Friday, July 23, 2021

Kocap Kacarita Laksmi…

Wayan Sunarta *
jawapos.co.id
 
Laksmi Shitaresmi adalah perempuan Jawa tulen. Baik dari pemikirannya, tata bicara, maupun perilaku kesehariannya. Dia lahir, tumbuh, dan besar di lingkungan kebudayaan Jawa yang kental di Jogjakarta. Sebagaimana perempuan Jawa, pikiran dan perasaannya sangat cermat, tidak tergesa-gesa, dan cepat peka terhadap lingkungan sekitarnya. Kehidupan dijalaninya dengan penuh rasa syukur.
 
Filosofi Jawa begitu melekat di benaknya, antara lain, sepi ing pamrih (menghindari ambisi muluk-muluk) atau eling lan waspada (selalu mengingat kemampuan diri dan selalu waspada terhadap segala hal). Namun, dia tak henti-henti mengembangkan perasaan (jiwa) dan wawasan (pikiran) demi mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya.
 
Perupa kelahiran 9 Mei 1974 itu sangat akrab dengan ikon-ikon atau simbol-simbol dari khazanah kebudayaan Jawa. Semua diserapnya dari pertunjukan wayang, teater tradisional, tutur lisan, cerita rakyat, serat, gending, maupun pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Dia juga mengakrabi dunia spiritual Jawa yang tecermin dari karya-karyanya.
 
Ikon dan simbol dari khazanah kebudayaan Jawa pula yang banyak menginspirasi Laksmi dalam menciptakan karya-karya seni, yang berkelindan dengan filosofi dan pandangannya dalam menyikapi perjalanan hidup. Itu bisa dirasakan dan disimak pada pameran tunggalnya yang bertajuk Kocap Kacarita… di Nadi Gallery, Jakarta, 3-16 Agustus 2010.
 
Alumnus ISI Jogjakarta itu menampilkan sembilan lukisan dan 17 karya trimatra terbarunya, baik patung maupun instalasi. Bahan yang dipakai pun beragam. Di antaranya, kayu jati, fiber, akrilik, lampu elektronik, mesin elektrik, logam aluminium, perak, lapisan emas, dan tembaga. Karya-karya terbarunya semakin menunjukkan kematangannya sebagai perupa. Dia mengolah imajinasi secara optimal sehingga melahirkan karya-karya memukau, perpaduan aroma kontemporer dan aura mistis dari dunia dongeng. Hal tersebut bisa disimak dalam karya-karya yang berwujud hewan berkepala manusia, gajah berkaki manusia, manusia berkepala tikus, kalajengking berkepala manusia, manusia berambut sulur-sulur tanaman rambat, dan sebagainya.
 
Karya-karya Laksmi memang terkesan mengerikan, seakan makhuk-makhluk aneh itu lahir dari alam gaib. Namun, kalau dicermati lebih jauh, setiap karyanya memeram cerita tersendiri. Mengandung kiasan, ironi, sindiran, kritik, atau pelampiasan unek-unek ketika berhadapan dengan lingkungan sosial yang kolot dan tak ramah. Hal itu, misalnya, bisa disimak pada karya Khafilah Menggonggong, Aku pun Berlalu.
 
Karya trimatra berbahan aluminium, perak, dan lapisan emas itu berwujud makhluk berbadan anjing dan bersayap, namun bertangan dan berkepala manusia (model kepala Laksmi sendiri). Karya tersebut lahir dari kegundahan Laksmi akan gunjingan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya. Sebagai perupa yang sukses, kehidupan keluarga Laksmi cukup mapan secara ekonomi. Namun, kemapanan itu malah memunculkan gunjingan yang menyiksa perasaan selama beberapa tahun meski dia berusaha menutup kuping dan bersikap cuek. Keluarganya pernah dicurigai memelihara tuyul atau pesugihan. Selain itu, karena berprofesi perupa, dia dianggap ”abnormal”. Diperparah lagi dengan karya-karyanya yang ”mengerikan” bagi banyak mata orang yang awam seni.
 
Untuk menghibur-hibur diri, Laksmi dengan nakal memarodikan pepatah ”Anjing Menggonggong, Khafilah Berlalu” menjadi ”Khafilah Menggonggong, Aku pun Berlalu” yang lantas dipakainya sebagai judul karya. Dalam karya itu, dia mengibaratkan dirinya sebagai anjing yang berusaha cuek meski terus ”digonggongin” orang-orang yang tidak senang kepadanya. Karya tersebut merupakan perlawanan kreatif Laksmi dan tentu saja sebagai terapi untuk luka batinnya.
 
Pada banyak karyanya, Laksmi sengaja menampilkan sosok dirinya sebagai model, baik sebatas kepala maupun telanjang total. Namun, karya-karyanya tidak berbau pornografi, tidak bertujuan membangkitkan libido kaum lelaki. Hanya ungkapan ekspresi seni dengan muatan-muatan filosofi tertentu. Bagi dia, ketelanjangan adalah simbol dari kepolosan dan kejujurannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Di dalam kepolosan atau kejujuran itu, dia merasa menemukan energi luar biasa yang memberinya semangat, baik saat menjalani kehidupan sehari-hari maupun saat menciptakan karya seni.
 
Hal itu, misalnya, jelas terlihat pada karya Laksmi’s Tapa Yoga, yang dibuatnya dari paduan fiber, kayu, akrilik, dan lampu elektronik. Karya tersebut menampilkan sosok dirinya yang telanjang sedang meditasi di atas bunga teratai. Di samping kiri dan kanannya ada citraan ikan koi dan kuas. Gumpalan-gumpalan rambutnya membentuk sulur-sulur tanaman rambat yang berjumlah sebelas, angka mistis dalam hitungan Jawa yang melambangkan sifat welas asih (rasa kasih) terhadap Tuhan, alam semesta, dan semua ciptaan-Nya. Ujung setiap sulur itu membentuk tangan yang masing-masing memegang simbol-simbol tertentu, seperti kendi, keris, jam beker, neraca, anak panah bermata cakra, dan bunga teratai. Sulur yang di tengah saling berkelindan dan melingkari sosok Buddha yang hening dalam meditasi. Semua simbol yang terdedah di karya itu merupakan percik-percik sinar pikiran Laksmi berkaitan dengan kehidupan spiritual dan duniawinya. Sedangkan pancaran cahaya putih melambangkan aura atau energi yang muncul saat mencapai puncak proses meditasi.
 
Laksmi sebagai sosok telanjang juga bisa dinikmati pada karyanya yang berupa 37 patung fiber yang ditata sedemikian rupa di rak kayu, berjudul Aku, Aku, Aku, Beginilah Aku. Patung-patung mungil berwarna putih itu melambangkan kepolosan dan kemurnian. Beberapa patung itu berwujud perempuan yang sedang hamil besar. Melalui karya tersebut, Laksmi ingin menampilkan diri apa adanya. Penuh kepolosan dan kemurnian. Sebab, sebagai manusia, dia menyadari ketidaksempurnaan dirinya yang masih diliputi dosa. Menurut Laksmi, jumlah patung itu melambangkan kejujuran yang terus bertumbuh dan berkembang seiring waktu. Semacam doa dan harapan, setidaknya untuk diri sendiri.
 
Pada banyak karyanya, Laksmi selalu ingin jujur kepada diri sendiri. Sebab, menurut keyakinannya, jujur kepada diri sendiri merupakan langkah awal untuk kejujuran yang lebih luas, baik kepada Tuhan, alam semesta, maupun sesama manusia. Jujur atas segala apa yang dilakukan dan dikerjakannya demi menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai manusia. Seperti tersirat pada karya Pohon Hayat Kami, yang menggambarkan figur lelaki dan perempuan telanjang yang dipersatukan oleh buah dari sebatang pohon. Karya itu merupakan terjemahan bebas dari kisah Adam dan Hawa yang terpaksa menghuni bumi karena memakan buah larangan (khuldi). Namun, demi keberlangsungan kehidupan di bumi pula, manusia semestinya terus berupaya menjaga, merawat, serta menumbuhkan rasa kasih sayang, ketulusan, dan kejujuran.
***

*) Penyair dan pengulas seni rupa, menetap di Bali. http://sastra-indonesia.com/2010/09/kocap-kacarita-laksmi/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar