Friday, April 23, 2021

Kiprah dan Perjalanan Hidup Sastrawan Radhar Panca Dahana (1965-2021)

Radhar Panca Dahana (26 Maret 1965 – 22 April 2021)

Dandy Bayu Bramasta
Kompas.com 22/04/2021
 

Pembacaan puisi spiritual oleh Radhar Panca Dahana (RPD) dalam “Lalu Kau” di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) 19/20/2020 malam. Karya panggung terbaru dari Teater Kosong ini mengungkapkan perjalanan spiritual RPD yang kontemplatif mengenai hidup dalam proses berkaryanya. Lalu Kau merupakan buku keempat dari tetralogi puisi RPD yang bertajuk “Lalu.”
 
Budayawan sekaligus sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia pada hari Kamis, 22 April 2021. Kabar tersebut dikonfirmasi oleh anggota Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) Noorca Massardi. RPD diketahui merupakan pimpinan Forum Seniman Peduli TIM. “Innalillahi wainaillaihi roji’un, semoga amal ibadah almarhum diterima Allah SWT amin,” ujar Noorca saat dikonfirmasi Kompas.
 
Noorca meneruskan pesan yang dikirimkan oleh kakak RPD, yakni Radhar Tribaskoro. Dalam pesan tersebut, RPD disebutkan meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. “Telah berpulang malam ini pk. 20.00 adik saya tercinta Radhar Panca Dahana di UGD RS Cipto Mangunkusumo. Mohon maaf atas semua kesalahan dan dosanya. Mohon doa agar ia mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Aaminn YRA,” demikian bunyi pesan Radhar Tribaskoro yang diteruskan oleh Noorca.
 
Berikut kiprah dan perjalanan hidup Radhar Panca Dahana
 
Dilansir dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemenkdikbud), Radhar Panca Dahana memiliki julukan yang beragam; dikenal sebagai esais, sastrawan, kritikus sastra, dan jurnalis. Selain itu, RPD bergiat sebagai pekerja dan pengamat teater. Puluhan esai, kritik, karya jurnalis, kumpulan puisi, naskah drama, pertunjukan teater, dan beberapa buku tentang teater telah dihasilkannya.
 
Radhar Panca Dahana lahir di Jakarta pada 26 Maret 1965. Nama Radhar merupakan akromim dari nama kedua orang tuanya, yakni Radsomo dan Suharti. Ia merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara, yang seluruhnya juga mempunyai nama depan Radhar. Kehidupan masa kecilnya sangat keras. Ayahnya mendidik anak-anaknya dengan disiplin tinggi, bahkan cenderung otoriter. Sejak kecil ia dan saudara-saudaranya sudah diajari berhitung angka hingga jutaan, pulang ke rumah harus tepat waktu, dan senantisa belajar kapan pun. Hukuman yang diterima jika melanggar aturan tersebut ialah sabetan rotan. Selain itu, seluruh anak lelaki dikuncung, digundul dengan disisakan sedikit rambut di ujung kepalanya.
 
Kerap membangkang, tapi bakatnya luar biasa
 
Dari semua saudaranya, hanya ia yang paling kerap membangkang, dan mendapat hukuman sangat keras. Ketidakcocokan cita-cita antara orang tuanya dan dirinya, yaitu orang tuanya mengharapkan dirinya menjadi seorang pelukis, sedangkan ia sangat menyukai teater dan karang-mengarang, dan karena sering pula disakiti secara fisik, membuat RPD pada akhir tahun 1970, sering pergi dari rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tempat favorit yang ditujunya ialah kawasan Bulungan, tempat yang kemudian membentuk pribadinya seperti dikenal saat ini. RPD memang dianugerahi bakat menulis. Ketika masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar, ia sudah mampu menulis cerita pendek “Tamu Tak Diundang.” RPD mengirimkannya ke harian Kompas dan dimuat.
 
Pada saat duduk di bangku kelas dua SMP, ia menjadi redaktur tamu majalah Kawanku. Selama beberapa bulan, ia membantu menyeleksi naskah cerpen dan puisi yang masuk. Ia mulai mengarang cerita pendek, puisi, dan membuat ilustrasi, ketika duduk di kelas tiga SMP. Beberapa karyanya, diantaranya dimuat di majalah Zaman, waktu itu redakturnya Danarto. RPD menyamar jati dirinya dengan nama Reza Morta Vileni. Nama samaran itu diilhami nama teman sekolahnya, Rezania, yang piawai berdeklamasi.
 
Kiprah Radar
 
Saat sekolah SMA di Bogor, ia sempat bergabung pada Bengkel Teater Rendra. Namun RPD berselisih dengan Rendra mengenai manajemen grup. Akhirnya, ia mengundurkan diri. Ketika Arswendo Atmowiloto membuat Koma (Koran Remaja) akhir tahun 1970-an, ia turut terlibat sebagai reporter dan menandai kiprahnya sebagai jurnalis. Pada periode itu, produktivitasnya mengarang cerpen remaja sangat tinggi. Waktu itu terbit di berbagai majalah kumpulan cerpen di Jakarta, seperti Pesona dan Anita, menjadi tempat penampungan karya-karyanya.
 
Cerpen Radhar Panca Dahana kala itu mengisi media massa cetak, seperti majalah remaja Gadis, Nona, dan Hai, bahkan majalah dewasa seperti Keluarga, Pertiwi, dan Kartini. Karier RPD sebagai jurnalis pemula makin berkembang, ketika diterima bekerja di harian Kompas. Valens Doy, wartawan senior berpengaruh, menempatkan RPD sebagai pembantu reporter atau reporter lepas. Ia diminta menulis rubrik apa saja, seperti olahraga, kebudayaan, pendidikan, berita kota mengenai kriminalitas, dan hukum. Akan tetapi, pekerjaannya sebagai jurnalis terhenti saat orang tuanya tak mengizinkannya bekerja.
 
Tidak diizinkan orangtuanya
 
Radhar Panca Dahana harus kembali ke bangku sekolah. Pendidikan SLTA-nya (melalui SMA 11 Jakarta, SMA 46 Jakarta, dan sebuah SMA di Bogor) dihabiskan dalam waktu enam tahun. Menurutnya, hal itu buah dari kekecewaannya, karena tak diizinkan bekerja oleh orang tuanya. Sejak SD, wataknya yang memberontak dan ingin “menguasai” publik membuatnya tak disukai teman-temannya. Di SMA, ia kerap bertengkar dengan guru dan menolak sistem sekolah. Hal itu tidak mengherankan, karena RPD yang senang membaca buku berat, seperti pemahaman Ivan Illic tentang formalisme pendidikan dalam Bebas dari Sekolah dan pemikiran Paulo Freire dalam Pendidikan Kaum yang Tertindas, tanpa mencernanya.
 
Radhar Panca Dahana saat itu dekat dengan Noorca M. Masardi, Anto Baret, dan W.S. Rendra. Ketiga orang itulah yang membantunya dengan memberi nasihat mengenai apa yang patut diperbuatnya. Setelah lulus SMA, ia memutuskan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Tapi harapannya untuk diterima di Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Padjadjaran, sirna. Setelah itu, ia kembali mencoba masuk ke perguruan tinggi, kali ini Universitas Indonesia (UI). Ia diterima di sosilogi UI dan mata kuliahnya diselesaikan dalam waktu 2,5 tahun. Pada tahun 1997, melanjutkan studi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Perancis, dengan meriset postmodernisme di Indonesia.
 
Pulang ke Indonesia
 
Baru setahun, RPD pulang ke Indonesia dan membatalkan fasilitas studi yang harusnya mencapai tingkat doktoral. Alasannya, “Aku tak kuat menahan diri. Sementara aku hidup enak di sini, di negeriku orang-orang hidup dalam teror.” Ketika itu, di Indonesia sedang terjadi kekacauan politik dan ketidakstabilan keamanan akibat tergulingnya Soeharto dari kursi presiden. Sepulang dari Perancis, RPD mengalami stres berat. Ia divonis gagal ginjal kronis, acute renal failure dan chronic renal failure, pembunuhan sel ginjal secara perlahan. Dua buah ginjalnya dinyatakan sudah mati.
***
 
Kumpulan buku karyanya: Homo Theatricus Menjadi Manusia Indonesia (esai humaniora, 2002), Jejak Posmodernisme (2004), Inikah Kita; Mozaik Manusia Indonesia (esai humaniora, 2006), Dalam Sebotol Coklat Cair (esai sastra, 2007). Kumpulan puisinya: Simponi Duapuluh (1988), Lalu Waktu (2003). Kumpulan cerpennya: Masa Depan Kesunyian (1995), Ganjar dan Si Lengli (1994), Cerita-Cerita dari Negeri Asap (2005). Kumpulan naskah dramanya: Metamorfosa Kosong (2007).
 
Memimpin kelompok Teater Aquilla, Telaga, dan Teater Kosong. Radhar Panca Dahana terpilih sebagai satu di antara lima seniman muda masa depan Asia versi NHK (1996). Ia juga pernah meraih Paramadina Award (2005), menjadi Duta Terbaik Pusaka Bangsa dan Duta Lingkungan Hidup (sejak 2004). Dan tahun 2007 menerima Medali Frix de le Francophonie 2007 dari lima belas negara berbahasa Perancis.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2021/04/kiprah-dan-perjalanan-hidup-sastrawan-radhar-panca-dahana-1965-2021/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar