Tuesday, August 10, 2021

KEHIDUPAN MENJADI SEMPURNA DENGAN SASTRA

Pengukuhan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Batola
 
HE. Benyamine
Media Kalimantan, 28 Des 2011
 
Sastra mampu menggambarkan peristiwa dengan sempurna, menjadi sempurna, dan menyentuh diri secara sempurna. Melalui sastra, kehidupan ini lebih dapat dinikmati dengan menghadirkan pemaknaan yang mengarah pada penemuan hikmah pada setiap peristiwanya. Berbicara tentang sastra, begitulah bupati Kabupaten Barito Kuala, H. Hasanuddin Murad, SH., pada acara pengukuhan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang Barito Kuala dan Pagelaran Sastra (26 Desember 2011: 20.00) di Panggung Terbuka yang menghadap sungai Barito.
 
Ungkapan bupati tersebut menunjukkan suatu pemahaman yang luar biasa atas sastra, meski beliau mengaku tidak begitu mengerti dengan sastra, yang memberikan harapan dan spirit pada pertumbuhan dan perkembangan sastra di Batola khususnya. Apa yang dikatakan bupati itu, mungkin dipengaruhi masa kecil beliau, yang memang hidup dengan kegembiraan sastra lisan sebagaimana masa kecil sebagian anak semasa beliau, karena masih sering terdengar senandung syair dan pantun juga bentuk sastra lisan lainnya.
 
Pada pengukuhan KSI Batola, yang dihadiri beberapa tokoh sastra dari Batola sendiri; Iberamsyah Amandit, H. Roeck Syamsuri Saberi (Ketua DKD), Syarkian Noor Hadie, AA. Ajang, Maskuni SPd (Ketua KSI Batola terpilih) dan lainnya, juga dari kota Banjarbaru seperti Hamami Adaby, Ali Syamsuddin Arsi, dan Iberamsyah Barbary, dan dari kota Banjarmasin seperti YS. Agus Suseno, Micky Hidayat, Syarifuddin R., dan Burhanuddin Soebely, sungguh terasa suatu perhelatan yang meriah dan menghibur. Dengan panggung sederhana, beberapa tampilan pagelaran sastra tampil memukau, yang seakan mengusik ketenangan arus sungai Barito yang sedang menahan beban pergerakan tongkang batubara yang juga merambat pelan-pelan.
 
Penampilan penari yang membuka pagelaran sastra membawa hadirin pada pengukuhan percikan keindahan yang terbentang di banua Barito Kuala, penari-penari yang mengalirkan kekuatan dengan cara kelembutan dan keindahan. Para penari mengerti bahwa Barito Kuala mempunyai kemampuan untuk berperan aktif dalam seni budaya, yang saat ini merupakan bagian dari 14 sektor ekonomi kreatif, dengan penampilan mereka yang bertenaga namun lembut.
 
Tampilan musikalisasi SMAN 1 Marabahan sungguh merasuk dan mengalun dengan lembut, dengan membawakan Balada Terbunuhnya Atmo Karpo karya WS. Rendra, terutama saat vokal perempuan (maaf namanya tak tahu; suaramu merdu) menyenandungkan balada tersebut, ada suatu aliran yang tenang dan menjadikan puisi tersebut terasa indah dan terkuat pesannya.
 
Sedangkan tampilan dramatisasi SMAN 1 Marabahan, yang mengangkat cerpen Sandi Firly berjudul Senja Kuning Di Sungai Martapura, dengan kelemahan sound system sehingga dialognya banyak yang tidak terdengar, secara keseluruhan mampu menghadirkan pertunjukkan yang menarik dan menghibur dengan sesuai dengan cerpennya. Penafsiran yang dramatis dan ditunjang dengan pilihan properti yang baik, tentu saja apa yang mereka tampilkan merupakan harapan yang cerah bagi pertumbuhan dan perkembangan pagelaran sastra di Batola.
 
Penampilan pembacaan syair, pantun, dan puisi oleh Sanggar Seni MAN 1 Marabahan, juga mampu menunjukkan bahwa sastra lisan tersebut juga menarik untuk ditampilkan sebagai suatu hiburan. Begitu juga dengan seni tradisional Madihin, yang merupakan sastra lisan juga, yang ditampilkan mahasiswa Unlam asal Batola.
 
Pagelaran sastra yang mengiringi pengukuhan KSI Batola, merupakan suatu petunjuk dan seakan gayung bersambut dengan gagasan Kepala Pariwisatan, Dinas Pemuda dan Olah Raga untuk menyelenggarakan pagelaran seni budaya, termasuk sastra, di panggung terbuka sebulan sekali setiap malam Selasa yang bertepatan dengan Pasar Malam Batola. Gagasan ini merupakan suatu petunjuk bahwa pemerintah daerah menyadari pentingnya memberikan dan menyediakan panggung pertunjukkan seni budaya dalam upaya menghidupkan seni budaya tradisional yang sebenarnya masih menjadi bagian kehidupan warga masyarakat. Apalagi, panggung tersebut di samping rumah dinas bupati, yang memungkinkan bupati berhadir pada waktu tertentu untuk menikmati pertunjukkannya.
 
Kehadiran bupati Batola pada pengukuhan KSI Batola dan Pagelaran Sastra, dan beliau mengikuti acara hingga selesai yang berakhir pada tengah malam (24.00), menjadikan acara malam itu sebagai sesuatu yang spesial dan bermakna, apalagi kehadiran beliau bukan untuk melantik atau mengukuhkan pengurus terpilih, dan tidak seperti yang umum dalam hajatan sastra yang mana pejabat publiknya pulang setelah acara pembukaan atau setelah mengukuhkan atau melantik. Bupati Batola mengikuti acara pagelarannya terlihat menikmati, dengan rokok kretek yang terus mengepul, dan mungkin saja membayangkan bahwa pagelaran yang sedang beliau saksikan merupakan pertunjukkan yang layak untuk diselenggarakan secara kontinue dan lebih intens; pejabat publik juga butuh mengisi waktu luangnya dengan seni budaya.
 
Pada jelang tengah malam, para penyair hebat, tampil membacakan puisi, mereka adalah Iberamsyah Amandit dengan puisi beliau sendiri; Mamang Borneo, yang menghentak relung-relung hati penonton, bait terakhirnya, “Usir maling-maling itu, usir maling-maling itu/usir maling-maling itu” sebagai penutup yang menyergap jiwa untuk melawan perampokan tanah Borneo oleh keserakahan, lalu dilanjutkan Hamami Adaby dengan membawakan karya Hanna Fransisca, berikutnya Ali Syamsuddin Arsi si “Gumam” yang terlihat agak ringan dan santai namun tetap menyentak, lalu Mecky Hidayat dengan puisi adaptasi dari novel Rumah Debu, yang begitu kuat dan penuh daya dalam melihat kondisi pertambangan yang serakah dan tak berhati, dan ditutup oleh YS. Agus Suseno dengan syair tentang Batola dan harapannya ke depan dengan suara yang mengalun layaknya aliran sungai Barito; tenang dan damai.
 
Pembacaan puisi berlanjut dengan didaulatnya Bupati, Sekda, dan Kepala Dinas yang telah dipersiapkan beberapa puisi untuk mereka pilih sendiri. Bupati Batola ternyata memilih puisi dengan judul Petani karya Iberamsyah Amandit, itupun tebakan bupati karena dibuatnya di Tamban sebagai tempat tinggal penulisnya. Pilihan bupati atas puisi itu dijelaskan beliau karena sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Batola, dan peradaban awal saja dimulai dengan pertanian, yang merupakan suatu harapan dirinya untuk kemajuan Batola berbasis pertanian yang lebih maju, baik untuk petani sendiri maupun produk yang dihasilkannya. Di sini, bupati perlu mempertimbangkan kembali perluasan perkebunan sawit skala besar, karena akan berhadapan petani-petani dengan penghidupannya, tentu saja hal ini menjadi pemikiran beliau dalam hal sawit ini.
 
Sedangkan Sekda membacakan dengan penuh semangat, dan ternyata beliau dapat dikatakan sebagai pembaca puisi yang berbakat, ada kejutan yang menghentak dan menyentak kesadaran penonton. Begitu juga dengan Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga yang dengan tenang menyelusup dengan suara beratnya. Mungkin, para pejabat publik seperti di atas perlu berhadir dan membacakan puisi, yang menjadi pelepasan beban pekerjaan dan tugasnya sebagai pejabat publik, selain tempat hiburan yang umum seperti karaoke atau lainnya.
 
Akhirnya, apa yang dikatakan Bupati dalam sambutannya di atas merupakan angin kebahagiaan bagi dunia sastra khususnya di Batola, apalagi beliau menambahkan bahwa melalui sastra membuat kritik lebih mudah diterima, sekeras apapun kritik itu, karena hal itu dilakukan oleh orang-orang yang penuh perenungan dan intelektual yang lurus. Apa yang disampaikan bupati merupakan suatu hal menarik untuk direnungkan bersama, karena sastra memang lebih sempurna dalam menggambarkan peristiwa dan keadaan, dan kritik dengan tulisan adalah peradaban yang maju.
 
***
http://sastra-indonesia.com/2012/01/kehidupan-menjadi-sempurna-dengan-sastra/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar