Sunday, June 13, 2021

Memperingati Haul Sultan Hasanuddin ke 351 (III)

Sultan Hasanuddin (12 Januari 1631 – 12 Juni 1670)
 
Husni Hamisi
 
Tahun 1650 Masehi, Yang Mulia Baginda Sultan Hasanuddin berusia 19 Tahun. Di ujung timur pulau rempah-rempah, tepatnya kerajaan Islam Ternate, Sultan Mandar Syah diturunkan paksa oleh adik dan sebagian bangsawan Ternate. Ini disebabkan kebijakan Sultan Mandar Syah yang memberi kewenangan dan manopoli absolut dagang rempah-rempah kepada VOC. Efek kebijakan itulah, semua hasil rempah-rempah dari kerajaan Ternate hanya bisa dibeli VOC. Bilamana kebutuhan pala dan cengkeh berlebihan di pasar Eropa, Sultan Mandar menebang pepohonan untuk mengontrol stok produksi yang melimpah.
 
Di masa inilah muncul Kaicil Kalumata, seorang pangeran pemberani mewarisi semangat kakeknya Sultan Babullah rahimallahu alaihi dari Ternate, memimpin mengobarkan perang melawan kebijakan kakaknya atas hegemoni VOC di daerah Kesultanan Ternate. Beliau memiliki pengikut dan pasukan yang kuat dari kepulauan Sula dan sebagian Maluku Tenggara. Kaicil Kalumata dan pasukannya ini, berperang melawan VOC sampai daratan Sulawesi Selatan. Menjadi sahabat Sultan Hasanuddin dan menjadi menantu Karaeng Karunrung. Kelak, ketika beliau wafat di tahun 1679 M., menurut kawan Kaicil Reyhan, beliau dimakamkan di pemakaman raja-raja Gowa, seareal Makam Sultan Hasanuddin.
 
Gayung pun bersambut, Sultan Malikussaid Somba ri Gowa beberapa kali mengirimkan armada kapal perang dari Gowa untuk mengbackup, karena kerajan Gowa juga punya perwakilan dagang di Banda. Dikisahkan, Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin turut terlibat dalam peperang laut, beliau ditunjuk sebagai Panglima Perang Gowa.
 
Di masa itu, kesultanan Buton mengalami gejolak sama, Barata Kulisusu di Ereke Buton Utara dan beberapa daerah lain yang merupakan bagian kerajaan Buton juga angkat senjata melawan hegemoni dagang VOC yang sewenang-wenang. Ini memusingkan Yang Mulia Sultan Buton La Awu, dikarena baginda mewariskan sejarah panjang perjanjian sultan-sultan Buton sebelumnya dengan pihak VOC.
 
Luasnya medan tempur, antara beberapa daerah dengan pangerannya masing-masing yang dibackup armada perang laut yang kuat dari Kerajaan Gowa melawan VOC -mewarnai masa-masa, sehingga Baginda Muhammad Baqir Sultan Hasanuddin diangkat menjadi Somba Ri Gowa, setelah wafatnya ayah beliau.
 
Sultan Malikussaid sebelum wafat berwasiat, yang menjadi pengganti beliau sebagai Somba ri Gowa adalah anaknya bernama Muhammad Baqir, tersebab anak ini telah terasah sebagai panglima perang, memiliki kecakapan memerintah, bijaksana dengan bekal ilmu agama yang ta’at. Sekalipun di antara anak baginda yang lain, Sultan Hasanuddin berderajat darah kebangsawanan lebih rendah, oleh bukan terlahir dari rahim seorang ibu yang berdarah bangsawan tinggi Gowa maupun Tallo.
***
 
Tahun 1651-1655, perang antara kerajaan Gowa dengan VOC Belanda semakin memuncak. Banyak lokasi armada VOC di Buton maupun Maluku porak poranda. Sementara diwaktu kurang lebih sama, Syekh Yusuf memperoleh gelar dari gurunya yakni Maulana Syekh wali kutub Abul Ayub Barakat Alkhalwaty di Damaskus. Syekh Yusuf mendapatkan titel Abul Mahasin Yusuf Tajul khalwatiyah.
 
Di Kesultanan Banten, Yang Mulia Sultan Ageng Tirtayasa yang masih cucu cicit dari Sunan Gunung Jati rahimallahu alaihi juga bertahta, sultan ahlul ilmi ini sahabat baik Syekh Yusuf, baginda menjalin persahabatan dan relasi dagang yang erat dengan Karaeng Karunrung selaku Mangkubumi Kerajaan Gowa. Hubungan ini terlaksana, lantaran pedoman politik Kesultanan Banten juga anti monopoli dagang VOC. Sementara pada kesultanan Mataram Islam masa ini, Sunan Amangkurat I bertahta dengan pola tangan besi, tercatat ribuan ulama wafat terbunuh, disebabkan pola politik beliau. Ini memaksa para ulama bermigrasi ke wilayah lain di Nusantara, termasuk ke Kerajaan Gowa - Tallo.
***
 
Awal tahun 1660 M., masa cukup pelik di Kerajaan Gowa - Tallo, paska salah satu benteng kerajaan direbut VOC. Atas hasil rapat di belairung istana, Baginda meminta kepada Karaeng Sumanna untuk memohon kepada Tobala Arung Tanete (salah satu arung pitue hadat Bone) yang menjadi penanggung jawab rakyat Bone, memobilisasikan 10.000 lebih rakyat Bone ke Gowa untuk mempekerjakan proyek pembuatan parit mengelilingi benteng kerajaan demi persiapan melawan Belanda.
 
Awalnya hal ini berjalan baik, tetapi di lapangan berbeda dengan yang direncanakan. Para mandor yang dipercaya mengawal pekerjaan bertangan besi, menyebabkan banyak pekerja wafat dan ada yang selalu berusaha melarikan diri, karena beratnya pekerjaan. Dan petaka pun menimpa, ayahanda dari La Tenri Tata Daeng Serang, wafat setelah mengamuk membela para pekerja yang disiksa akibat melarikan diri.
 
Andai proyek pekerjaan parit dilakukan seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw, dimana semua orang termasuk Nabi Saw., turut bekerja seperti dalam persiapan perang Khandaq (5 Hijriah atau 627 Masehi). Andaikan saat itu rakyat Gowa bergotong-royong dengan rakyat Bone menggali parit demi tujuan lebih besar, menghadapi serangan musuh bersama -VOC Belanda, maka alur sejarahnya akan lain. Namun telah terjadilah apa yang terjadi, semua sesuai Iradat-Nya, “pelajaran berharga, janganlah pernah kita menciptakan peluang untuk musuh mendapat momentum mengadu-domba kita, sebab manusia apapun sukunya, sejatinya di hadapan-Nya sama, yang membedakan hanyalah taqwa dan amal sholeh,” begitu pesan almarhum Karaeng Baso Lewa, tatkala menceritakan ulang persoalan ini pada kami. Alfatihah...
***
 
Sejak ayahandanya La Potobune arung Tana Tenga wafat, La Tenri Tatta Daeng Serang Datu Mario ri Wawo Arung Palakka mengambil inisiatif membebaskan rakyat Bone yang tertindas dengan jalan balik melawan hegemoni kekuasaan Gowa. Sebagai pemerhati budaya dan sejarah, kita harus melihat segala persoalan secara bijaksana. Sebab yang telah terjadi tak mungkin terlaksana kalau bukan atas ijin-Nya. Boleh jadi, kita anggap sesuatu itu buruk, tapi sebenarnya itulah yang terbaik bagi kita dari Karaengta Marajae Allah Swt. Pemahaman ini ditulis begitu indah di dalam kitab karangan Syekh Yusuf Tajul Khalwatiyah Tuanta Salama, yang judul  Zubdatul Asror fi Tahqikil Ba’d Masyorib Al Akhyar.
 
Dapat diceritakan di sini, saat pasukan kerajaan Gowa dan sekutunya tiba di Kerajaan Soppeng dengan tujuan menghukum Datu Soppeng, lantaran membantu akomodasi pelarian Arung Palakka. Seperti yang tercatat pada lontara Raja Bone berikut ini:
 
“Na pulo wenni laona arung bila, arung appanang, datue ricitta, nawelai wi soppeng, nangkana karaenge ri gowa teriwi soppeng. Makkaduppang to wajoe sappai temmewa na to soppenge, nanganro to soppenge. /Belasan malam setelah arung bila, arung appanang dan datu citta menginggalkan wilayah soppeng. Maka tibalah pasukan karaeng gowa di soppeng, bergabung dengan pasukan dari wajo untuk menyerang soppeng. Maka rakyat soppeng pun mengaku kalah.”
 
“Naia pettari soppeng maddepungangi maranak, mallaibini ri la manggile, kua e lisek na ri lamangile. / Adapun datu soppeng telah berkumpul bersama istri dan anak-anaknya serta segenap warga lamangile (untuk siap menerima hukuman).”
 
“Nappaisenna arung beru ri laue, ada ugi mapperi-perri arung beru ri laue, laotuddang ri ponna sapanae, engka eppa datu betta nasitinroseng. / Setelah arung beru ri laue mengetahui keadaan genting ini, arung beru segera berjalan pergi, lantas duduk di anak tangga rumah datu soppeng yang ditemani empat orang datu pemberani, (tujuannya berjaga-jaga sekaligus siap mati membela datu soppeng).”
 
“Makeddani karaenge ri gowa, taroi tawetta datue ri soppeng, makeddani karaeng ri gowa karunrung, purani tattarima tanrona datue ri soppeng nangkatona arung beru ri ponna addenenan tudang. / Berkatalah karaeng ri gowa (dalam hal ini karaeng Sumanna diberi tanggung jawab mengontrol Bone, karena Tobala arung Tanete yang menjadi regent Bone bertanggungjawab atas segala hal pada karaeng Sumanna). Biarlah kita bunuh saja datu soppeng! Karaeng karunrung pun angkat suara, bukankah paduka telah menerima sumpah setia dan mengaku kalah dari datu soppeng? Apalagi saat ini, arung beru bersama pasukannya telah ada di anak tangga.”
 
“Makeddani karaenge ri kapitang mammusu tanna kadoipi ri langinge. / (setelah mempertimbangkan perkataan karaeng karunrung) maka berkatalah karaeng gowa kepada panglima perangnya. Apakah datu soppeng terima, kalau diasingkan?”
 
“Riewanna ada soppeng, nakudoini riwae su. / datu soppeng diberitahukan soal ini, dan beliau menerima diasingkan ke Siang Pangkep.”
***
 
Apa artinya ini? Andai Karaeng Karunrung yang bijaksana ini yang sekian tahun mengenal Arung Palakka, diasuh ayahandanya sendiri Karaeng Patingalloang, tidak mengusulkan seperti tercatat di dalam lontara. Maka Satu Soppeng bakal dihukum bunuh beserta Arung Beru dan para pasukan yang membelanya. Ini menambah dendam lebih membara, mencipta musuh baru bagi Kerajaan Gowa yang sedang bersiap berperang dengan VOC Belanda. Karena saat itu, Soppeng masih sekutu Gowa. Hanya Bone yang dihukum menjadi negara jajahan, dan sebagian bangsawan Soppeng yang ikut berperang membela Bone, diakhir kisahnya tertawan dijaman Sultan Malikusaid ayahanda Sultan Hasanuddin.
***
 
Bersambung...

http://sastra-indonesia.com/2021/06/memperingati-haul-sultan-hasanuddin-ke-351-iii/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar