Tuesday, July 20, 2021

Mitos Besar dari Bangsa Besar

Arie MP Tamba
jurnalnasional.com
 
Kebesaran sebuah bangsa terekam dalam kekayaan mitologi dan legendanya.
 
Judul : Mitos & Legenda China
Penulis : ETC Werner
Penerjemah : Johan Japardi
Kategori : Non Fiksi
Tebal : 414 hlmn
Cetakan : Pertama
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
 
Biarkan China terlelap. Sebab, jika China terbangun, dia akan mengguncang dunia. Begitulah Napoleon Bonaparte, si penakluk Eropa, itu pernah berkata. Dan China saat ini agaknya sudah terbangun dan dunia terpana kepadanya. Ketika krisis keuangan global terjadi di bulan Oktober 2008, akibat krisis ekonomi yang (disebabkan dan) terjadi di Amerika Serikat, semua pasar modal global guncang (termasuk Tokyo, Jepang). Kecuali, di Korea Selatan dan China!
 
Lalu, di kalangan intelektual, pada tahun 2000, seorang pengarang China, Gao Xingjian mendapatkan Nobel Sastra melalui The Soul Mountain (Gunung Jiwa, 1990). Dunia sastra khususnya: terbelalak. Terlepas dari posisi Gao yang telah menjadi warga negara Prancis, ke-China-an Gao jadi tambahan bagi berbagai ikon China di berbagai sektor kehidupan: politik, ekonomi, kesenian, pendidikan, teknologi, olahraga, otomotif, industri kreatif, dll. – yang sedang “digandrungi” dunia.
 
Setiap hari, isu kemajuan atau keberhasilan China dan juga kontroversinya, seperti tak habis-habisnya berkumandang. Ingat saja bulan lalu, bagaimana dunia kerepotan oleh produk susu China yang mengandung melamin. Terlepas dari aspek negatifnya, segera menjadi jelas bahwa produk susu China itu sudah merambah ke semua pelosok dunia. Hingga, bila pada abad ke-20 dunia adalah milik Amerika Serikat, maka dunia abad ke-21 adalah milik China. Begitulah pameo digembar-gemborkan, termasuk oleh futurolog terkenal asal Amerika Serikat, John Naisbiit.
 
Naisbiit jadi saksi, saat Deng Xiaoping berkunjung ke Amerika Serikat pada 1979, ia dibawa mengelilingi pabrik Ford yang masa itu menghasilkan mobil per bulan dalam jumlah lebih banyak daripada diproduksi di China dalam setahun. Deng yang memimpin China setelah kematian Mao pada 1976, muncul sebagai agen perubahan. “Warna seekor kucing tidak penting, asalkan sang kucing menangkap tikus.” Itulah peribahasa Deng yang terkenal. Menyindir kucing “sosialisme” Mao, yang gagal mengangkat perekonomian China, dan menggantinya dengan kucing “kapitalisme”.
 
Deng memulai pembangunan dengan membentuk zona ekonomi khusus di beberapa kota terpilih, dan menjadikan sektor swasta sebagai komponen ekonomi paling dinamis. Ia membiarkan modal asing masuk ke China – memburu hampir satu miliar manusia yang akan jadi pasar menggiurkan untuk bisnis apa pun. Lalu, begitu saja, pada 2004, 25 tahun setelah kunjungan Deng ke Amerika, lebih dari 5 juta mobil diproduksi di China oleh lebih dari 120 produsen mobil. China juga sudah memiliki 166 kota, dengan populasi lebih dari 1 juta – bandingkan dengan 12 di Jepang, 9 di AS, dan 1 di Inggris, di bawah 10 di Indonesia – sebagai pasar lokal. Ditambah banyak kota besar di China yang memiliki populasi 6, 7, atau 8 juta jiwa. Urbanisasi cepat telah mengangkat jutaan penduduk pinggiran China, keluar dari kemiskinan.
 
Hampir semua kota di China, kata Naisbitt, kini sedang diubah menjadi zona konstruksi yang luas. Setiap kota berkembang jadi sebuah kota dunia. Mereka membangun bandara internasional, gedung-gedung tinggi, jalanan lebar, berbagai sarana publik, hingga kota-kota penuh cahaya bermunculan bagai cendawan di musim hujan pada malam hari.
 
Lalu, dari mana semua “kebesaran” bangsa China itu bersumber? Edward Theodore Chalmers Werner, pada tahun 1922, telah merekam jejak mahakekayaan – ilmu pengetahuan, gagasan, sentimen sosial, keunikan psikologi, tatanan adat-istiadat, keluasan maupun keliaran imajinasi yang dikonkretkan ke dalam fiksi, aturan rumah tangga, relung-relung moralitas, perjalanan nasib, makna kasih-sayang, filosofi hidup sebagai anggota masyarakat, umat beragama, warga negara (baca: kerajaan), di bawah aturan hukum, logika alam, hingga berbagai kemungkinan khayali kehidupan sebelum (dan sesudah) hari ini – yang menjadi narasi penopang kebudayaan bangsa China selama ribuan tahun.
 
Semua itu, terangkum dalam sebuah buku besar, Mitos dan Legenda China, Kumpulan Kisah Fantastis dan Rahasia di Baliknya. Buku yang cukup berpengaruh selama puluhan tahun di kalangan antropolog, sosiolog, maupun penggemar mitologi atau sekadar pemerhati kebudayaan China sampai saat ini. Terdiri dari 26 bab, di antaranya: mengurai sosiologi orang China, mitologi China, kosmogono-pangu dan penciptaan mitos, dewa-dewa China, mitos-mitos bintang, guruh, petir, angin, hujan, air, api, wabah, obat-obatan, legenda-legenda, dll.
 
Werner menyebutkan, secara umum karakter fisik, emosional, dan intelektual manusia China sudah diketahui di banyak kalangan masyarakat dunia karena penyebarannya yang tinggi. Mata sipit berbentuk buah badam (admond), dengan selaput pelangi berwarna hitam dan lingkar mata yang terpisah jauh, lipatan vertikal kulit di atas sudut kelopak atas dan bawah mata bagian dalam, yang menyembunyikan sebagian selaput pelangi, sebuah ciri khas yang membedakan bangsa-bangsa timur Asia dengan semua kerabat manusia lain.
 
Tinggi tegak dan berat otak umumnya di bawah rata-rata. Rambut hitam dan lurus, janggut jarang atau tidak ada. Warna kulit di China selatan lebih gelap ketimbang di China utara. Dan secara emosional, manusia China berkesadaran rajin, berdaya tahan dan juang luar biasa, berterima kasih, sopan, formal, dengan rasa kehormatan berdagang yang tinggi, dan juga berlibido tinggi.
 
Meski manusia China abad ke-21 tampak lebih progresif, dengan cepatnya perkembangan berbagai teknologi termasuk teknologi informatika di China saat ini, pada puluhan tahun lalu (masa Werner), manusia China cenderung menghindari kemajuan, terikat pada keseragaman, mempertahankan mekanisme budaya, tidak imajinatif, lamban, penuh curiga dan cenderung mempercayai tahyul.
 
Takhayul-takhayul itu, sebagian besar bisa diikuti pada bab mitos-mitos (V s/d IX). Dimulai dari mitos bintang-bintang, yang menyebutkan bahwa matahari, bulan, dan planet-planet memengaruhi kejadian-kejadian sublunar, terutama kehidupan dan kematian manusia, dan perubahan warna benda-benda angkasa itu menandakan malapetaka yang mengancam.
 
Perubahan penampilan matahari, jadi tanda kesialan bagi negara atau kepala negara berupa pemberontakan, bahaya kelaparan, atau kematian kaisar. Ketika bulan semakin memerah, atau berubah menjadi pucat, kehidupan manusia (atau masyarakat) pasti berada dalam masa-masa sangat sial seperti telah diramalkan.
 
Dan semua ini hanya sebagian kecil dari kekayaan “Timur”, seperti disebutkan Ratu Saba dari Mardrus. Tetapi, negara-negara Timur ini, Asia ini, akhirnya merupakan perbatasan-perbatasan sebenarnya. Asia adalah tempat di mana vulgaritas berakhir, di mana martabat dilahirkan, dan di mana keanggunan intelektual dimulai. Dan negara-negara Timur adalah tempat di mana sumber puisi begitu melimpah ruah.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2008/10/mitos-besar-dari-bangsa-besar/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar