Monday, August 23, 2021

SOLILOQUI PAK BUDI

Raudal Tanjung Banua
 
Seingat saya, sudah lima kali saya jumpa langsung dengan pengarang Budi Darma. Masing-masing dua kali di Pekanbaru, sekali di Tanjungpinang dan Makassar, terakhir di Jakarta. Itu pun dalam waktu singkat, boro-boro bicara sastra empat mata, kami hanya sempat tegur sapa.
 
Pertemuan di Makassar misalnya, maaf, berlangsung di toilet hotel tempat acara. Beliau ngantri di belakang saya, dan saat saya putar badan beliau menyapa,"Sehat, Mas?"
 
"Sehat, Pak, semua lancar," jawab saya. Lalu saya menunggu di luar, untuk kemudian kami jalan beriringan sambil bercakap-cakap ringan kembali ke ruangan.
 
Di Pekanbaru juga begitu, hanya jalan bareng dari kamar hotel ke aula tempat acara dan sebaliknya. Di Tanjungpinang, meski ikut bantu-bantu panitia, tapi saya hanya sempat bicara soal teknis acara. Agak lama sedikit di lobi sebuah hotel di Palmerah, Jakarta Selatan, dalam sosoknya kian sepuh. Beliau didampingi putrinya, tapi seingat saya beliau masih pegang tas sendiri. Waktu saya bantu bimbing turun dari mobil, ia menolak halus. Saat duduk di sofa lobi, beliau bertanya tentang Yogya, di Yogya mana saya tinggal dan nanya apa masih ada sego gurih seharga 5000-an, saya jawab ada meski kini lebih banyak dalam format "nasi kucing" dengan harga setengahnya. Saya juga bilang suka soto ambengan, namun agak merinding dengan rawon setan yang pernah saya coba di Surabaya, dan obrol-obrol ringan sejenis itulah.
 
Tentu saja pertemuan singkat tersebut amat berkesan, salah satunya membuktikan omongan orang yang sejak lama saya dengar. Bahwa Pak Budi itu amat santun dan sejuk orangnya, tak seperti tokoh-tokoh prosanya yang dingin dan liar. Dan kerap jadi contoh soal tentang hubungan teks dan pengarang.
 
Saya ingat dulu sering mempercakapkan ini dengan Bang Tan Lioe Ie dalam sejumlah kesempatan. Bahwa, tokoh-tokoh fiksi ciptaan pengarang boleh senewen dan jungkir balik, tapi pengarangnya kudu adem, pandai bersosial, bisa santai dan normatif, meski sah-sah saja untuk ikut senewen. Tapi dalam konteks Pak Budi karakter beliau tampaknya cocok dengan yang pertama. 
 
"Kurang apa liarnya karakter Orang-Orang Bloomington, beda jauh dengan pengarangnya," kata Tan. "Dan pengarang Indonesia lain, jika mau bermain-main watak dan latar negeri asing, harus berjuang keras, jika tak mau di bawah bayang-bayang Budi Darma, atau sekalian belajar banyak dari kecanggihannya," lanjut Tan.
 
Itu benar, bila sosok dalam pertemuan-pertemuan singkat dengannya itu harus dibandingkan dengan sosok Joshua Karabish, Orez, Yorrick, Charles Lebourne, Ny. Nolan, Ny. Casper, Ny. Elberhart atau keluarga M atau laki-laki tua tanpa nama yang sejak awal meneror kita dengan bermain-main pistol. Jauh tenan. Pak Budi sejuk sekali, dan rapi jali penampilannya.
 
Akan tetapi bagaimana dengan konsepsi Budi Darma sendiri mengenai soliloqui? Ini juga sering saya diskusikan dengan penyair Tan. Dalam arti sederhana itu adalah obsesi dan secara luas bisa berarti ideologi. Tapi jangan bayangkan ideologi kaffah dan masif. Ideologi tak harus menyangkut yang besar-besar, terkait "isme-isme", termasuk Ideologi Pancasila yang tanpa "isme" itu, namun bisa ideologi kecil, sub-versi, tak mesti subversif.
 
Bahkan ideologi bisa terkait kegelisahan personal, meski ingat, harus terus-menerus dipikirkan, konsisten diperjuangkan. Maka meski hanya kegelisahan tentang soal "kecil", niscaya dapat menyublim. Dalam konteks Pak Budi sendiri, soal itu berupa relasi manusia urban, di mana satu sama lain tak bisa mendikte dan didikte, dan hubungan lazim digerakkan oleh kebutuhan, jika tak butuh amit-amit, mengingatkan saya sedikitnya pada filsafat Gabriel Marcel.
 
Kegelisahan yang menyublim bahkan mampu menggerakkan ketaksadaran saat menulis, tanpa pengarang sendiri tahu ke mana arah cerita, namun sepanjang itu berlangsung dalam tataran obsesi yang berurat-akar, maka percayalah sidik jari pengarang tak akan pernah hilang, dan semua terkendali. Mungkin itulah yang disebutnya bahwa mengarang adalah rangkaian pernyataan takdir, dan ia jadi pengarang karena takdir.
 
Sampai di sini saya jadi teringat buku-buku waktu SD yang sangat sederhana dan lugas penyajiannya seperti "Ini Budi," atau "Ini bapak Budi," namun begitu lama bersemayam dalam kepala. Seiring waktu, tentu menyebar dalam berbagai varian, versi atau variasi, yang akan muncul begitu saja saat saya berpikir katakanlah tentang dunia pendidikan. Dalam bentuk paling sederhana, demikianlah saya memahami soliloqui Pak Budi Darma.
 
Menarik juga gagasan Pak Budi tentang lokalitas Orang-Orang Bloomington, dalam makalahnya di Kongres Cerpen IV/2005. Ini menambah khazanah dan wacana lokalitas jadi tak sebatas etnisitas apalagi eksotisme, melainkan entitas semisal kehidupan urban- metropolitan. Makalah tersebut kami muat dalam Jurnal Cerpen edisi khusus Kongres, dan Lan Fang meminta membawakannya buat Pak Budi saat launching di Banjarmasin.
 
Ceramah Pak Budi dalam Temu Sastra Asia Tenggara di Pekanbaru sangat menarik, di mana ia melihat evolusi minat dan kecerdasan berlangsung dalam sastra, niscaya pembaca dan pencipta karya unggul ada seleksi alam juga. Tapi saya agak lupa persisnya, dan kudu membuka lagi makalah yang masih saya simpan itu, sebagaimana dulu saya selalu mengulang membuka-baca Soliloqui dan Harmonium.
 
Terakhir, saya paling suka cerpennya Derabat. Katanya Derabat dan Metropik yang sama-sama jahat itu, keduanya menyatu dalam diri Derabat dan sebaliknya; Metropik adalah Derabat dan Derabat adalah  Metropik; biarlah iblis bertempur melawan iblis.
 
Berhadapannya tokoh-tokoh antagonis dengan sesama mereka sendiri untuk saling membunuh dan menundukkan, entah kenapa terasa aktual dan relevan dalam banyak sisi kehidupan kita kini.
 
Hingga saat ini saya dan istri di rumah punya istilah untuk menyebut suatu peristiwa, keadaan atau pola relasi yang analog dengan itu sebagai "derabat".
 
"Mereka, para petualang itu adalah para derabat," atau,"Ya, kejadiannya derabat amat!" itu sebagai misal. Senang membayangkan kapan-kapan entri ini bisa masuk kamus besar.
 
Selamat jalan pengarang Budi Darma, lapang jalanmu ke Sorga...
 
/Lemahdadi, 21 Agustus 2021

NB: buku Orang-Orang Bloomington hadiah dari Bang Idk Raka Kusuma bertahun-tahun lalu. http://sastra-indonesia.com/2021/08/soliloqui-pak-budi/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar