Friday, July 30, 2021

Skandal Utang

Nugroho Sukmanto
Republika, 24 Juni 2007
 
Ujin orang pintar. Mungkin kelewat pintar, hingga sekarang menjadi buron. Ia sembunyi entah di mana, seperti juga Samsyul Nursalim, Samadikun Hartono dan Hendra Wijaya, yang santer diberitakan di surat kabar.
 
Mereka adalah bagian dari peserta "pesta BLBI" yang membuat miris setiap orang yang menatap jumlah yang telah dinikmati. Saat krisis, setelah kebijakan penjaminan dikeluarkan pemerintah, dalam tiga bulan saja, jumlahnya bertambah 300 triliun rupiah. Berarti setiap dua minggu bertambah lima puluh triliun. Menurut audit Putu Ary Suta, sejumlah 300 triliun dari kira-kira 600 triliun tidak memiliki dokumen pendukung yang memadai.
 
Angka itu tak akan sirna dengan sendirinya, tanpa keringat rakyat diperas untuk membayarnya. Bukannya hebat, tapi gila! Pantas kalau di Singapore saja, disinyalir ada sekitar 50 miliar dolar dana orang-orang Indonesia yang diparkir di lembaga-lembaga keuangan di sana.
 
Perusahaanku bukan perusahaan perbankan, dan hutang yang kulakukan semata-mata pinjam meminjam biasa, walaupun jumlah kewajibannya sangat besar dan akhirnya melampaui satu triliun rupiah.
 
Adalah Ujin yang menawarkan hutang itu, setelah anak buahnya mendapat usulan dari direktur keuangan perusahaanku. Dia yang menganggapku bodoh, karena tidak mau mengkonversikan hutang rupiah sebesar 150 miliar, berbunga dua puluh dua prosen, ke hutang dolar menjadi hanya 60 juta, yang hanya berbunga tujuh setengah prosen. Padahal proyek memiliki tagihan dalam bentuk dolar sebesar enam puluh tujuh juta, yang dengan sendirinya menjadi hedging.
 
Aku tetap berpendirian, karena semua hutang dan tagihan sifatnya jangka pendek, maka selisih bunga hanyalah tambahan biaya semata. Tetapi, begitu dikonversikan ke mata uang asing, risiko valas terbuka menganga. Dua kali kualami saat bekerja di Pembangunan Jaya. Tagihan dolar ternyata tidak dapat direalisasikan sepenuhnya. Karena, nilai rupiah yang terdevaluasi cukup tinggi, mengakibatkan kurs dolar sangat memberatkan untuk dijadikan patokan.
 
Alhamdulillah, keseluruhan hutang proyek sebesar 100 juta dolar akhirnya dapat kulunasi sepenuhnya, walaupun dengan pengorbanan sejumlah harta yang tak terkira besarnya. Setiap keliling Mega Kuningan, kawasan seluas 54 hektar yang selama 15 tahun kukembangkan, hanya dapat kupandangani bundaran seluas empat hektar, lahan strategis yang lepas dari pemilikan perusahaanku. Sebagian dibangun oleh Tan Kian yang juga pemilik Marriot Hotel, menjadi Ritz Carlton. Tiga perempat sisanya diambil Harjono dan Abie, yang dibiarkan tergeletak tak terjamah, menunggu bisnis properti menggeliat, baru akan dibangun.
 
Mereka tak tergesa mengembalikan investasinya, karena sama sekali tak dibebani hutang. Sementara, kepemilikan perusahaanku yang tinggal dua puluh prosen, ingin dilalapnya pula. Belum lagi lahan-lahan melayang, seperti yang sekarang dibangun Gunarso dan Sujono Barak Rimba menjadi apartemen Bellagio. Itu semua, dulu kuimpikan menjadi tabungan investasi jangka panjang, untuk mewarisi anak cucu dengan peninggalan berupa gedung-gedung megah pencakar langit. Yang tinggal sekarang, hanya Menara Anugrah, gedung perkantoran 25 lantai, yang masih dapat kupertahankan untuk disewakan jangka panjang.
 
Kalau dihitung-hitung, kerugian proyek akibat selisih kurs saja, tak kurang sebesar 750 miliar rupiah. Penyesalan tak pernah redup dari ingatan, menjadikan sebuah hikmah sebagai pengembang. Tetapi, aku masih bersyukur, mengamati lebih banyak kawan-kawan tersungkur.
 
Perusahaan saya menjadi kerdil, dan kemampuan mengembangkan investasi menyusut. Karenanya, nafsu ekspansi sementara kutunda, apalagi masih dicekam pengalaman traumatis dilibat hutang.
 
Namun, peluang-peluang menggiurkan membuatku terpancing lagi untuk menangani. Apalagi kalau ditawarkan dengan tanpa menyetor equity. Temanku, Otto, datang membawa proposal untuk mengambil alih lahan strategis di depan Hotel Aryaduta, milik PT Adhi Karya, yang sekarang sedang dalam kastodian Bank Mandiri.
 
Tanahnya, seluas 16.000 m2, dapat dibeli dengan hanya 50 miliar rupiah. Rasanya sangat menjanjikan. Agus, partnerku lainnya, bersedia menyediakan fasilitas kredit dari Bank BNI. Wah, kapan lagi dapat peluang seperti ini, pikirku.
 
Ketika membicarakaan pendanaan, Agus menghadirkan Sadek, teman lamaku, seorang bankir kawakan, didampingi Rivaldi Mokodompit, seorang fund manager.
"Seluruh fasilitas yang gua punya besarnya 25 juta dolat." Sadek mengawali pembicaraan.
"Elu ambil saja semua. Yang lima juta dolar elu pakai, sisanya transfer ke account bank gua di Bahama."
"Lu nggak usah khawatir, karena pinjaman itu di-back up dengan Standby LC, instrumen pembayaran setingkat Bank Garansi." "Kalau LC-nya bolong, gua dong yang akan dikejar mengembalikan seluruh pinjaman."
"Bank kan ngga bodoh. Mereka punya cara menilai keabsahan instrument pembayaran. Minimal lewat correspondent bank yang berperan meratifikasi. Kalau bodong, itu tanggung jawab mereka." "Tapi gua punya pengalaman pahit, Dek. Dulu gua punya tiga Bank Garansi dari BII dan BDNI yang nggak bisa dicairkan."
"Katakanlah begitu, ganti saja LC-nya dengan asset yang kita miliki. Asal elu jangan ngemplang saja. Kalau gua, jelas punya asset yang nilainya berlebih, karena dana yang gua terima akan gua pakai membeli asset di BPPN yang harganya hanya 15 sen. Separuh dari asset-asset yang akan gua punya saja, sudah cukup untuk meng-cover dana yang gua tarik."
"Tapi gua udah keburu ditangkap polisi, Dek."
"Nggak ada unsur kriminalnya. Ini urusan perdata, Bung! Kalau toh ada, yang mesti dipersalahkan ya pegawai bank, kenapa mereka teledor melakukan pengecekan. Gue terima pembayaran dari ekspor barang kok. Cuman dalam bentuk Ussance LC yang pencairannya enam bulan lagi."
"Kalau Elu takut gua bawa lari itu duit, Elu deh yang kelola duit gua. Tapi, beliin aset-aset yang gua mau."
"Ah, engga deh. Gua ngeri Standby LC-nya fiktif."
"Ah, chicken, Lu!" Otto menimpali.
 
Koran-koran memberitakan, Adrian Waworuntu divonis seumur hidup. Dicky dituntut hukuman mati. Kasus BNI menjadi skandal yang meruntuhkan kredibilitas dan memporak-porandakan sistim perbankan nasional. Kuingat Sadek, lalu kutelepon dia. Ingin tahu keterlibatannya dalam perkara di Bank yang sama.
"Elu aman-aman saja, Dek?"
"Memangnya kenapa?"
"Jadi, Lu pakai fasilitas yang 25 juta dolar?!"
"Jadi dong. Tapi, di bank lain, bukan BNI."
"Siapa yang pakai?"
"Temen gua, PT Kailan International."
"Nggak bermasalah seperti Adrian dan Dicky?"
"Ah, orang-orang sekitar mereka rakus dan tolol. Duit yang diterima dihamburkan nggak karuan. Saat LC-nya jatuh tempo, nggak ada back up jadinya."
"Kudengar pakai nyogok polisi segala lagi. Makin ketahuan kalau mau berniat jahat."
"Pantaslah diganjar hukuman yang berat."
 
Sadek brilian, tetapi ambisinya kelewat besar. Dia pernah mendekam di penjara gara-gara melawan George Soros. Menggunakan banknya, dia menantang International Hedge Fund Manager yang mengendalikan nilai mata uang di pasar global. Dia berspekulasi melalui margin trading dalam permainan valas.
 
Sadek, dengan dukungan dari bank-bank di Timur Tengah, mengambil posisi berseberangan dengan pisisi yang diambil oleh Quantum Fund, yang diikuti pemain-pemain dan pialang-pialang di Wall Street. Tetapi, saat dia mengambil posisi lima persen margin di tingkat 400 juta dolar, yang berarti penempatan seluruhnya mencapai sebesar delapan miliar dolar, mengharapkan rebound setelah konjungtur turun terus, transaksi dihentikan oleh atasannya.
 
Akibatnya, transaksinya yang semula hanya memunculkan potential loss, berakhir menjadi realized loss, sebesar margin yang dipertaruhkan. Sadek hanya bisa mendengar berita pesta pora syeikh, emir dan sultan-sultan emirat, selesai mereguk keuntungan valas bermiliar-miliar dolar, setelah trend berbalik menohok Soros.
 
Sadek juga harus bersemayam di hotel prodeo sebagai pesakitan, dan hanya sempat terima SMS, "When you need fund, you are most welcome. Take from us not from the Jews the devil Israel!" Friend Indeed, Al Makhtoum.
 
Aku kenal sangat dekat dengan ibu Dicky. Dia orang terhormat, menantu pahlawan nasional Otto Iskandar Dinata. Sebagai seorang ibu, tentu dia lebih percaya kepada anaknya. Untuk meyakinkan bahwa Dicky tidak bersalah, naskah pembelaan anaknya disampaikan kepadaku. Walaupun aku yakin Dicky tidak sengaja berniat melakukan kejahatan, tetap saja yang berhak melakukan penilaian adalah Jaksa dan Hakim.
 
Kalau Dicky sebelumnya bertemu Sadek, mungkin tindakan dan pembelaannya akan berbeda. Tidak tertutup kemungkinan, dia terlepas dari jerat hukum. Walaupun begitu, kasusnya tetap saja masuk dalam daftar panjang skandal-skandal utang.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2021/07/skandal-utang/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar