Sunday, January 31, 2021

Sastra: Sebab Kode adalah Puisi

Eka Kurniawan *
Kompas, 11 Mei 2008
 
SEKIRANYA Borges masih hidup, barangkali ia akan menjadi penulis paling getol online. Bagaimana tidak, banyak orang yang percaya, sebelum internet ditemukan, Borges telah ”memimpikan” dunia internet dalam cerita-cerita pendeknya. Ingat perihal ensiklopedia yang disusun secara diam-diam oleh sekelompok orang sehingga menghasilkan dunia yang baru? Bukankah hal ini sekarang menjadi mungkin dengan perangkat lunak wiki sebagaimana dipergunakan di wikipedia.org? Atau perihal teks yang bisa merujuk ke teks lain tanpa batas? Sejak ditemukan internet, kita sudah mengenal ”link”.
 
Terlepas dari impian Borges tersebut, tak terelakkan internet telah menjadi rujukan penting bagi kebanyakan orang, termasuk para penulis. Saya mempergunakan Google Book untuk membaca beberapa catatan perjalanan orang-orang Eropa yang datang ke Indonesia di masa kolonial, untuk satu riset tulisan fiksi saya, misalnya. Demikian pula Google Map, dengan teknologi citra satelit yang konon paling telat umurnya dua tahun ke belakang, kita bisa memastikan detail geografis satu tempat. Dalam hal ini, Anda bisa jauh lebih akurat dari Karl May sekiranya mengisahkan kehidupan suku Indian tanpa pergi ke Amerika.
 
Tak disangsikan, internet telah membentuk kultur baru produksi dan reproduksi. Dalam dunia sastra di Indonesia, sederhananya, kultur itu telah berawal ketika penulis tak lagi pernah pergi ke kantor pos untuk mengirimkan naskah. Tentu saja kultur ini semestinya bisa jauh dari itu. Internet dipercaya tak sekadar sebagai narasumber yang mencengangkan untuk berbagai hal, dari bumbu yang tepat untuk satu resep masakan hingga racikan kimia yang tepat untuk meledakkan jembatan; yang lebih penting lagi, internet juga merupakan suatu media baru. Sebagaimana media baru umumnya, tentu saja ia memberi tantangan-tantangan baru bagi proses kreatif baru.
 
Sebagai misal, melalui internet dan dunia digital, kita sekarang mengenal berbagai jenis lisensi untuk karya kreatif. Jika sebelumnya barangkali kita hanya memiliki dua dikotomi hak cipta: copyright dan domain publik, kini kita memiliki lebih banyak alternatif. Sebagai pemilik karya cipta, barangkali seorang pengarang tak menginginkan lisensi seketat copyright. Sebuah lembaga nirlaba bernama Creative Common (cerativecommon.org) menawarkan berbagai jenis lisensi yang fleksibel.
 
Software semacam Linux atau esai-esai di beberapa blog, juga banyak foto di flickr.com didistribusikan dengan lisensi semacam ini sehingga Anda bisa mengambil dan mempergunakannya tanpa harus takut dikira membajak atau menjiplak. Kultur ini memungkinkan berkembang, saya pikir, hanya karena penetrasi internet yang luar biasa.
 
”Blog”
 
Saya tertarik mengamati ini, terutama setelah akhir-akhir ini banyak penulis semakin memaksimalkan fungsi-fungsi internet dengan membuat blog dan saya beranggapan ini perkembangan yang penting untuk dicatat. Jika sebelumnya para penulis lebih banyak berkerumun di komunitas-komunitas milis tertentu, akhir-akhir ini semakin banyak yang hadir secara individu, menuliskan pikiran-pikirannya melalui media bernama blog. Saya sendiri sebenarnya telah lama menjadi pengunjung tetap blog-blog penulis yang saya anggap bermutu untuk menunjukkan ini bukan hal baru, misalnya blog milik jurnalis Andreas Harsono (andreasharsono.blogspot.com) atau milik kritikus film Totot Indrarto (pekde.com).
 
Tengok, misalnya, beberapa penulis yang baru-baru ini memutuskan untuk menulis di blog: ada Djenar Maesa Ayu (djenar.com) dan kritikus seni rupa Adi Wicaksono (adiwicaksono.com), serta penyair Binhad Nurrohmat (binhadnurrohmat.com). Mereka menyusul penulis-penulis lain yang telah lebih dulu. Beberapa yang saya ingat: penyair Hasan Aspahani (sejuta-puisi.blogspot.com), Joko Pinurbo (jokpin.blogspot.com), Wayan Sunarta (jengki.com), cerpenis Agus Noor (agusnoorfiles.wordpress.com), Ratih Kumala (ratihkumala.com), Ook Nugroho (ooknurgoho.blogspot.com) juga Linda Christanty yang menulis baik di blog sendiri maupun blog milik situs pantau.org.
 
Mungkin Anda masih sering kecele untuk memastikan, apa beda blog dengan website? Sebenarnya ini juga pertanyaan umum yang diajukan kepada saya oleh para penulis yang ingin memulai membuat blog. Secara sederhana, semua blog adalah website, tetapi tidak sebaliknya. Situs seperti yahoo.com merupakan website, tetapi jelas bukan blog. Ciri utama blog adalah website dengan konten yang terus di-update, dan pengaturan kontennya secara umum diurutkan berdasarkan waktu (mirip jurnal atau buku harian).
 
Ketika situs cybersastra.net diluncurkan sekitar akhir 90-an, pada dasarnya ia telah mempergunakan prinsip-prinsip blog. Demikian pula ketika tahun 2000 saya bersama dua penulis, Linda Christanty dan Nuruddin Asyhadie (nuruddinasyhadie.com), mendirikan situs bumimanusia.or.id, kami mempergunakan software open source yang pada dasarnya juga blog. Software semacam itu telah dibuat komunitas internet di masa-masa tersebut meski dengan standar keamanan dan fleksibilitas yang barangkali masih rendah. Baru ketika software semacam Movable Type dan Wordpress muncul, blog menjadi istilah yang populer. Ditambah pula layanan Blogger.com (blogspot.com) dari Google yang memungkinkan orang untuk membuat blog secara lebih gampang tanpa harus mengerti hal teknis instalasi software ke server. Hal ini semakin menjadi-jadi sekarang setelah munculnya fenomena Web 2.0 yang mengisyaratkan akan internet yang menunjang kreativitas sekaligus interaktivitas.
 
Kenapa saya beranggapan penulis yang membuat blog sebagai sesuatu yang penting? Masih ingat belum lama ini ketika jaringan kabel bawah laut di Pasifik terputus dan terputus pula hubungan internet? Sebenarnya yang terputus adalah hubungan internet ke Amerika, sementara situs seperti kompas.co.id atau detik.com yang menyimpan server di dalam negeri masih bisa diakses. Ini semestinya segera menyadarkan betapa kita membutuhkan konten lokal dan, secara pribadi, saya berharap kepada para penulis dari berbagai disiplin: sastrawan, sejarawan, jurnalis, dosen, dan lainnya. Hal ini akan semakin dimungkinkan jika mereka langsung bersentuhan secara personal di blog masing-masing.
 
Tentu saja konten lokal tersebut akan semakin berarti jika disimpan di server lokal. Itulah kenapa saya lebih suka menganjurkan untuk mempergunakan layanan blog lokal semacam dagdigdug.com atau blogdetik.com (dengan catatan harus dicek apakah benar mereka menempatkan server di dalam negeri) atau melakukan instalasi domain sendiri sehingga bisa memutuskan untuk memilih layangan hosting ketimbang mempergunakan wordpress.com atau blogger.com.
 
Dengan semakin banyak penulis menulis di blog, bisalah secara sederhana kita mengharapkan suatu ketika tercapainya swasembada konten lokal; tentu saja terutama jika konten ini ditulis dalam bahasa Indonesia pula. Maka, jika sesuatu terjadi pada jaringan internasional (kabel bawah laut putus atau traffic mengalami kemacetan, misalnya), kita tak hanya masih bisa mempergunakan jaringan internet dalam negeri, tetapi juga bisa mengakses konten-konten yang diperlukan.
 
Media baru
 
Sebagaimana berbagai teknologi baru, blog sebenarnya telah dipergunakan di Indonesia nyaris bersamaan dengan di belahan dunia lainnya. Selain masih membutuhkan konten yang lebih kaya, harus diakui bahwa kita masih ”hanya sekadar” pengguna. Kita bukan pencipta wiki ataupun berbagai perangkat lunak blog: hanya mempergunakan apa yang tersedia.
 
Meskipun begitu, ini bukan alasan untuk patah semangat. Menulis blog merupakan langkah kecil dari sesuatu yang kelak menanti. Ada banyak hal di depan media baru yang terus berkembang ini; ada berbagai peluang mengkreasi bentuk-bentuk seni yang khas, sebagaimana mungkin kesusastraan yang hanya bisa dinikmati melalui media ini dan tidak di media yang lain sehingga mau tidak mau kita mesti memberinya sebuah nama baru. Kita bisa merealisasikan gagasan Borges tentang ensiklopedia fiktif kalau mau.
 
Sekali lagi, menulis blog bisa menjadi awal yang baik. Sebagaimana penyair Joko Pinurbo akhirnya dipaksa mengenali kode-kode HTML ketika harus memasukkan puisi-puisinya ke blog. Siapa tahu kelak ia mau mempelajari bahasa pemrograman, seperti PHP dan Javascript, sehingga kelak dari tangannya bisa ditulis puisi saiber yang sejati (dalam arti tak mungkin dinikmati di media non-saiber). Sebab, ”Code is poetry,” begitu kata para programer Wordpress. Ya, siapa tahu?
 
*) Eka Kurniawan, Penulis.

http://sastra-indonesia.com/2021/01/sastra-sebab-kode-adalah-puisi/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar