Tuesday, June 8, 2021

Kepada Wajah-Wajah Cemas Kita

Judul buku: Wajah Cemas Abu Nuwas
Penulis: Hairus Salim HS
Penerbit: Tanda Baca
Cetakan I: 2021
Tebal: x + 214 halaman
Peresensi: Bernando J. Sujibto
Jawa Pos, 25 April 2021
 
Topik-topik yang menjadi bahan renungan dalam buku ini menunjukkan jelajah dan keluasan bacaan, juga ”ziarah” yang mendalam, dari seorang Hairus Salim.
 
DI sebuah kafe di Jogjakarta, ada lingkaran diskusi membahas buku terbaru karya Hairus Salim berjudul Wajah Cemas Abu Nuwas. Ini sebentuk bedah buku yang menarik; penerbit dan penulis meminta dan mengundang secara khusus beberapa orang membaca serta mendiskusikannya secara intens dan mendalam. Saya termasuk satu di antara mereka yang diminta untuk membahas buku tersebut.
 
Buku ini, yang merupakan kumpulan esai yang terbit di majalah Gong tahun 2004–2010, menjadi tonggak bagi Salim untuk menegaskan posisi dirinya sebagai esais yang layak dibaca. Dia mencari bentuk penulisan esai dari intelektual dan penulis-penulis terdahulu; berada di antara Mahbub Djunaidi, Gus Dur, Goenawan Mohamad, Mohamad Sobary, dan Ignas Kleden untuk menyebutkan beberapa.
 
Topik-topik yang menjadi bahan renungan dalam buku ini menunjukkan jelajah dan keluasan bacaan, juga ”ziarah” yang mendalam, dari seorang Salim. Esai-esainya membentang dari tema filsafat, ilmu sosial, politik, agama, hukum, sastra, hingga ke dunia kesenian.
 
Di ranah ilmu sosial, Salim mencatut nama-nama seperti Weber, Giddens, Ried, Anderson, Geertz, Goffman, dan lainnya. Keberhasilan Salim adalah tidak terjebak pada hasrat pamer konsep dan istilah baru, tetapi dia menerobos ke dalam dan merenunginya dengan tautan konteks yang pas.
 
Mendiskusikan sebuah buku, bagi saya, setidaknya harus memberlakukan dua disiplin. Pertama adalah aspek-aspek struktur dari tulisan itu sendiri –bisa dibilang hal ihwal teknis-kreatif seperti bagaimana judul ditulis, diksi dipilih, kalimat disusun, paragraf diproduksi, dan tentu saja hal-hal teknis lain terkait dengan penulisan. Bagaimanapun, teroka ini sangat penting diberlakukan dalam membaca buku sehingga kualitas struktur tulisan bisa diselami dan didadarkan dengan diskusi dan perdebatan-perdebatan. Karena jalan ini menjadi prasyarat sebelum kita mendiskusikan konsep, teori, dan wawasan yang ditawarkan penulis.
 
Tetapi sayangnya, aspek ini, entah kenapa, cukup jarang disentuh secara saksama dan mendalam sehingga kekayaan dan eksplorasi terhadap ”bahasa” cenderung diabaikan. Padahal, sekali lagi, ini kunci untuk melihat distingsi sebuah karya tulis.
 
Orang-orang cenderung terjebak pada aspek kedua, yaitu membicarakan konsep, wacana, atau bahkan ideologi. Bagi pembaca buku (yang malas), aspek ini tentu faktor paling menarik untuk mendiskusikan sebuah buku. Kita cukup mengerti sedikit saja tentang sebuah konsep, misalnya dalam buku ini tentang toleransi (halaman 22), melting pot (halaman 30), dan dramaturgi (halaman 134), lalu berbicara setandas-tandasnya.
 
Hal ini terbukti, misalnya, dengan satu klaim dari peserta diskusi bahwa tulisan-tulisan Hairus tidak ada Mahbub sama sekali karena tidak memakai asosiasi-asosiasi. Padahal, dalam buku ini bentuk asosiasi dan bahkan personifikasi bisa ditemukan, misalnya ”Sufisme, terlebih yang terkait dengan al-Hallaj, bukanlah sepotong pizza yang gampang dikunyah” (halaman 48).
 
Andai saja kita memasuki buku ini dari langkah pertama, sebuah panorama bahasa dan belantara estetika dalam sebuah tulisan bisa dinikmati secara lebih kompleks dan komprehensif. Sejak pada judul buku saja, Wajah Cemas Abu Nuwas, yang merupakan judul tiga esai Wajah (hal), Cemas (hal), dan Abu Nuwas (hal), terbaca bagaimana usaha menghadirkan rima diksi terasa kuat. Apalagi sampai membaca keseluruhan esai, tentang wajah metafor, kecemasan manusia modern, dan Abu Nuwas sebagai simbol, sudah tak terelakkan kita bisa menangkap keutuhan struktur buku ini.
 
Selain itu, untuk menilai bagaimana Salim mempertimbangkan sebuah kalimat pembuka (dan penutup) dalam esai-esainya, silakan tengok pembukaan ”Mengingat Voltaire adalah di antaranya mengingat Jean Calas. Dan mengenang dua nama ini dalam satu napas adalah menyadari bahwa sikap toleransi, menegang, dan menghormati orang yang berbeda tidaklah datang secara serta-merta, tetapi melalui perjuangan, pengalaman, dan juga air mata (halaman 22). Atau, kalimat penutup ”Akhirnya, Israel Zangwil hanya perlu kita ingat kembali di sini untuk pada saat yang sama, tampaknya perlu segera kita lupakan” (halaman 33).
 
Keteledoran teknis tentu saja menjadi momok yang selalu ingin diperangi dalam dunia kepenulisan (penulis, editor, dan penebit), tetapi ia tetap saja bisa terjadi, misalnya di halaman 39–41. Salim hendak menjabarkan efek globalisasi ke dalam tiga bagian, tapi ternyata esai ini hanya menuliskannya satu: mondialisasi. Efek kedua dan ketiga tidak ditemukan.
 
Satu lagi. Ada satu statement yang sudah saya sampaikan ketika mendiskusikan buku ini, yaitu ketika Salim membahas tulisan Voltaire tentang tragedi Jean Calas yang dihukum mati karena, salah satunya, ”dijerat dengan undang-undang anti-Protestan” (halaman 24), yang secara konteks semestinya ”anti-Katolik”.
 
Semua yang saya kemukakan di atas adalah pendekatan yang pertama, pada struktur tulisan itu sendiri. Tetapi, jika mau masuk ke konsep dan wacana tentu semakin tidak terbatas. Bisa saya tunjukkan untuk membuka perdebatan, yang sekaligus bisa diklaim sebagai keterbatasan esai pendek, adalah ketika Salim menulis tentang ”cemas” dan kecemasan masyarakat dengan merefleksikan tentang kata ”risiko”.
 
Sampai di sini saya membayangkan Salim akan menyebutkan risk society (Risikogesellschaft) dan nama Ulrich Beck. Tetapi, Salim hanya menyebut Giddens sebagai refleksi pembacaan teoretis terhadap istilah itu. Padahal, jika mau lebih tepat dan berdisiplin akademis, nama Beck justru lebih memiliki otoritas dalam konsep yang sama.
 
Di luar semua itu, saya mengapresiasi buku ini sebagai pelengkap rak buku esai di Indonesia, yang bisa disejajarkan dengan para pendekar esai. Dan kita berharap Hairus Salim terus menulis.
***
 
*) BERNANDO J. SUJIBTO, Alumnus PP Annuqayah Sumenep dan staf pengajar Prodi Sosiologi Fishum UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. http://sastra-indonesia.com/2021/06/kepada-wajah-wajah-cemas-kita/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar