Sunday, July 25, 2021

Rudapaksa

Asep Rahmat Hidayat *
badanbahasa.kemdikbud.go.id
 
Kata rudapaksa semakin sering digunakan dalam berita. Ketika kata itu diketikkan pada peramban Google muncul 665 ribu tautan dalam waktu 0.32 detik saja. Umumnya tautan berisi berita tentang pemerkosaan. Ketika kata itu ditambahkan dengan kata trauma, peramban memunculkan 120 ribu tautan dalam waktu yang sama terkait ranah Hal itu menunjukkan umumnya kata rudapaksa digunakan dalam konteks pemerkosaan. Oleh karena itu, ada pengguna bahasa yang mempertanyakan penggunaan kata rudapaksa yang menurutnya merupakan bentuk eufemisme dari kata perkosa atau pemerkosaan.
 
Kata rudapaksa awalnya diperkenalkan dalam Sidang Komisi Istilah di bawah ketua Prof. Dr. Prijana. Kata itu digunakan sebagai padanan untuk istilah hukum, gewelddadig pada istilah gewelddadige aanslag ‘makar rudapaksa’ dan gewelddadige dood ‘mati rudapaksa, mati karena kekerasan’. Seksi ilmu hukum beranggotakan Mr. Kuntjoro Purbopranoto, Mr. M.H. Tortaamidjaja, Mr. Alwi St. Osman, Prof. Mr. Dr. Hazairin, dan Djamaludin Dt. Singomangkuto. Padanan tersebut kemudian dimuat dalam lampiran majalah Bahasa dan Budaja, 1952.
 
Kata rudapaksa juga digunakan dalam bidang kedokteran. Seksi kedokteran yang beranggotakan Prof. Dr. Aulia, Dr. Ahmad Ramali, Dr. Gulam, Dr. Karimuddin, dan Nyonya Anisah Hamid memadankan geweld (trauma) dengan rudapaksa. Kata itu juga muncul pada istilah gewelddadige dood: mati rudapaksa. Padanan tersebut kemudian dimuat dalam lampiran majalah Medan Bahasa, Nomor 5, Tahun 1952 dan 1952 dan Kamus Istilah Kedokteran terbitan Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan (1961).
 
Apakah istilah itu berterima? Ya, sebagai buktinya korpus menunjukkan pemakaian istilah itu dalam bidang kedokteran dan hukum. Dalam buku Ilmu Kebidanan (1964) tercatat kalimat: “bahaya lain ialah sang bayi dapat menerima rudapaksa pada kepala (trauma capitis). Dalam buku Ilmu Kebidanan Dalam Rangkai Usaha Kesehatan (1960) terdapat: “rudapaksa pada alat genital”. Dalam buku Pertolongan Pertama Pada Ketjelakaan (1964) tercatat: “acapkali terjadi pada rudapaksa yang tumpul, bagian-bagian di bawah kulit rusak”.
 
Selanjutnya, dalam buku Kitab Himpunan Perundang-undangan Negara (1962) tercatat: “mati rudapaksa (mati karena perbuatan kekerasan), RIB Pasal 69”. Sementara itu dalam buku Kejahatan dan Penyimpangan dalam Perspektip Krimonologi (1988) tercatat kata rudapaksa badani sebagai sinonim dari bahaya. Dalam Dharma Warta (1975) kata rudapaksa dipahami sebagai kekerasan.
 
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga mencatat kata rudapaksa. Dalam KBBI Edisi Pertama (1988) rudapaksa berkelas kata nomina dan didefinisikan sebagai ‘perbuatan yang dilakukan dengan paksa’. Namun, dalam KBBI Edisi Kedua (1991) definisi rudapaksa diubah menjadi ‘kekerasan; kekejaman’ dengan keterangan etimologi dari bahasa Jawa. Definisi itu berubah lagi pada KBBI Edisi Ketiga (2001), yaitu rudapaksa: ‘paksa; perkosa’. Definisi itu bertahan dalam KBBI daring.
 
Perubahan itu tidak menunjukkan inkonsistensi penyusun kamus. Penyusun kamus merekam terus perkembangan kata dan maknanya sebagaimana penggunaannya oleh masyarakat. Dalam ilmu semantik perubahan makna seperti itu merupakan gejala bahasa yang lazim.
 
Perubahan itu berdasar pada perkembangan penggunaan dan pemaknaan kata tersebut dalam korpus yang mencerminkan penggunaan dalam masyarakat. Pemaknaan rudapaksa sebagai perkosaan justru muncul dalam bidang kedokteran juga. Sebagai contoh dalam buku Membina Keluarga Bahagia: Pembatasan Kelahiran (1967) terdapat uraian: “hal tersebut a.l. disebabkan oleh adanya apa yang dinamakan ovulation violentas yang berarti pelepasan sel telur akibat paksaan/perkosaan pada sesuatu persetubuhan, oleh sesuatu ruda-paksa umpamanya”. Demikian pula dalam Rekonsiliasi Konflik Domestik: Sebuah Bunga Rampai Psikologi Sosial (1999) terdapat kalimat: “ketika seorang isteri membalas rudapaksa suaminya dengan memotong alat kelaminnya bahkan ada yang mengguyur suaminya dengan air mendidih karena tidak mau bercinta, apakah dalam hal ini isteri tidak memperkosa?”
 
Perkembangan makna rudapaksa juga terlihat pada perluasan ranah penggunaan. Kata rudapaksa yang awalnya berkonteks hukum dan kedokteran digunakannya dalam ranah lain. Sebagai contoh dalam Mutiara Nahdlatul Ulama (1998) kata rudapaksa dimaknai sebagai kekerasan politik: “munculnya Parmusi setelah peristiwa rudapaksa politik tahun 1965, tidak otomatis menarik kembali mantan pendukung Masyumi”. Demikian juga dalam Rumah Sakit Bethesda Dari Masa Ke Masa (1989) tercatat: “Belanda yang membonceng tentara Sekutu ingin menguasai kembali Indonesia cara ruda paksa”. Selanjutnya dalam Percikan Masalah Arsitektur (2006) terdapat juga kata rudapaksa: “barangkali inilah biang keladi timbulnya kasus-kasus perusakan dan pembongkaran bangunan bersejarah secara rudapaksa”.
 
Rudapaksa yang berasal dari bahasa Jawa memang memiliki medan makna ‘kekerasan’ dan ‘paksaan’. Kata ruda bervariasi dengan roda yang menurut Roorda dalam Javaansch-Nederduitsch Woordenboek (1847) berarti ‘kekerasan, sengit, kejam’. Dalam bentuk kata kerjanya, ngruda atau ngroda salah satu artinya adalah verkrachten yang dalam istilah hukum dimaknai sebagai ‘memperkosa, merogol, menggagahi’ (Kamus Hukum Belanda-Indonesia, 1956). Pada kamus Roorda edisi 1901 muncul kata rodapeksa, paripeksa, ngroda paripeksa, dan ngroda peksa dengan arti ‘kekerasan dan pemaksaan’.
 
Kata perkosa atau diperkosa menurut Poerwadarminta berarti dipeksa atau dirujag (Bausastra Indonesia-Jawi). Dalam korpus penggunaan kata perkosa dengan makna ‘hubungan seksual secara paksa’ telah muncul dalam karya-karya penulis Tionghoa. Bisa jadi korpus ini menjadi bukti awal penggunaan kata itu, sampai ada korpus lain yang menunjukkan hal berbeda. Dalam Boekoe Tjerita Doeloe Kala Di Benoewa Negeri Tjina (1886) tercatat kalimat: “tiada kira dia poenja berani lantas masoek di kamar Tjoe Hin Kion dengen paksa maoe perkosa pada anak hamba. Kemudian dalam Lawah-Lawah Merah (1875) tercatat kalimat: “sa-orang laki-laki soeda rampas prampoean, jang saija tjinta. Itoe laki saija soeda saija boenoe pada malem kawinnja dan penganten prampoeannja saija soeda ambil dengan perkosa! Selanjutnya dalam Tjerita Nona Hong Giok (1918) tercatat pula: “sabagimana itoe orang jang di roema berhala maoe perkosa istrinja ko Hoat”.
 
Kata rudapaksa dan perkosa bertaut dalam medan makna ‘paksaan, pemaksaan’ dan ‘kekerasan’. Dengan demikian penggunaan kata rudapaksa sebagai sinonim dari perkosa secara semantik dapat dipahami dan praktiknya berterima. Harus diakui KBBI memang luput mencatat makna ‘trauma’ untuk rudapaksa. Walakin, makna tersebut dapat ditambahkan pada pemutakhiran selanjutnya.
***
 
*) Penulis adalah anggota Kelompok Kepakaran Layanan Profesional (KKLP) Perkamusan dan Peristilahan. http://sastra-indonesia.com/2021/07/rudapaksa/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar