Sunday, August 8, 2021

Bahasa Tegal dan Tradisi Tulis

Suriali Andi Kustomo
suaramerdeka.com
 
TIGA belas tahun yang lalu, saya memberi kata pengantar buku Roa, sebuah buku karya sastra terjemahan. Namun bukan buku terjemahan sastra asing ke bahasa Indonesia atau sebaliknya – dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, Perancis, Jepang, atau bahasa lain sebagaimana karya Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, Mochtar Lubis, Goenawan Mohamad, dan sastrawan Indonesia lainnya.
 
Buku itu tidak lain adalah kumpulan puisi terjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Tegal alias Tegalan! Lanang Setiawan yang menjadi penerjemah merangkap editor berhasil merayu sejumlah kawan: Yono Daryono, Nurhidayat (Poso), Nurngudiono, Roffie Dimyati, Hartono Ch. Surya, dan saya sendiri, bergabung di gerbong penerjemahan fenomenal itu.
 
Tidak tanggung-tanggung yang diterjemahkan puisinya adalah karya penyair besar Indonesia seperti Chairil Anwar, Rendra, Taufik Ismail, Hartono Andangdjaja, Yudistira ANM Massardi, F. Rahardi, dan penyair lainnya.
 
Seperti sudah dapat diduga, penerjemahan itu pun tanpa kulonuwun kepada para penyair atau ahli warisnya. Pokoknya, diterjemahkan. Dalam pengantar Roa (Mimbar Pengajian Seni dan Budaya, Tegal, 1994), saya mengingatkan bahwa puisi terjemahan tersebut bisa jadi sampah belaka jika upaya itu sekadar mencari efek komedikal dari bahasa Tegalan. Terlebih bila penerjemahan tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan nuansa dan makna puisinya.
 
Namun saya pun menyambutnya dengan antusias bahwa betapa pun menulis dan membaca dengan menggunakan ungkapan dan pengucapan bahasa ibu sendiri lebih memungkinkan kita (Wong Tegal) lebih bisa menemukan diri kita meskipun kelihan norak, lucu, wagu (aneh), dan (bagi orang lain) ngisin-ngisini (memalukan).
 
Efek penerjemahan tersebut memang di luar dugaan. Orang terutama sejumlah sastrawan, ramai membicarakan gaya nylenehdari Tegal itu. Sejarah kemudian mencatat, bahasa (sastra) Tegal mulai banyak diperbincangkan media.
 
Terlebih meskipun dari sekian puisi hanya puisi Rendra yang “meledak” tetapi sempat bikin geleng-geleng kepala dan ketawa orang yang mendekarnya. Puisi Rendra — “Nyanyian Angsa,” di-traslate Lanang Setiawan menjadi “Tembangan Banyak.”
 
Dari kalangan seniman Tegal sendiri sebenarnya ada beberapa orang yang mempertanyakan kualitas sekaligus motivasi penerjemahan tersebut. Lutfi AN misalnya, bahkan sempat menyayangkan saya karena memberi kata pengantar buku tersebut.
 
Selain dianggapnya sekadar main-main saja, publikasi terhadap Roa lebih banyak diangkat dari sisi keanehan penerjemahan daripada menyoroti kualitas penerjemahan itu sendiri. Ramainya publikasi pun akhirya menyeret puisi terjemahan menjadi ikon sastra dan bahasa Tegal.
 
Hanya sayang, ide main-main tetapi cerdas itu bila melihat kurun waktu kemunculannya (1994), rupanya terjebak kepada keasyikan menikmati booming dan efek publikasi “kehebatan” puisi terjemahan. Meskipun tetap ada saja orang menulis dengan bahasa Tegal bahkan seperti media cetak dengan bahasa Tegal, tetapi perkembangannya lambat. Selain karena minimnya penggerak, juga tidak adanya media yang secara khusus memberi ruang bagi ekspresi bahasa Tegal.
 
Menulis Bahasa Tegal
 
Pada bagian lain pengantar Roa, saya sebenarnya memberi semacam permakluman kepada mereka yang pro maupun kontra bahwa “gerakan” ini (maksudnya penerjemahan puisi tersebut) menjadi teramat penting bagi Tegal untuk menumbuhkan “bahasa ibunya yang kalah” sekaligus menziarahi kembali bahasa dirinya yang tercerabut, walaupun harus melalui medium atau karya “orang asing”.
 
Strategi ini cukup realistis mengingat tradisi menulis dengan bahasa Tegal belum begitu tumbuh. Untuk mendorongnya butuh pengungkit melalui bahasa Indonesia. Transformasi ini diharapkan berjalan lebih mudah hingga menyemai minat orang Tegal menulis dengan bahasa Tegal.
 
Dalam pemahaman saya sekarang, upaya penerjemahan ini dalam dunia pemasaran dikenal strategi co-branding di mana produk (bahasa Tegal) yang belum dikenal mengikuti merek yang sudah dikenal (bahasa Indonesia).
 
Ketika produk pengikut tidak bertransformasi dan berinovasi, produk ini akibatnya hanya akan dikenang saja. Itulah sebabnya upaya-upaya menumbuhkan tradisi tulis dalam bahasa Tegal harus menjadi prioritas.
 
Lanang Setiawan dan kawan-kawan lain bukan tidak melakukan tetapi menurut saya kegigihan mereka masih harus diintensifkan. Artinya jangan keenakan terus menjual “produk lama” yaitu puisi terjemahan dengan segala efek geer-nya tetapi juga butuh produk baru yang lebih fresh dan otentik.
 
Maka itulah kemunculan cerita bersambung berbahasa Tegal, Martoloyo karya Saroni Asikin yang setiap hari dimuat di surat kabar ini patut diberi apresiasi. Bukan saja kepada penulisnya yang telah berjuang keras menggali dan menyuguhkan tetapi kepada Suara Merdeka dan para pembacanya.
 
Dalam catatan saya, Martoloyo adalah naskah bahasa Tegal (kontemporer) yang bukan saja menarik tetapi terpanjang yang ditulis orang.
 
Ini juga membuktikan bahwa ada orang yang mampu menggunakan bahasa Tegal dengan memikat dan mampu “bernapas panjang”, tidak sekadar tulisan atau puisi yang asal tulis belaka.
 
Di luar diskusi, kongres, penulisan yang telah ada, dan bentuk sosialisasi lain, sudah saatnya setiap orang Tegal didorong menulis dengan bahasanya.
 
Bebas. Tanpa perlu takut salah atau ada yang mencoba menjadi “penguasa bahasa” sebab memang tidak ada otoritas dan pembakuannya.
 
Kalau ada yang menulis secara kasar dan terkesan tidak menghargai sopan-santun, biarlah itu menjadi cermin diri penulisnya. Tidak perlu risau atas semua ini.
 
Maka ketika dalam proses menulis Martoloyo, Saroni Asikin menanyakan beberapa kata dan ungkapan bahasa Tegal, saya akhirnya bilang, “Pokoknya tulis saja, tidak perlu takut salah, asal komunikatif dipahami Wong Tegal, tidak lepas konteks, dan syukur menarik. Anda bahkan bisa mencipta bahasa Tegal menurut versi Anda sendiri!”
***

http://sastra-indonesia.com/2009/12/bahasa-tegal-dan-tradisi-tulis/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar