Thursday, August 19, 2021

Catatan Singkat: Merdeka itu Berjalan di atas Cita-cita!

Nurel Javissyarqi *
 
Sudah lama tak menulis lewat status facebook. Untuk memulainya kembali, yang ringan-ringan dulu. Kali ini, ditujukan pada orang-orang yang mencemburi saya atas kengangguran diri pribadi. Semoga nanti, tiadalah terbersit tindakan somse, kecuali demi mereka tak cemburu lagi atau kembalilah saling menginsyafi. Ada-ada saja pertanyaan seolah ingin tahu perputaran uang di saku, semisal “Selama ini tidak pernah menghasilkan uang dari website?” Batin ini agaknya berontak, “Jangan hubungkan sastra dengan uang di hadapan saya!” Selanjutnya, sambil dengar musik Mehter Ottoman, diperturutkan ini lelangkah... Bismillah... (Sepertinya agak sungkan, tapi biarkanlah dituntaskan guna pada ‘mingkem’, dan tiada pertanyaan semacam itu lagi).
***
 
Alhamdulillah, saya terlahir dari keluarga kalangan menengah, dibanding tetangga sedesa. Sekecilnya, ortu sudah memiliki perabotan mewah, misalkan televisi dan mobil. Dan sewaktu masih bocah, sekitar tahun 1980-an, pergaulan orang tua (ortu) telah memasuki kelas atas, terbukti setiap bulan saya diajak ke Surabaya untuk mengikuti arisan bersama para pedagang keturunan Tionghoa dengan pesta makan ala mafia. Sampai terbersitlah dambaan dimasa itu -kelak dewasa menikah dengan gadis china berkulit putih aduhai. Tapi hayalan soal gadis mulus berbanding terbalik dengan keseharian saya yang condong bergaul bersama teman-teman tak berada, tersebut lantaran diri begitu terhanyut oleh kekisah mengenai orang-orang utama atau para alim ulama yang kerap didongengkan para guru ngaji. Dan nyatanya sejak belia lebih menikmati kehidupan sederhana. Contoh waktu ortu membelikan sepatu, lebih memilih yang mereknya sama dipakai teman Ibtidaiyah. Namun agak berbeda, tatkala menginjak Tsanawiyah, tergiur juga pakaian bermerek.
 
Pergaulan dengan para pedagang Tionghoa Surabaya tersebut Alhamdulillah secara fisik keluarga besar kami mendukung, Emak berkulit putih laksana orang keturunan China, Abah berhidung mancung seolah keturunan saudagar dari bangsa Arab. Semenjak itulah, saya berusaha belajar ambil manfaat pandangan orang lain demi lelangkah berikutnya. Perihal ini mengingatkan masa-masa berangkat ke Jombang demi mondok saat naik bus antar kota, kerap kali gonta-ganti gaya penampilan, kadang awut-awutan seperti preman atau pencopet, kadang ‘macak’ santri tulen. Dari sini jadi tahu, kebanyakan orang melihat dari penampilan saja, dan kala kuliah menggondrongkan rambut pun ambil untung sebaik-baiknnya hingga kerap naik bus ke Jogjakarta, duduk di bangku untuk orang bertiga, saya pakai sendirian berleha-leha. Pungkasnya - hanya mata dekatlah, yang mengerti rindu dari pedihnya ujung pena.
 
Mungkin saya termasuk orang boros menghambur-hamburkan rupiah sebelum tahun 2011 atau dari masa kanak hingga tahun 2010. Hampir semua keinginan pribadi terpenuhi, tapi hasrat saya tidaklah ‘neko-neko,’ itu bisa saja lantaran kemujaraban wejangan guru ngaji dan sekolah, yang terserap secara alami dalam diri seorang bocah. Mengenal rokok, sejak pergaulan teman Tsanawiyah, dan sampai kini masih. Ketika Aliyah di Jombang, saya semakin boros, rokok Malboro, dan berhenti merokok Malboro atau menguranginya dengan merek lain, dikarena sempat muntah darah. Tahun 1995-2001 kembara ke Jogja, akhir di Magelang ditutup di Ponorogo, kemudian pulang ke Lamongan tahun 2002 -menikah. Pernikahan tersebut kandas tahun 2011, dan entah semilir angin apa mendorong diri balik ke bencah Jeruksing (bermukim di kediaman Dr. Sutejo), Njoresan, Tegalsari (Ponorogo). Kegagalan membina rumah tangga barangkali yang menyadarkan untuk tidak terlampau egois mengenai dunia perbukuan, setidaknya masa-masa sebelumnya lebih percaya ungkapan, ujaran atau pengetahuan yang bertebaran di buku (kitab), daripada obrolan di warung kopi misalnya, dan tidak atau kurang peduli kehidupan orang lain, kecuali berhubungan dengan keilmuan. Pengembaraan kedua di tlatah Reyog atas bimbingan sang motivator ulung Sutejo, diri pribadi saya sedikit demi sedikit diarahkan mengenai kehidupan bersosial. Sekecilnya mulai belajar menghafal nama-nama kawan baru yang tidak melulu berkecimpung di dunia penulisan. Dulu, hampir semua ucapan pula tindakan seseorang, yang tidak tertera di buku (kitab), saya abaikan. Dahulu, dikala keluar rumah tak membawa uang banyak, kurang percaya diri. Di bumi Bathara Katong kedua itulah baru sadari, bahwa menerima pemberian atau belas kasih itu berat, sangat berbeda tangan di atas betapa ringan. Pada titik inilah saya percaya, bahwa kedudukan memberi dan menerima adalah sama derajatnya atau tiada tinggi-rendah.
 
Dalam nilai material alam perbukuan, banyak teman saya sukses hingga jadi milioner, tapi hingga kini tiada cemburu, termotivasi untuk kaya raya pun tidak, mungkin saya telah kenyang mengenal gula-gula kehidupan sejak belia, atau merasai cukup menikmati hidup di dalam kesederhanaan. Sampai suatu kali bertanya kepada teman milioner tersebut, salah satunya pemilik penerbitan Araska, “Jangan-jangan saya tidak normal, karena kurang tertarik uang atau kemewahan? Dan sepertinya tiada jawaban, sambil kami terus melangkah di alur masing-masing tetap berkawan baik. Maka ketika tahun 2015 berniat menikah kembali, saya utarakan pada calon pasangan, “Kalau membina keluarga dengan saya, jangan berharap bisa kaya.” Ini tidak lebih lantaran diri masih mencintai dunia tulis-menulis, atau lebih banyak waktu membaca. Aha, jadi teringat semasa kecil pernah berdoa, “Ya Allah, kelak ketika dewasa, berikanlah pekerjaan yang tak banyak keluarkan tenaga fisik, tapi yang berhubungan dengan pemikiran,” karena menyadari tubuh yang kurus. Alhamdulillah, pernikahan kedua hanya dengan maskawin sebuah puisi, ini suatu bukti istri saya tak berharap lebih akan kebutuhan berumah tangga. Sekali lagi Alhamdulillah.
***
 
Parahnya sekitar setahun lalu dan lebih, saya dengar diantara pencemburu ada sempat berkata, “Lihat saja nanti, dipastikan gagal lagi berumah tangga.” Repot memang, ketika tidak tahu gaya hidup, pola pikir pilihan jalan hayati, rongga napas ketentuan disamping ketetapan Tuhan. Memang mungkin ada eloknya, ketika seseorang menyenangi kegiatan suatu hal yang dianggap mengasyikkan sekaligus beri untung, lantas mengajak orang lain berlaku sama, misal ortu saya sejak kecil mengarahkan diri menjadi pedagang, tapi ketika ketidaksepahaman terjadi, saya kira kurang bijak menyalahkan pilihan atau gaya orang lain, apalagi sampai membilang sekalimat di atas. Toh, saya tidak sekalipun ngerecoki keluarga mereka. Alhamdulillah, istri saya kadang mengikuti pola saya ketika ada pihak luar kasih berita kurang sedap dengan laksana cermin. Contohnya ketika dari luar menakut-nakuti ataupun meragukan pasangan kita, dibalikin saja kabar tersebut kepada mereka. Saya kira, hanya kaum kesepian yang mencari kerjaan sampingan, atau bahasa lain ngegosip.
 
Bisa dibilang saya orang pasar dan bodoh. Kata “bodoh” terbit sejak belia, sebagai anak terlahir prematur, urusan nalar kerap buntu kecuali tertimpa gencetan. Dan itu pun terjadi -saya ingat betul kejadiannya: saya bertiga dengan dua teman naik perahu ruyung melaju di atas sungai, saat itu usia kami kelas empat Ibtidaiyah, perahu tersebut terbalik karam, kedua teman bisa berenang, sementara saya tidak, maka merangkaklah diri dari dasar sungai wingit sambil mengingat-ingat tepian terdekat, Alhamdulillah sampai di tepi keselamatan. Di waktu lain saya cetuskan sebuah kata mutiara, kalau tak keliru terkumpul di buku Ujaran-Ujaran Hidup Sang Pujangga, “Orang yang selamat dari bencana, akan menyelamatkan bangsanya.” Tentu aforisma tersebut didukung banyak referensi atas kejadian-kejadian menimpai para tokoh, agar apa yang terkata sealur perjalanan suatu sejarah. Mengenai kata “pasar,” pembaca tahulah arus persaingan di dalamnya, yang mengharuskan bermental tangguh agar tidak dianggap enteng lawan pebisnis, sebisa mungkin menguasai jalur-jalur perdagangan, jikalau berhasrat menerjuninya. Dan sejak Tsanawiyah, pergaulan hidup saya sudah dengan orang-orang serampangan luar desa, diri pelajari betul dan tercacat di lembar-lembar ingatan. Saya pikir benar, kejujuran paling utama di segenap kehidupan. Akhirnya, Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir, la hawla wala quwwata illa billahil aliyyil azim...
***
 
*) Tukang posting di website Sastra-Indonesia.com dan puluhan pasukan blogspot. 

http://sastra-indonesia.com/2021/08/catatan-singkat-merdeka-itu-berjalan-di-atas-cita-cita/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar