Monday, June 21, 2021

Mencintai Puisi dengan Cara Masing-masing

Putu Fajar Arcana
Kompas, 14 Des 2009
 
Presiden penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, bilang, teater, tari, musik, animasi, dan video berperan sebagai kaca pembesar, yang memperlihatkan hal-hal tersembunyi dari puisi. Puisi-puisi penyair Asrizal Nur ditulis dengan bahasa langsung, tidak rumit, sederhana, dan komunikatif. ”Tetapi itu bukan tanpa risiko,” kata Sutardji.
 
Itulah pengantar Sutardji menjelang Konser Puisi Multimedia Asrizal Nur, Rabu (9/12) di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Tambah Sutardji, risiko yang harus dipikul Asrizal dengan puisi yang komunikatif itu, impresinya tidak bertahan lama di benak para pembaca. Barangkali karena menyadari hal itu, Asrizal menggelar konser puisi, sesuatu yang ia cita-citakan sejak 1993. Tak main-main Asrizal melibatkan sutradara Teater Kubur, Dindon, penata cahaya Aidil Usman, penata musik Yaser Arafat, penata tari Eeng Koti, serta beberapa lainnya sebagai penata grafis dan program musik. Alhasil, di atas panggung Asrizal memang tampil bak aktor, yang secara aktif merespons segala gerak cahaya, penari, animasi, serta musik. Bahkan, pada beberapa adegan, ia lebur ke dalam tayangan video.
 
Barangkali inilah cara paling ”mutakhir” mempresentasikan puisi kepada audiens yang kian beragam. Asrizal tahu pasti di tengah serbuan budaya visual yang dibawa teknologi digital, puisi akan kesepian jika tidak ambil bagian. Walaupun tidak bermaksud mengatakan bahwa pembacaan puisi ”konvensional”, sebagaimana dikenal dengan poetry reading, tidak punya lagi pendukung, cara yang ditempuh Asrizal barangkali bisa dianggap sebagai siasat. Dan siasat ini boleh dibilang jitu. Terbukti semua kursi pertunjukan penuh oleh penonton. Selain itu, Asrizal berhasil ”menjaring’’ kaum birokrat untuk turut serta ambil bagian. Sebelum pertunjukan, ia memberikan kesempatan kepada Gubernur Riau Rusli Zainal, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail, Wali Kota Tanjung Pinang Suryatati, Wakil Bupati Bintan Mastur Taher, serta pejabat di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jumhur Hidayat, untuk membaca puisi.
 
Biasa
 
Puisi-puisi karya Asrizal yang terangkum dalam antologi ”Percakapan Pohon dan Penebang”, yang malam itu juga diluncurkan, ”berkualitas’’ biasa saja. Ia tidak bisa disamakan dengan pencapaian estetik sebagaimana dikerjakan oleh Chairil Anwar atau Sutardji Calzoum Bachri. Bahkan, pada beberapa puisi, seperti ”Nyanyian Kecewa” dan ”Kuda”, karya-karyanya jelas sekali berkiblat pada apa yang telah dicapai Sutardji. Secara keseluruhan pun, puisi-puisinya bukan termasuk karya yang istimewa. Asrizal menumpukan kekuatan puisinya pada pola rima, sebagaimana terdapat pada pantun. Tentu, di satu di sisi itu bisa dipahami lantaran penyair ini dilahirkan di Tanah Melayu, Riau.
 
Mari kita letakkan perkaranya. Konser malam itu bolehlah kita anggap sebagai pementasan yang tak memiliki hubungan secara langsung dengan teks-teks puisi. Asrizal bersama tim multimedia telah menafsirkan sekitar 18 puisi karyanya menjadi ”makhluk’’ yang berbeda sama sekali. Dialog yang divisualisasikan pada ”Percakapan Pohon dan Penebang’’, misalnya, segera menunjukkan kepada kita bahwa Asrizal memang seorang pembaca sekaligus aktor yang baik. Puisi ini menjadi begitu visual dan, sekali lagi, seolah- olah sama sekali tidak memiliki hubungan dengan teks puisi, sebagai asal-muasalnya.
 
Jika Rendra dahulu mengandalkan karisma keaktorannya untuk ”menaklukkan’’ penonton, Asrizal memakai teknologi sebagai pengikat audiens. Memang karisma dan teknologi sesuatu yang tidak bisa dipersamakan. Masalahnya, keduanya memiliki konteks kecenderungan zaman yang berbeda. Jika Rendra lahir pada situasi sosial yang menuntut karisma seorang deklamator, Asrizal dituntut oleh kecenderungan kultur visual sebagai wadah penikmatan hiburan.
 
Barangkali memang begitulah cara kita menikmati puisi sekarang ini. Tidak lagi secara diam-diam dengan dalih kontemplasi, bahkan sekali waktu menjadi kesepian sendiri, tetapi lebih suka suasana multimedia sehingga tak perlu susah-susah menafsir makna. Apa yang disuguhkan di depan mata adalah tafsir tunggal dan itu sangat menikmatkan. Jadi, Mas Willy (di alam sana), Bung Tardji, dan Bung Asrizal, kita punya cara masing-masing untuk mencintai puisi. Kata Chairil, cintalah yang membuat kita terus bertahan….
***

http://sastra-indonesia.com/2021/06/mencintai-puisi-dengan-cara-masing-masing/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar