Saturday, June 12, 2021

Memperingati Haul Sultan Hasanuddin ke 351 (II)

Sultan Hasanuddin (12 Januari 1631 – 12 Juni 1670)
 

Husni Hamisi
 
“Apakah kau pernah kehilangan? Apakah kehilangan itu? Bagiku, kehilangan adalah sepoci air yang kau rampas dari kedalaman samudra rindu, lantas kau tuangkan ke mataku menjadikan danau.”
 
Saat Sultan Hasanuddin diusia muda, baginda menimba ilmu agama; syariat, thoriqat dan hakekat dari para tokoh ulama yang telah disebutkan pada catatan sebelumnya. Dan patut diketahui, umur baginda hanya berjarak 5 tahun lebih muda dari Syekh Yusuf, anak angkat kakek beliau, Sultan Alauddin. Jika tidak keliru, baginda sepantaran Abdul Hamid Karaeng Karunrung, anak dari Karaeng Patingalloang, yang kelak mendampingi beliau dan berperan signifikan tanpa kenal menyerah; melawan garis politik monopoli dagang imprealisme VOC Belanda, sewaktu baginda bertahta sebagai Somba ri Gowa pula sewaktu beliau telah berpulang ke rahmatullah.
 
Menurut hemat kami, meskipun tidak diceritakan secara rinci, atau karena belum mendengar maupun membaca sumber dari lontara yang sebagian belum dipublikasikan -  ketiga tokoh ini, memiliki peran besar yang tercatat di lembar sejarah, yang telah saling mengenal betul satu sama lain sejak usia belia, sebab mereka hidup dan bergaul di lingkungan istana, juga menimba ilmu dari guru yang sama pula.
 
Dalam ilmu politik pemerintahan, baginda dibimbing baik secara teori maupun menunjukkan praktek langsung oleh ayahanda, khususnya paman baginda sendiri ilmuwan besar Karaeng Patingalloang, anak tercerdas dari Sultan Abdullah Karaeng Matowayya Sultan Tallo. Karaeng Patingalloanglah yang kelak menjadi Mangkubumi, mendampingi ayah baginda ketika berkedudukan Sultan Gowa-Tallo.
***
 
Tahun 1639 M., tepat di usia 8 tahun, kakek baginda yakni Sultan Alauddin Tumenanga ri agama’na berpulang ke rahmatullah. Ayah baginda diangkat jadi Raja Gowa ke 15 di tahun yang sama, setelah sebelumnya bertitah “Saya tidak akan mau menjadi Raja Gowa, kecuali saudaraku I Magadacinna Daeng Sitaba Karaeng Patingalloang berkenan menemaniku sebagai Pabicarabutta / Mangkubumi Kerajaan Gowa –Tallo”.
 
Kenapa kisah ini ada? Disebabkan tahun dimana baginda Malikussaid diangkat menjadi Somba ri Gowa, yang menjadi Raja di Tallo adalah Karaeng Kanjilo Sultan Muzaffar, yang menggantikan ayahnya -memilih turun tahta sebagai Raja Tallo tahun 1923 M.
 
Sultan Abdullah awalul islam menghabiskan 13 tahun sisa umurnya sebagai dai’ dan tokoh sentral; tempat para bangsawan lintas kerajaan datang berkeluh kesah, menimba ilmu demi mendapati nasehat dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi, itulah mengapa lebih dikenal sebagai Karaeng Matowayya atau raja yang dituakan, tidak lebih lantaran kedalam ilmu agama yang dimiliki, dan kebijaksanaan pula keistiqamahan di dalam amal sholeh. Beliau berpulang ke rahmatullah tahun 1636 M., 3 tahun sebelum Sultan Alauddin mangkat. Karaeng Matowayya, adalah anugrah dari-Nya yang tak ternilai memberkah.
 
Sultan Muzaffar Raja Tallo ini kakak kandung Karaeng Patingalloang sendiri. Maka jika sahabat yang budiman dapat menyempatkan waktu berziarah ke pemakaman raja-raja Tallo, makam Sultan Muzaffar termasuk yang dikeramatkan, beliau Raja Tallo yang menyebarkan ajaran islam ke Bima, Sumbawa dan wilayah timor. Makam beliau berdampingan dengan makam I Yandulu Karaeng Senrijala, di depan makam ini, terdapat mata air sumur segar nan jernih yang telah ada sejak ratusan tahun silam. Dulu sebelum dipagari besi, kami bersama beberapa sahabat berziarah di malam hari, kadang menyempatkan mandi di sumur tua itu.
***
 
Pola kebijakan ini rupanya berlanjut, semasa baginda Sultan Hasanuddin naik tahta, Pabicarra butta / Mangkubuminya yang beliau usulkan adalah Abdul Hamid Karaeng Karunrung, anak dari Karaeng Patingalloang. Sekalipun ada kisah tersendiri, dimana posisi Mangkubumi Kerajaan Gowa - Tallo berpindah tangan ke Karaeng Sumanna, kemudian kembali lagi ke Karaeng Karunrung, yang Mulia Karaeng Karunrung dan Karaeng Sumanna tidak pernah diangkat menjadi Raja Tallo, karena Raja Tallo di jaman Sultan Hasanuddin adalah Sultan Harun Arrasyid, anak dari Karaeng Kanjilo Sultan Muzaffar, yang dilantik setelah Karaeng Patingalloang Raja Tallo berpulang ke rahmatullah.
 
Kebijakan ini, barangkali diambil atas kompleksnya persoalan yang dihadapi kerajaan Gowa-Tallo semasa Sultan Hasanuddin bertahta.
***
 
Saat baginda Sultan Hasanuddin berusia 13 tahun, kejadian yang patut dicatat adalah kakak seperguruan baginda, Syekh Yusuf yang berumur 18 tahun mulai merantau memperdalam ilmu sekaligus melakukan ibadah haji ke tanah suci, atas petunjuk para guru beliau; Dato ri Pagentungan, Maulana Sayyid al Aidid ri Cikoang, juga Sayyid Ba’alawi ri Bontoala.
 
Di tahun yang sama dari umur baginda, Karaeng Patingalloang mengangkat anak sekaligus murid pangeran dari Kerajaan Bone, cucu Puatta Sultan Adam La tenri Rua, Raja Bone pertama yang masuk islam atas tangan ayahnya Karaeng Matowayya. Pangeran berusia 11 tahun yang gagah dan cerdas ini, beliau beri nama Daeng Serang. Yang kelak disaat bertahta, kita kenal bernama Puatta Arung Palakka.
 
Kedatangan La tenri Tatta Daeng Serang muda beserta orangtuanya ke Gowa juga kita ketahui latarbelakangnya; setelah Kerajaan Gowa bersama sekutunya Wajo dan Soppeng, dua kali menang dalam peperangan dari Kerajaan Bone, yang rajanya saat itu Puatta La Maderemmeng.
 
Perang inipun tercipta atas permintaan sebagian bangsawan Soppeng dan Bone, khususnya ibunda raja dari Puatta Lamaderemmeng sendiri, sebab anaknya yang berkuasa di Bone adalah seorang visioner dan “garcep / kalau bisa sekarang, kenapa harus nanti!” Baginda ingin langsung menghapus perbudakan di Kerajaan Bone; semua yang bekerja harus mendapatkan upah setimpal, pula menggerus budaya dan kepercayaan lama. Inilah sebuah terobosan ijtihad visioner, sebab di zajirah Arab Saudi saja, tempat turunnya wahyu bisa bebas dari perbudakan sepenuhnya baru di awal abad 20.
 
Sultan Malikussaid Somba ri Gowa menulis surat yang isinya tak ingin mencampuri ini jika kebijakan demi kebesaran agama-Nya, tetapi akhirnya baginda memutuskan turun ke gelanggang perang, setelah Bone mulai memaksakan ijtihad ini dengan menyerang Wajo, yang menyebabkan beberapa bangsawan Wajo terbunuh dimasa Puatta La Maderemmeng.
 
[Maka terjadilah apa yang telah menjadi takdir Allah Swt. Andaikan waktu mengalir itu berupa benang layang-layang, telah kita gunting saja kejadian yang tidak diinginkan terjadi, dan menggantikan dengan kejadian yang diharapkan]
***
 
Bersambung...

http://sastra-indonesia.com/2021/06/memperingati-haul-sultan-hasanuddin-ke-351-ii/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar