Sunday, August 8, 2021

La Runduma dalam Kentalnya Warna Lokal

Maman S. Mahayana
nfoanda.com/Republika
 
Dalam kentalnya warna lokal, cerpen La Runduma karya Wa Ode Wulan Ratna berhasil memenangkan juara pertama Sayembara Menulis Cerpen Creative Writing Institute (CWI) 2005. Cerpen yang mengangkat tradisi unik etnis Buton, khususnya tentang peristiwa upacara posuo ritual dalam tradisi pingitan adat keraton Buton itu sekaligus mewakili dominannya warna lokal pada hampir semua cerpen peserta sayembara tahunan ini, terutama yang terpilih sebagai cerpen terbaik. Cerpen Orang-orang Pos 327 karya Muhammad Nasir Age, yang menempati juara kedua, juga mengangkat persoalan lokalitas konflik Aceh sebagai tema sekaligus latar cerita. Begitu juga cerpen Abu Nipah karya Herman R yang meraih juara ketiga.
 
Seperti peristiwa kebetulan bahwa Kongres Cerpen Indonesia (KCI) IV di Pekanbaru (26-30 November 2005) bertema ‘kembali ke estetika lokal’. Para peserta sayembara cerpen CWI kali ini juga banyak yang mengambil persoalan lokal sebagai tema atau latar (setting) cerita. Tampaknya, gairah untuk kembali ke warna lokal, ke problem lokalitas, dan ke kekayaan budaya etnis, mulai semarak kembali dan mengental di kalangan para penulis cerpen kita belakangan ini.
 
Namun, tentu bukan hanya karena kentalnya warna lokal cerpen La Runduma terpilih sebagai juara pertama. Dewan juri babak final yang terdiri dari (disusun secara alfabetis) Ahmadun Yosi Herfanda, Eddy A Effendi, Hamsad Rangkuti, Hudan Hidayat, Maman S Mahayana, Mariana Amiruddin, dan Sutardji Calzoum Bachri, sepakat menilai cerpen tersebut sebagai yang terbaik — tentu setelah melewati perdebatan yang cukup alot. Keunggulan itu juga bukan hanya lantaran usaha pengarangnya yang coba melakukan eksplorasi tematiknya, tetapi juga kekuatan gaya bertutur dan penguasaan bahasanya yang nyaris lincah, mengalir, dan kaya metafora.
 
La Runduma mengisahkan seorang gadis dari lingkungan keraton Buton yang harus mengikuti ritual posuo bersama tujuh gadis lain sebagai proses transformasi dari gadis remaja ke dewasa. Mereka ditempatkan di dalam ‘ruang pingitan’ yang disebut suo, yang pengap dan lembab. Selain diantar menjadi gadis dewasa, keperawanan mereka juga diuji secara simbolik melalui ritual menabuh gendang. Disediakan satu gendang untuk tiap peserta posuo. Jika gendangnya pecah saat ditabuh, itu berarti orang yang bersangkutan sudah tidak perawan lagi. Namun, yang terjadi, meskipun masih perawan, gendang Johra tokoh utama cerpen La Runduma pecah juga. Dari sinilah adat yang kaku dikoreksi, didialogkan dengan perkembangan zaman, dibenturkan dengan semangat kebebasan, dan cinta yang tidak bisa lagi diatur untuk kepentingan adat semata.
 
Tarik-menarik tradisi dan modernitas yang seperti itu sesungguhnya terjadi di banyak komunitas etnik kita yang tersebar di wilayah Nusantara ini. La Runduma adalah satu kasus yang terjadi di lingkungan keraton Buton. Dalam konteks kultur etnik keindonesiaan, ia seperti merepresentasikan berbagai kasus lain yang terjadi di lingkungan komunitas etnik lainnya. La Runduma menjadi sesuatu yang khas, sekaligus juga universal jika ditarik lebih luas memasuki wilayah kultur etnik lainnya. Sebuah potret sosial yang sangat mungkin dapat digunakan sebagai cermin ketika kita menghadapi kasus sejenis dari masyarakat etnis lain.
 
Cerpen Orang-Orang Pos 327 dan Abu Nipah yang sama-sama mengangkat ‘posisi rawan warga sipil’ di tengah konflik disintegrasi Aceh juga unik dan menarik, dengan gaya bertutur dan penguasaan bahasa yang sangat memadai, lincah dan lancar. Keduanya berhasil membangun ketegangan (suspense) sejak awal cerita dan terus dibina secara perlahan dan wajar. Orang-Orang Pos 327 terasa lebih mengalir dalam bertutur dan berhasil menciptakan rangkaian peristiwanya lengkap dengan penghadiran latar susana. Penguasaan bahasanya yang sangat memadai memungkinkan pengarang lebih leluasa menarik pembaca melalui metafora yang dihadirkannya dan penciptaan asosiasi tentang suasana peristiwa yang bersangkutan.
 
Keunikan dan daya tarik juga terasa pada cerpen-cerpen yang menempati posisi juara harapan, yakni Pulang karya Galang Lutfiyanto, Bersampan ke Seberang karya Satmoko Budi Santoso, dan Perempuan itu Terlahir dari Doa karya Kukuh Yudha Kananta. Ketiganya kental warna lokal, dengan ekplorasi tematik dan gaya bertutur masing-masing yang cukup memikat.
 
Selain memilih tiga juara dan tiga juara harapan, Dewan Juri juga merekomendasi 24 cerpen yang dipandang sangat patut dihimpun dalam buku kumpulan cerpen yang menjadi produk penting untuk mendokumentasikan karya para juara dan nomine sayembara tahunan yang juga diikuti peserta dari luar negeri ini. Buku kumpulan cerpen itu, seperti diyakini Ketua Panitia Penyelenggara, yang juga Asisten Deputi Pengembangan Wawasan dan Kreativitas Pemuda Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Drs Wafid Muharam MM, dapat menjadi barometer ‘pencapaian estetik’ para cerpenis muda Indonesia. Keyakinan Wafid cukup berdasar, karena tiap tahun sayembara ini diikuti rata-rata lebih dari 400 cerpenis muda dari hampir seluruh penjuru Tanah Air. Apalagi, dua sayembara cerpen CWI sebelumnya telah ikut melahirkan cerpenis-cerpenis muda nasional, seperti Azhari, Yetti AK, Dianing Widya Yudhistira, Aris Kurniawan, dan Akidah Gauzillah.
 
Cerpen-cerpen yang tahun ini masuk nomine dan akan ikut dibukukan adalah Kereta Waktu karya M Husni Abid, Nastiti karya Haryati, Coklat di Negeri Pasir karya Prakoso Bhairawa Putera S, Kidung Hujan Sang Peri karya Dina Pratiwi Sampoerna A, Lima Puluh Ribu Rupiah yang Jatuh ke Ember Merah karya Abdullah Khusairi, Tubuh karya Dian Hartati, Dugan Ragi Manis karya M Ramadhan Batu Bara, Sebutir Peluru dalam Buku karya Olyrinson, Anomali karya Ambhita Dhyaningrum, Ajari Aku Mencinta karya Elda Yulita, Bocah Bersayap Biru karya Muhammad Nasir Age, Luka karya Ahmad Muchlis AR, Kama yang Lapar di Tepi Banyu karya Tyas Hardi, Aku Cantik karya Lubis Grafura, Melukis Tubuhmu karya Alex R Nainggolan, Perempuan Dilarang Menangis karya Lubis Grafura, Lebaran Ini Saya Ingin Pulang, Mak karya M Husnul Abid, Perempuan Api karya Andriansyah, Senshu Maru 1 karya Endah Sulistyowati, Seribu Masjid yang Kudirikan karya Denny Prabowo, Ni Luh karya Eka Prama Yanti, Lilin yang Tak Pernah Padam karya Lubis Grafura, Gerbong karya Rifan Nazhip SS, dan Tukang Jahit karya Aris Kurniawan.
 
Sayembara tahun ini, menurut Wafid, sebenarnya diikuti oleh lebih dari 800 cerpen karya lebih dari 500 cerpenis muda (berusia di bawah 40 tahun) yang berasal dari seluruh Tanah Air. Sayangnya, sedikitnya 140 naskah datang terlambat, melewati batas akhir penerimaan naskah, dan baru sampai ke Panitia setelah proses penjurian Babak Penyisihan berakhir, sehingga tidak dapat disertakan.
 
Seperti tahun-tahun sebelumnya, sayembara ini menerapkan proses penjurian dua tahap. Tiap tahap penjurian melibatkan tujuh orang juri. Tahun ini yang menjadi juri babak penyisihan adalah Putu Fajar Arcana, Agus Noor, Irwan Kelana, Mujib Rosidi, Kurniawan, Chapchay Hermani, dan Damhuri Muhammad. Tahapan penjurian dan banyaknya jumlah juri dimaksudkan agar penilaian dan pemilihan para juara dapat lebih objektif.
 
Sayembara tahun ini terasa unik, karena panitia penyelenggaranya bernaung di bawah Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga — sebelumnya di bawah Depdiknas — yang kesan umumnya hanya mengurus olahraga. Namun, seperti dikatakan Deputi Bidang Pemberdayaan Olahraga Drs H Sakhyan Asmara MSP, pemberdayaan pemuda melalui peningkatan kreativitas memang menjadi salah satu bidang kerja kementerian ini. Dan, sayembara menulis cerpen merupakan kegiatan yang efektif untuk itu. Karena itu, H Sakhyan berkomitmen untuk tetap mengadakan sayembara tersebut tiap tahun, bahkan berencana akan meningkatkannya menjadi sayembara menulis cerpen internasional dalam bahasa Melayu-Indonesia.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/09/la-runduma-dalam-kentalnya-warna-lokal/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar