Thursday, August 26, 2021

Puitika Tubuh dan Kuburan

 
Djoko Saryono *
 
Penyair Binhad Nurrohmat terbilang kreatif dan produktif mencipta dan memublikasikan puisi. Dalam beberapa tahun belakangan dia sudah meluncurkan 6 buku puisi. Pada tahun kedua pandemi dia memublikasikan antologi Tahta Sungkawa, setelah sebelumnya antologi Kuil Nietsche dan Dari Selatan Pyongyang (pada tahun pertama pandemi). Sebelumnya lagi, pada tahun 2019, dia mempersembahkan dua antologi berjudul Kuburan Imperium dan Nisan Annemarie. Sebelum itu dia juga menerbitkan Kwatrin Ringin Contong. Antologi Bau Betina dan Kuda Ranjang sudah terbit pada paruh pertama dekade pertama Abad XXI. Jadi, dalam rentang 20 tahun Binhad menelurkan tujuh antologi puisi.
 
Seperti terlihat dalam tujuh antologi puisinya, Binhad fokus secara konsisten (dan kafah he he he kata apa ini?) pada pokok persoalan dan tema besar tubuh dan kuburan. Tampaknya kepenyairan Binhad diabdikan dan difokuskan untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi tubuh dan kuburan dalam berbagai dimensi, fase, ruang, dan kondisi serta ekosistem hidup. Binhad sedang mengerjakan proyek tubuh dan kuburan dengan puisi-puisinya. Tak ayal, Binhad layaknya pengagum eh pencandra tubuh sekaligus juru kunci kuburan manusia (soalnya dia belum mencipta dan menerbitkan kuburan kucing atau anjing hee). Puisi-puisi Binhad pun seolah-olah dihajatkan untuk menawarkan puitika ketubuhan sebelum dan sesudah di kuburan.
 
Dalam antologi Bau Betina dan Kuda Ranjang yang terbit saat muda, Binhad menggerayangi eh mengelaborasi tubuh yang muda, mekar, dan menggairahkan. Dia melihat tubuh yang kuat dan merangsang sehingga memilih diksi betina dan kuda ranjang dalam judul antologi. Dua antologi tersebut merupakan evokasi birahi tubuh manusia yang masih jauh dari kematian, sebaliknya masih lekat dengan hasrat ketubuhan dan pacuan ranjang. Dengan diksi-diksi kuat dan metafor-metafor hewani Binhad mengendus segenap polah tubuh yang betina dan berkategori kuda.
 
Pergeseran obsesi dan orientasi terjadi saat dia meluncurkan antologi Kuburan Imperium dan Nisan Annemarie. Dalam dua antologi ini kita tak menjumpai lagi tubuh yang betina atau jantan dengan kekuatan kuda dan permainan ranjang. Ruang tubuh tak lagi di ranjang. Di sini kita malah bersua tubuh-tubuh yang sudah ditinggal nyawa atau jiwa. Tubuh-tubuh itu berada di ruang bernama kuburan bertanda nisan atau tidak. Bak juru kunci makam, dalam tiap puisi (di antologi ini) Binhad mengajak pembaca melancong ke rupa-rupa kuburan sesuai dengan tradisi dan adat kelompok manusia memperlakukan dan menyikapi tubuh yang sudah terbaring di kuburan. Puisi-puisinya dalam dua antologi tersebut bagaikan gebyar karnaval pelbagai macam kuburan yang dihuni tubuh yang berpisah nyawa.
 
Obsesi dan orientasi kepenyairan Binhad  tiba-tiba terasa menikung tajam (bak pebalap Vallentino Rossi) ketika menerbitkan antologi Dari Selatan Pyongyang. Meskipun puisi-puisi dalam antologi ini sudah lama dicipta, namun momentum publikasinya bagaikan interlude sebuah pawai tubuh di kuburan. Semacam jeda dari "kenduri" tubuh di kuburan. Tapi Binhad tak berpaling dari tubuh di kuburan. Selang tak lama, beredarlah Kuil Neitsche yang bagaikan tikungan balik, menyudahi interlude puitika Binhad. Dalam Kuil Neitsche kembali Binhad merayakan tubuh dan kuburan dengan diksi dan imajinasi berbeda dengan antologi yang lalu. Di sini Binhad terus melancong jauh untuk mengelaborasi kemungkinan puitik tubuh dan kuburan di berbagai ruang lain.
 
Saat pandemi masuk tahun kedua Binhad menggeber antologi Tahta Sungkawa. Dalam antologi ini Binhad seperti mengungkapkan testimoni tubuh-tubuh dan kuburan manusia di tengah kepungan pandemi. Di sini Binhad tak bicara tubuh mati di kuburan, tapi juga tubuh hidup di dunia pandemik. Bagaimana tubuh berjiwa dihempas pandemi, bagaimana tubuh terpisah nyawa disebabkan pandemi, dan bagaimana tubuh mati di kuburan karena dikeramus oleh pandemi dieloborasi oleh Binhad dalam Tahta Sungkawa. Diksi, gaya, metafor, dan imajinasi puisi di antologi tampak lebih gemetar dan gentar, tak liar seperti dalam Bau Betina dan Kuda Ranjang. Wajar saja, pasalnya Binhad mengelaborasi hayat manusia yang begitu tak berharga, ajal yang tampak tak semena-mena pada hidup manusia, nyawa yang tercerabut dari tubuh yang belum saatnya, dan arwah yang masih harus terlibat sebagai saksi urusan pandemi di dunia. Di sini filsafat sempoyongan, pengetahuan kebingungan, dan ilmu tampak tumpul, hanya spiritualitas dan supranaturalitas bisa membantu memberi sedikit jawaban. Tak ayal, Tahta Sungkawa bak requim kesedihan dan kegalauan tubuh hidup dan tubuh mati di bekapan pandemi. Binhad melukiskan secara puitik pandemi bak telah menjelma padang kurusetra dalam Baratayudha, tapi bukan meminjam tokoh wayang dan tempat-ruangnya, melainkan dengan mengusung pelbagai ruang dan tempat di dunia.
 
Hop! Stop! Capek, sampai di sini saja. Jemari sudah ingin menjepit cangkir kopi. Buat apa komen panjang-panjang puisi Binhad. Jelaslah tak so sweet. Lebih so sweet kalau bercanda tandas dengan Binhad. Bukankah dengan puisi-puisinya Binhad sedang mencandai tubuh dan kuburan? Dia memfanakan tubuh dan kuburan sebelum kemudian menyakralkannya dengan menautkannya pada kekuatan spiritual? Pokoknya, dengan proyeknya puitika tubuh dan kuburan, Binhad sedang mengajak kita menikmati karnaval tubuh yang libidinal, tubuh yang sosial-sekular, tubuh yang kosmis sampai tubuh yang spiritual. Binhad menjadi ahli geledah tubuh dan kuburan manusia. Pada Binhad tubuh dan kuburan bagaikan membikin pengakuan, yang diwadahi dalam puitika oleh Binhad. Lanjut...gas terus...proyek puitika tubuh dan kuburan ini Gus Binhad.
***

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional. http://sastra-indonesia.com/2021/08/puitika-tubuh-dan-kuburan/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar