Taufiq Wr. Hidayat *
Seseorang pernah bercerita. Konon mendiang Gus Dur punya
kebiasaan bangun dini hari pukul 03.00 WIB, sekitar 45 menit sebelum subuh.
Maka pada suatu dini hari, seperti biasa, Gus Dur terbangun. Beliau hanya diam
memantapkan pendengarannya, seperti tengah menguping suara yang terdengar
lirih. Seseorang itu lalu bertanya kepadanya. Dialog antara Gus Dur dan
seseorang itu, dapat saya tuliskan kembali versi saya di sini.
“Apa gerangan yang membuat Gus Dur sering bangun dini
hari sebelum subuh?”
“Pada dini hari, saya bisa mendengarkan orang mengaji.
Ayat yang terdengar tepat saat saya bangun, selalu menjadi pedoman bagi saya
guna melewati hidup dalam sehari, atau bahkan jawaban dari suatu persoalan.
Kalau Anda ingin mendengarkan keindahan dari ajaran Islam yang baik, itulah
sepercik ajaran Islam yang baik. Yakni orang yang bangun dini hari, mengaji,
meski mengantuk, dan tidak mendapatkan bayaran.”
“Baik, Gus. Tapi apakah setiap suara dan kegiatan agama
itu bukan ajaran agama?”
“Belum tentu. Suara orang mengaji yang terdengar dari
kaset atau mesin pemutar Mp3, bukanlah pancaran keindahan dari ajaran agama.
Karena itu bunyi mesin. Mesinnya mengaji, sedangkan manusianya tidur. Mesin itu
gak punya hati dan perasaan. Suara mesin yang mengaji bukanlah bunyi dari suara
manusia yang mengaji dalam keadaan mengantuk. Apakah getaran religius dapat
Anda rasakan dari suara mesin selain pengulangan-pengulangan yang pasti dan
sempurna? Tapi suara manusia yang mengaji dengan menahankan kantuk itu,
menunjukkan tinggi-rendah tekanan nafasnya secara alamiah, tidak pasti, kadang
lantang kadang pelan. Tidak sempurna, melainkan kadang terdapat kesalahan
bacaan karena bukan rekaman. Di situ ajaran agama memancarkan keindahannya,
kalau Anda dapat menghayatinya dengan benar dari sisi manusianya. Betapa
manusia itu tidak sempurna, tidak menentu, dan selalu berada dalam perubahan.
Dan ajaran Islam sangat memakluminya sebagai keniscayaan yang manusiawi dari seorang
hamba. Sehingga agama selalu mengajak orang kembali, yakni kembali pada
fitrahnya sebagai manusia.”
Demikian percakapan itu terjadi. Kemudian di sini, saya
punya pertanyaan; apakah disebut ajaran agama jika mempersulitkan manusia? Jika
benar agama buat manusia, seharusnya agama dapat menghargai manusia secara utuh
dan manusiawi, dengan segala kekurangan dan ketakberdayaannya. Kalau tidak,
maka ia menjadi sistem yang melembaga, yang mengharuskan dan menertibkan
manusia dengan segala aturan yang seringkali dipaksakan secara tak wajar.
Aturan yang dibuat oleh kekuasaan Fir’aun umpama, adalah
aturan yang tak manusiawi. Ia tak bisa menghormati dan menghargai manusia
dengan segala eksistensi kemanusiaannya. Sehingga ia menindas, mewajibkan
membunuh anak-anak kecil, mengaku paling tinggi dan paling benar sendiri.
Aturannya adalah mesin. Tanpa hati dan perasaan. Tanpa akal dan pikiran.
Menjadi keharusan yang mutlak semutlak-mutlaknya. Jika agama tak bisa
menghormati dan menghargai keterbatasan manusia tanpa permaklumkan, yang
menjadi mutlak semutlak-mutlaknya, apa beda agama dan Fir’aun?
Persoalan itu bukan hal baru. Melainkan sudah dilakukan
Fir’aun ribuan tahun yang lampau. Kemudian pada hari ini, mesin-mesin itu
menjadi suara dan gambar. Menjadi video dan live di layar tivi. Semua keluar
dari mesin. Sedangkan untuk keluar dari mesin, ia memerlukan duit dan sponsor.
Ramai. Dan memekakkan telinga. Ribut dan gaduh. Jika benar agama dapat
mendamaikan dan menentramkan, kenapa untuk sekadar melantunkan ayat-ayat suci
atau menyiarkan ajaran agama membutuhkan kegaduhan, kepalan tangan, kebencian,
olok-olok, caci-maki, ancaman, dan pertengkaran? Barangkali yang keluar dari
mesin, dapat membuat orang juga menjadi mesin.
Pada sekitar Perang Dunia II, Charlie Chaplin melawan
perang dengan humor. Ia mengolok dan mengutuk mesin. Karena mesin tak bisa
menghargai dan melestarikan kemanusiaan. Manusia harus berani. Tidak boleh
takut. Sedangkan ketakutan adalah manusiawi. Ketika takut tidak dihargai, maka
hidup sesungguhnya tengah dimesinkan. Dan untuk memesinkannya, masyarakat
dijejali agama yang gawat, politik, bahkan perang. Sehingga para bajingan dapat
meraih keuntungan modal dari kegaduhan-kegaduhan.
Manusia punya keberanian sebagaimana ia pun memiliki
ketakutan. Kenyataan itu manusiawi, inilah yang dalam ajaran agama disebut
sebagai perbuatan iman. Ia harus berani menghadapi tantangan kehidupan, namun
ia pun harus takut kepada sang maha pencipta sebagai bukti keberhambaan. Ada
keberanian yang disebabkan ketakutan karena keterbatasan, digambarkan Hemingway
dalam "The Old Man and The Sea". Seorang tua menangkap ikan besar di
laut bebas yang menakutkan. Ia berhasil menangkap ikan besar, lalu
mempertahankan ikan tersebut dari serangan ikan-ikan lain hingga ke pelabuhan.
Kegigihan dan keberanian si tua itu seolah keras kepalanya para pejuang hidup
demi hidup yang layak. Bukan menggarong. Dalam segala keterbatasan dan
kelemahan---juga ketakutan, manusia tetap memiliki daya melawan dengan berani.
Ia tak hanya memerlukan keberanian, tetapi ia membutuhkan rasa takut agar ia
tetap hidup secara layak. Hemingway tak hidup di Kuba tatkala ia menulis cerita
itu, meski ia karib dengan Castro. Sedangkan keberanian tanpa ketakutan, bagai
segerombolan serigala yang menyerbu malam. Ia hanya insting. Tak ada manusia.
Hanya mesin. "Machine man, machine mind, machine heart," ujar
Chaplin. Manusia cuma mesin, lantaran sedemikian karib dengan mesin, hingga tak
dapat dibedakan yang mana "aku manusia" dan yang mana "aku
mesin". Mungkin yang dimaksud mesin di situ, bukan hanya negara dengan
segala kehendaknya memaksa, melainkan juga agama yang tak manusiawi, layar
audio-visual yang tak pernah menghormati batas antara yang publik dan yang
privat. Bukan lagi agama manusia, melainkan yang menjadi wabah adalah “agama
mesin”. Tanpa permakluman. Tanpa penghayatan. Melainkan keberulang-ulangan yang
terus menerus seperti mesin.
Gumuk Angin, Tembokrejo, 2020
Taufiq Wr. Hidayat
dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan
di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra
Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu”
(YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009],
kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013),
“Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun
Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis”
(PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab
Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi
PCNU Banyuwangi. http://sastra-indonesia.com/2020/11/agama-mesin/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rifqi Hidayat
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Hopid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agusri Junaidi
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Andhika Mappasomba
Andi Achdian
Andrenaline Katarsis
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Aprinus Salam
Arafat Nur
Ardy Kresna Crenata
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Wibowo
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Aryadi Mellas
Aryo Bhawono
Asap Studio
Asarpin
Asep Rahmat Hidayat
Asep Sambodja
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Kempling
Bambang Soebendo
Banjir Bandang
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Gibran Ramadhan
D. Zawawi Imron
D.N. Aidit
Daisy Priyanti
Dandy Bayu Bramasta
Daniel Dhakidae
Dareen Tatour
Dea Anugrah
Dedy Sufriadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Sartika
Dhanu Priyo Prabowo
Dharmadi
Diah Budiana
Dian Hartati
Didin Tulus
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Pranoto
Echa Panrita Lopi
Eddi Koben
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Faizin
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erlina P. Lestari
Erwin Dariyanto
Esai
Esti Ambirati
Evi Idawati
Evi Sefiani
F. Daus AR
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fandy Hutari
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Faza Bina Al-Alim
Felix K. Nesi
Ferdian Ananda Majni
Fian Firatmaja
Gampang Prawoto
Gema Erika Nugroho
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Gus Noy
H.B. Jassin
Hairus Salim
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hari Murti
Haris Firdaus
Harry Aveling
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HE. Benyamine
Hendri Yetus Siswono
Herman Syahara
Hermien Y. Kleden
Holy Adib
Huda S Noor
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Humam S Chudori
Husni Hamisi
I G.G. Maha Adi
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
Idealisa Masyrafina
Idrus
Ignas Kleden
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilham
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Irfan Sholeh Fauzi
Isbedy Stiawan Z.S.
J.J. Kusni
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jansen H. Sinamo
Joni Ariadinata
K.H. Bisri Syansuri
K.H. M. Najib Muhammad
Kahfi Ananda Giatama
Kahfie Nazaruddin
Kho Ping Hoo
Kika Dhersy Putri
Kitab Para Malaikat
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kuswinarto
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Lesbumi Yogyakarta
Lily Yulianti Farid
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
Luwu Utara
M. Aan Mansyur
M. Faizi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majene
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mamasa
Mamuju
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Masamba
Mashuri
Media KAMA_PO
Melani Budianta
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Afifi
Mohammad Yamin
Much. Khoiri
Muhammad Fauzi
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Ridwan
Muhammad Subarkah
Muhammad Walidin
Muhammad Yasir
Muhyiddin
Mukhsin Amar
Munawir Aziz
Musa Ismail
Mustamin Almandary
N Teguh Prasetyo
Nadine Gordimer
Nara Ahirullah
Nelson Alwi
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nugroho Sukmanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Asyhadie
Nurul Komariyah
Ocehan
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pamela Allen
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pelukis
Pendidikan
Penggalangan Dana
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Polewali
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Salafiyah Karossa
Pramoedya Ananta Toer
Pramuka
Prasetyo Agung
Pringadi AS
Pringgo HR
Priska
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puput Amiranti N
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Riadi Ngasiran
Rian Harahap
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Riki Fernando
Rofiqi Hasan
Ronny Agustinus
Rozi Kembara
Rusydi Zamzami
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Saini K.M.
Sajak
Salman Rusydie Anwar
Salman S Yoga
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sapto Hoedojo
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Seni Rupa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirajudin
Siswoyo
Sitok Srengenge
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia
Sosiawan Leak
Sukitman
Sulawesi Selatan
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suriali Andi Kustomo
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syamsudin Noer Moenadi
Syihabuddin Qalyubi
Syu’bah Asa
Tari Bamba Manurung
Tari Bulu Londong
Tari Ma’Bundu
Tari Mappande Banua
Tari Patuddu
Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Toerang Batu
Tata Chacha
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teddi Muhtadin
Teguh Setiawan Pinang
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tito Sianipar
Tjahjono Widijanto
Toeti Heraty
Tosiani
Tri Wahono
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
UU Hamidy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wan Anwar
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono
Wicaksono Adi
Wilson Nadeak
Wisata
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yopie Setia Umbara
Yosephine Maryati
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yurnaldi
Zamakhsyari Abrar
No comments:
Post a Comment