Monday, June 7, 2021

Sastra yang Ramah dan Bijaksana

 
Sepasang Sepatu Tua, Sepilihan Cerpen, Sapardi Djoko Damono
 
Tosiani *
mediaindonesia.com, 20 April 2019
 
Sapardi menggambarkan bahwa soal selera ialah rasa dan itu muncul dari hati sehingga orang lain mestinya tidak bisa meremehkan dengan memandangnya norak, jelek, atau udik.
 
MEMILIH sepatu ialah tentang jodoh, tentang kecocokan, dan pada akhirnya tentang rasa yang berbeda pada diri tiap orang. Sepasang sepatu yang dipilih, dibeli seseorang, pada hakikatnya sama sekali tidak berkaitan dengan gengsi seseorang. Bukan pula tentang seberapa tinggi selera yang mencerminkan kelas sosial seseorang.
 
Demikian pandangan sastrawan Sapardi Djoko Damono, 78, yang coba ia tuangkan dalam cerita pendek Sepasang Sepatu Tua. Judul itu kemudian dipilihnya menjadi judul buku kumpulan cerita pendek (cerpen) ini. Cerita yang sama, tentang sepasang sepatu yang jatuh cinta pada telapak kaki pemiliknya, pun sebaliknya, si empunya sepatu yang langsung jatuh hati pada sepatu tersebut sejak pertama kali melihat, kemudian memutuskan membeli tanpa menawar, sebelumnya pernah ditulis Sapardi dalam bentuk puisi.
 
Tulisan Sapardi seperti mewakili, mengusik perasaan banyak orang saat memilih, memutuskan membeli sepatu atau barang berharga lainnya. Sepatu kerap dinilai berdasarkan seberapa mahal harganya, seberapa terkenal mereknya, serta seberapa bagus model dan warnanya bisa mewakili selera orang-orang pada kelas sosial tertentu. Jika berbeda dengan selera kelas sosial tersebut, akan dianggap jelek, udik, dan tidak berkelas. Hal yang sama berlaku pada barang-barang lainnya.
 
Terkadang, orang sering kali mengabaikan fakta bahwa ada rasa suka, rasa cocok, dan jatuh cinta pada sepatu tertentu saat pertama kali melihatnya, sebelum memutuskan untuk membeli. Seberapa pun udik dan norak sepatu tersebut bagi orang lain, tapi pada saat yang sama, si sepatu telah membuat seseorang jatuh hati. Dengan cara yang amat sederhana, Sapardi menggambarkan bahwa soal selera ialah rasa dan itu muncul dari hati sehingga orang lain mestinya tidak bisa meremehkan dengan memandangnya norak, jelek, atau udik. Selera, sekali lagi tidak menunjukkan kelas sosial seseorang.
 
Saat menggambarkan betapa sepasang sepatu itu saling bercerita dengan bahasanya sendiri yang tidak dimengerti manusia secara umum, bahkan sering kali bertengkar karena berbagai alasan, Sapardi seperti ingin mengajak pembacanya agar bisa lebih menghargai dan menyayangi barang-barangnya. Tidak sekadar memperlakukan seperti benda mati dan bisa membuangnya kapan saja ketika sudah ada barang baru untuk menggantikan yang sudah usang.
 
Dengan cara yang sama, Sapardi bercerita tentang berbagai benda dan makhluk hidup lain di sekeliling kita, seperti tentang kertas dan cicak pada cerpen berjudul Arak-Arakan Kertas, tentang rumah yang kita tinggali dan dihuni orang lain pada cerita berjudul Rumah-Rumah.
 
Dia juga melihat orang gila dengan cara yang berbeda serta memperlakukannya dengan cara yang berbeda pula. Seperti pada cerita Seorang Rekan di Kampus Menyarankan agar Aku Mengusut Apa sebab Orang Memilih Menjadi Gila bahwa benda dan makhluk hidup lain itu bisa bercerita, menandakan semuanya punya jiwa. Bahkan, jiwa pada orang yang oleh masyarakat atau pandangan umum dianggap gila, Sapardi melihat dengan cara sebaliknya. Oleh karena itu, semua hal mestinya diperlakukan dengan layak menggunakan hati.
 
Pada bagian lain, Sapardi merangsek dengan berbagai cerita satir bernuansa kritik sosial dan kemasyarakatan, seperti saat ia mencibir cara pandang umum mengenai makna Lebaran pada cerita Jemputan Lebaran. Tentang jalanan macet dan kerap dilanda banjir serta kritik sosialnya mengenai trotoar lebar yang dikuasai para pedagang kaki lima sehingga para pejalan kaki kehilangan haknya untuk berjala di tempat semestinya. Semua itu ia ceritakan pada cerita berjudul Membimbing Anak Buta.
 
Kisah lama
 
Selain beberapa cerita baru, dalam buku Sepasang Sepatu Tua ini, Sapardi juga menyajikan beberapa cerita yang sudah lama, seperti dalam cerita berjudul Nonton Kethoprak Sampek-Kentaek, Solo, dan 1950. Cerita Jemputan Lebaran merupakan cerita lama yang ditulisnya pada November 2003. Cerpen Ditunggu Dodot juga cerita lama yang ditulis pada Oktober 2002.
 
Selain menyuguhkan cara pandang yang lebih mengutamakan rasa, menghargai apa saja di luar diri manusia, dalam buku ini, Sapardi berupaya menyajikan kesan bahwa bercerita itu mudah dan bercerita itu asik. Menulis cerita tidak harus memenuhi standar-standar tertentu, seperti berapa banyak jumlah baris kalimat, berapa paragraf, dan berapa banyak kata dalam sebuah tulisan seperti standar yang kerap diterapkan para kurator di bidang sastra. Cerita juga bisa disajikan amat pendek dalam beberapa baris saja. Seperti pada cerita berjudul Dalam Tugas, Sapardi hanya menyajikannya dalam empat paragraf, yakni paragraf terakhir hanya berisi dua kalimat. Pada kalimat pertama terdiri atas enam kata. Pada kalimat kedua terdiri atas 13 kata. Pada cerita dengan judul Wartawan itu Menunggu Pengadilan Terakhir, Sapardi hanya menuliskannya dalam tujuh paragraf.
 
Hal menggembirakan lainnya dari cerpen dalam buku ini disertai banyak sajak. Sapardi menulisnya dalam bahasa yang amat sederhana sehingga lebih mudah dihayati dan tentu enak dibaca. Ia seperti ingin menyampaikan pada pembaca bahwa sastra tidak harus dibawakan dengan bahasa yang rumit dan sulit dipahami. Di tangan Sapardi, sastra menjelma berwajah ramah dan bijaksana. Semua pandangan dan tulisan Sapardi di buku Sepasang Sepatu Tua mencerminkan kematangannya sebagai penulis. Karena itu, karya sastra yang bijaksana dari penyair Sapardi Djoko Damono ini patut dibaca siapa pun yang menginginkan cerita bermutu.
 
Judul buku: Sepasang Sepatu Tua, Sepilihan Cerpen
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: Cetakan pertama Maret 2019
Jumlah halaman: 114
***

http://sastra-indonesia.com/2021/06/sastra-yang-ramah-dan-bijaksana/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar