dan perdamaian dianggap suatu kejahatan"

Senada dengan Shinn adalah apa yang diungkap oleh Blaise Pascal (1623-62), menyatakan bahwa "manusia tidak pernah melakukan kejahatan dengan begitu utuh dan penuh sukacita seperti bila mereka melakukannya karena keyakinan agama". Sebab "manusia akan bergumul demi agama, menulis demi itu, bertempur demi itu, mati demi itu; berbuat apa saja kecuali hidup demi itu... apabila agama yang sejati mencegah suatu kejahatan, agama-agama palsu membuat dalih untuk ribuan kejahatan" Ungkap Charles Caleb Colton. Padahal menurut sejarawan Inggris Arnold Toynbee, menyatakan bahwa "tujuan yang sebenarnya dari agama lebih luhur adalah untuk menyebarkan nasihat-nasihat rohani dan kebenaran yang menjadi dasarnya kepada sebanyak mungkin jiwa yang dapat dicapainya, agar setiap jiwa tersebut mampu memenuhi tujuan manusia yang sesungguhnya. Tujuan manusia yang sesungguhnya adalah memuliakan Allah dan memiliki Dia selama-lamanya"

Persoalannya, jika Israel terus saja berbuat nekat, maka aras ke arah perang agama itu, buka hal yang mustahil. Meski menurut hemat saya, motif utama invasi Israel, bukanlah motif agama. Yakni bentuk dari kefrustrasian para pemimpin Amerika-sekutu utama Israel-dalam menghadapi krisis ekonominya yang kian akut. Sehingga bentuk kefrustrasian itu dialihkan dengan perang, dengan harapan untuk mendongkrak kembali harga minyak yang kian terpuruk, serta sekaligus produksi persenjataan mereka menjadi laku. Itulah sebabnya, untuk tidak memperkeruh masalah setiap bangsa, juga siapapun-utamanya para pemimpin-- harus sangat arif dan hati-hati menghadapi masalah ini, sambil tetap mencari cara, bagaimana membuat Israel jera dan menghentikan kejahatannya.

*) Penyair dan Pemerhati Sosial, Budaya dan Ketimuran.

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar