Binhad Nurrohmat
kompas-cetak.com
Watak kesusastraan peka pada tragedi, dan di antara tragedi terbesar bagi
umat manusia adalah perang. Perang merupakan tragedi yang tak sebatas
membinasakan tubuh dan melenyapkan peradaban manusia. Ketika krisis dan
kegundahan di Eropa merebak pada 1935 dan dihantui luka Perang Dunia I, Jean
Girauduoux menyelipkan sebaris kalimat jitu tentang bahaya perang yang paling
mengerikan ke dalam dramanya, La guerre de Troi n?aura pas lieu (Perang Troya
Tak Bakal Meletus): “Kebenaran adalah korban pertama dalam perang.”
Pada berbagai zaman, perang gampang menggerakkan manusia menyelenggarakan
kekerasan untuk penghancuran dan penaklukan. Perang merupakan bentuk tragedi
primitif yang kerap mencabik-cabik riwayat umat manusia sejak mula hingga masa
kininya. Tak mengejutkan bila ilham penciptaan kesusastraan agung abad
silam?Mahabharata, Iliad, Odyssey?adalah perang. Juga, kesusastraan pada kurun
mutakhir: Krawang-Bekasi saduran Chairil Anwar, Cerita dari Blora Pramoedya
Ananta Toer, dan Saksi Mata Seno Gumira Ajidarma.
Sastra Perang bukan “liputan” permukaan belaka atas peristiwa atau suasana
perang. Sastra Perang adalah pijar kedalaman empati tentang kehancuran tubuh
dan pantulan warna-warni mental manusia dalam situasi konflik yang mampu
menumbuhkan makna baru dan memperkaya pemahaman atas kenyataan, berdasarkan
sudut pandang, visi, atau perspektif tertentu.
Virginia Woolf dalam Three Guineas (1938) membincang ihwal perang. Karya
ini merefleksi foto kebengisan perang yang diedarkan Pemerintah Spanyol dua
kali sepekan, dan Woolf menyimpulkan perang tak terpadamkan oleh edaran
dokumentasi kekerasan itu.
Sastra Perang bukanlah risalah filsafat perang, meski di dalamnya
bersemayam renungan filosofis. Sastra Perang mengambil jarak dan sekaligus
intens terlibat dengan perang. Sastra Perang mengendus detak batin dan suara di
benak pelaku atau mereka terkena dampak perang, tanpa berkhotbah.
Sastra Perang juga bukan kisah ulang gemuruh pertempuran. Novel Fateless
Imre Kertesz (peraih Nobel Sastra 2002), misalnya. Novel berlatar Perang Dunia
II ini bukan dokumentasi atas deru dan gelimang darah dalam perang ini. Novel
ini mengarahkan kisah pada apa yang menyeruak dari derita jiwa raga manusia
yang disekap dalam kamp konsentrasi Yahudi di Auschwitz dan Buchenwald.
Sastra Perang “menggemakan bisikan” pikiran dan jiwa manusia yang mengalami
atau terpengaruh oleh perang, beserta keluhuran dan kebusukannya. Sastra Perang
menyuarakan yang terabaikan dalam hiruk kekerasan, serupa kesaksian melankolis
puisi Toto Sudarto Bachtiar Pahlawan Tak Dikenal: Wajah sunyi setengah
tengadah/Menangkap sepi padang senja/Dunia tambah beku di tengah derap dan
suara menderu/Dia masih sangat muda.
Namun, ada Sastra Perang yang berfungsi sebagai “dokumentasi” peristiwa
perang, misalnya sebagian Syair Perang Menteng yang mencatat serangan militer
kolonial Belanda ke Kerajaan Palembang dan perlawanan rakyat Palembang. Syair
ini digubah pada 1819, tak lama seusai perang ini meletus. Dan, juga ada Sastra
Perang yang difungsikan untuk mengobarkan semangat perlawanan, contohnya
Hikayat Perang Sabil saat rakyat Aceh mempertahankan wilayahnya dari agresi
militer kolonial Belanda.
Pramoedya
Sastra Perang bagi pembaca yang hidup di dunia nan damai bisa menjadi
sejenis “hiburan” pemantik naluri dramatik yang bisa mengusik atau
menggundahkan lantaran sembulan kegetiran dan kengerian dari pergumulan batin
dan pikiran manusia yang terlibat perang atau terpengaruh olehnya.
Cerita dari Blora Pramoedya Ananta Toer, misalnya. Karya yang ditulis
semasa revolusi 1945-1949, ketika di dalam dan selepas dari penjara Belanda,
ini menggambarkan sisi lain kehidupan manusia yang mengorbankan banyak hal demi
cita-cita kemerdekaan, tetapi pengorbanan itu hanya menyebabkan penderitaan.
Kisah-kisah yang diduga mengandung otobiografi pengarangnya ini menggambarkan
manusia-manusia frustrasi akibat perang. Peristiwa perang dalam kisah-kisah ini
cuma jadi latar yang muncul-hilang atau samar sama sekali.
Pram dan Chairil adalah manusia yang menghirup udara dan tumbuh pada masa
perang. Penghayatan mereka atas perang dan dampaknya menjadi pengalaman pribadi
yang natural. Perang adalah pengalaman empiris dan otentik mereka.
Namun, lewat data dan imajinasi, penghayatan terhadap perang atau dampaknya
bisa terselenggara tanpa dialami oleh pengarang secara langsung, misalnya puisi
Zagreb Goenawan Mohamad: Ibu itu datang, membawa sebuah bungkusan,/datang jauh
dari Zagreb./Ibu itu datang, membawa bungkusan, berisi sepotong kepala, dan/berkata
kepada petugas imigrasi yang memeriksanya:/”Ini anakku.”. Meski puisi dianggap
realitas fiksional, bukanlah berarti puisi ini khayalan kosong yang tak bisa
menautkan referensi pembaca ke peristiwa getir akibat keganasan perang, nun di
sana.
Sedangkan Saksi Mata Seno Gumira Ajidarma adalah “berkah” dari pembatasan
terhadap wartawan yang meliput konflik bersenjata di Timor Timur pada masa Orde
Baru. Berita-berita Seno mengenai konflik berdarah ini dibungkam (off the
record). Tetapi, “ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara” kata Seno.
Kisah-kisah dalam kumpulan cerpen ini merupakan berita (fakta) yang “menyamar”
sebagai sastra (fiksi), sehingga “berhak” atau malah “dituntut” menyembulkan
daya literer.
Inti dari Sastra Perang adalah konflik lahir batin, kekerasan, dan tragedi
akibat perang sebagaimana juga konflik atau kekerasan massal di Tanah Air dalam
satu-dua dasawarsa belakangan ini yang merenggut banyak korban manusia.
Konflik-konflik ini terekam oleh jurnalisme dan secara signifikan belum muncul
dalam kesusastraan. Berubahkah watak kesusastraan mutakhir?
Konon, kesusastraan dianggap berharga antara lain karena mencerap suara dan
geliat zamannya. Unsur mutu atau capaian estetika kerap jadi kekuatan mendasar
dan amat menonjol, tetapi unsur ini bukanlah satu-satunya yang membuat
kesusastraan bisa gemilang atau menggugah pembaca dari masa ke masa.
***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rifqi Hidayat
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Hopid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agusri Junaidi
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Andhika Mappasomba
Andi Achdian
Andrenaline Katarsis
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Aprinus Salam
Arafat Nur
Ardy Kresna Crenata
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Wibowo
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Aryadi Mellas
Aryo Bhawono
Asap Studio
Asarpin
Asep Rahmat Hidayat
Asep Sambodja
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Kempling
Bambang Soebendo
Banjir Bandang
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Gibran Ramadhan
D. Zawawi Imron
D.N. Aidit
Daisy Priyanti
Dandy Bayu Bramasta
Daniel Dhakidae
Dareen Tatour
Dea Anugrah
Dedy Sufriadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Sartika
Dhanu Priyo Prabowo
Dharmadi
Diah Budiana
Dian Hartati
Didin Tulus
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Pranoto
Echa Panrita Lopi
Eddi Koben
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Faizin
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erlina P. Lestari
Erwin Dariyanto
Esai
Esti Ambirati
Evi Idawati
Evi Sefiani
F. Daus AR
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fandy Hutari
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Faza Bina Al-Alim
Felix K. Nesi
Ferdian Ananda Majni
Fian Firatmaja
Gampang Prawoto
Gema Erika Nugroho
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Gus Noy
H.B. Jassin
Hairus Salim
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hari Murti
Haris Firdaus
Harry Aveling
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HE. Benyamine
Hendri Yetus Siswono
Herman Syahara
Hermien Y. Kleden
Holy Adib
Huda S Noor
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Humam S Chudori
Husni Hamisi
I G.G. Maha Adi
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
Idealisa Masyrafina
Idrus
Ignas Kleden
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilham
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Irfan Sholeh Fauzi
Isbedy Stiawan Z.S.
J.J. Kusni
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jansen H. Sinamo
Joni Ariadinata
K.H. Bisri Syansuri
K.H. M. Najib Muhammad
Kahfi Ananda Giatama
Kahfie Nazaruddin
Kho Ping Hoo
Kika Dhersy Putri
Kitab Para Malaikat
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kuswinarto
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Lesbumi Yogyakarta
Lily Yulianti Farid
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
Luwu Utara
M. Aan Mansyur
M. Faizi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majene
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mamasa
Mamuju
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Masamba
Mashuri
Media KAMA_PO
Melani Budianta
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Afifi
Mohammad Yamin
Much. Khoiri
Muhammad Fauzi
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Ridwan
Muhammad Subarkah
Muhammad Walidin
Muhammad Yasir
Muhyiddin
Mukhsin Amar
Munawir Aziz
Musa Ismail
Mustamin Almandary
N Teguh Prasetyo
Nadine Gordimer
Nara Ahirullah
Nelson Alwi
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nugroho Sukmanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Asyhadie
Nurul Komariyah
Ocehan
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pamela Allen
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pelukis
Pendidikan
Penggalangan Dana
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Polewali
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Salafiyah Karossa
Pramoedya Ananta Toer
Pramuka
Prasetyo Agung
Pringadi AS
Pringgo HR
Priska
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puput Amiranti N
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Riadi Ngasiran
Rian Harahap
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Riki Fernando
Rofiqi Hasan
Ronny Agustinus
Rozi Kembara
Rusydi Zamzami
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Saini K.M.
Sajak
Salman Rusydie Anwar
Salman S Yoga
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sapto Hoedojo
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Seni Rupa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirajudin
Siswoyo
Sitok Srengenge
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia
Sosiawan Leak
Sukitman
Sulawesi Selatan
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suriali Andi Kustomo
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syamsudin Noer Moenadi
Syihabuddin Qalyubi
Syu’bah Asa
Tari Bamba Manurung
Tari Bulu Londong
Tari Ma’Bundu
Tari Mappande Banua
Tari Patuddu
Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Toerang Batu
Tata Chacha
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teddi Muhtadin
Teguh Setiawan Pinang
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tito Sianipar
Tjahjono Widijanto
Toeti Heraty
Tosiani
Tri Wahono
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
UU Hamidy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wan Anwar
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono
Wicaksono Adi
Wilson Nadeak
Wisata
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yopie Setia Umbara
Yosephine Maryati
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yurnaldi
Zamakhsyari Abrar
No comments:
Post a Comment