Monday, November 30, 2020

AGAMA MESIN

 Taufiq Wr. Hidayat *
 
Seseorang pernah bercerita. Konon mendiang Gus Dur punya kebiasaan bangun dini hari pukul 03.00 WIB, sekitar 45 menit sebelum subuh. Maka pada suatu dini hari, seperti biasa, Gus Dur terbangun. Beliau hanya diam memantapkan pendengarannya, seperti tengah menguping suara yang terdengar lirih. Seseorang itu lalu bertanya kepadanya. Dialog antara Gus Dur dan seseorang itu, dapat saya tuliskan kembali versi saya di sini.
 
“Apa gerangan yang membuat Gus Dur sering bangun dini hari sebelum subuh?”
 
“Pada dini hari, saya bisa mendengarkan orang mengaji. Ayat yang terdengar tepat saat saya bangun, selalu menjadi pedoman bagi saya guna melewati hidup dalam sehari, atau bahkan jawaban dari suatu persoalan. Kalau Anda ingin mendengarkan keindahan dari ajaran Islam yang baik, itulah sepercik ajaran Islam yang baik. Yakni orang yang bangun dini hari, mengaji, meski mengantuk, dan tidak mendapatkan bayaran.”
 
“Baik, Gus. Tapi apakah setiap suara dan kegiatan agama itu bukan ajaran agama?”
 
“Belum tentu. Suara orang mengaji yang terdengar dari kaset atau mesin pemutar Mp3, bukanlah pancaran keindahan dari ajaran agama. Karena itu bunyi mesin. Mesinnya mengaji, sedangkan manusianya tidur. Mesin itu gak punya hati dan perasaan. Suara mesin yang mengaji bukanlah bunyi dari suara manusia yang mengaji dalam keadaan mengantuk. Apakah getaran religius dapat Anda rasakan dari suara mesin selain pengulangan-pengulangan yang pasti dan sempurna? Tapi suara manusia yang mengaji dengan menahankan kantuk itu, menunjukkan tinggi-rendah tekanan nafasnya secara alamiah, tidak pasti, kadang lantang kadang pelan. Tidak sempurna, melainkan kadang terdapat kesalahan bacaan karena bukan rekaman. Di situ ajaran agama memancarkan keindahannya, kalau Anda dapat menghayatinya dengan benar dari sisi manusianya. Betapa manusia itu tidak sempurna, tidak menentu, dan selalu berada dalam perubahan. Dan ajaran Islam sangat memakluminya sebagai keniscayaan yang manusiawi dari seorang hamba. Sehingga agama selalu mengajak orang kembali, yakni kembali pada fitrahnya sebagai manusia.”
 
Demikian percakapan itu terjadi. Kemudian di sini, saya punya pertanyaan; apakah disebut ajaran agama jika mempersulitkan manusia? Jika benar agama buat manusia, seharusnya agama dapat menghargai manusia secara utuh dan manusiawi, dengan segala kekurangan dan ketakberdayaannya. Kalau tidak, maka ia menjadi sistem yang melembaga, yang mengharuskan dan menertibkan manusia dengan segala aturan yang seringkali dipaksakan secara tak wajar.
 
Aturan yang dibuat oleh kekuasaan Fir’aun umpama, adalah aturan yang tak manusiawi. Ia tak bisa menghormati dan menghargai manusia dengan segala eksistensi kemanusiaannya. Sehingga ia menindas, mewajibkan membunuh anak-anak kecil, mengaku paling tinggi dan paling benar sendiri. Aturannya adalah mesin. Tanpa hati dan perasaan. Tanpa akal dan pikiran. Menjadi keharusan yang mutlak semutlak-mutlaknya. Jika agama tak bisa menghormati dan menghargai keterbatasan manusia tanpa permaklumkan, yang menjadi mutlak semutlak-mutlaknya, apa beda agama dan Fir’aun?
 
Persoalan itu bukan hal baru. Melainkan sudah dilakukan Fir’aun ribuan tahun yang lampau. Kemudian pada hari ini, mesin-mesin itu menjadi suara dan gambar. Menjadi video dan live di layar tivi. Semua keluar dari mesin. Sedangkan untuk keluar dari mesin, ia memerlukan duit dan sponsor. Ramai. Dan memekakkan telinga. Ribut dan gaduh. Jika benar agama dapat mendamaikan dan menentramkan, kenapa untuk sekadar melantunkan ayat-ayat suci atau menyiarkan ajaran agama membutuhkan kegaduhan, kepalan tangan, kebencian, olok-olok, caci-maki, ancaman, dan pertengkaran? Barangkali yang keluar dari mesin, dapat membuat orang juga menjadi mesin.
 
Pada sekitar Perang Dunia II, Charlie Chaplin melawan perang dengan humor. Ia mengolok dan mengutuk mesin. Karena mesin tak bisa menghargai dan melestarikan kemanusiaan. Manusia harus berani. Tidak boleh takut. Sedangkan ketakutan adalah manusiawi. Ketika takut tidak dihargai, maka hidup sesungguhnya tengah dimesinkan. Dan untuk memesinkannya, masyarakat dijejali agama yang gawat, politik, bahkan perang. Sehingga para bajingan dapat meraih keuntungan modal dari kegaduhan-kegaduhan.
 
Manusia punya keberanian sebagaimana ia pun memiliki ketakutan. Kenyataan itu manusiawi, inilah yang dalam ajaran agama disebut sebagai perbuatan iman. Ia harus berani menghadapi tantangan kehidupan, namun ia pun harus takut kepada sang maha pencipta sebagai bukti keberhambaan. Ada keberanian yang disebabkan ketakutan karena keterbatasan, digambarkan Hemingway dalam "The Old Man and The Sea". Seorang tua menangkap ikan besar di laut bebas yang menakutkan. Ia berhasil menangkap ikan besar, lalu mempertahankan ikan tersebut dari serangan ikan-ikan lain hingga ke pelabuhan. Kegigihan dan keberanian si tua itu seolah keras kepalanya para pejuang hidup demi hidup yang layak. Bukan menggarong. Dalam segala keterbatasan dan kelemahan---juga ketakutan, manusia tetap memiliki daya melawan dengan berani. Ia tak hanya memerlukan keberanian, tetapi ia membutuhkan rasa takut agar ia tetap hidup secara layak. Hemingway tak hidup di Kuba tatkala ia menulis cerita itu, meski ia karib dengan Castro. Sedangkan keberanian tanpa ketakutan, bagai segerombolan serigala yang menyerbu malam. Ia hanya insting. Tak ada manusia. Hanya mesin. "Machine man, machine mind, machine heart," ujar Chaplin. Manusia cuma mesin, lantaran sedemikian karib dengan mesin, hingga tak dapat dibedakan yang mana "aku manusia" dan yang mana "aku mesin". Mungkin yang dimaksud mesin di situ, bukan hanya negara dengan segala kehendaknya memaksa, melainkan juga agama yang tak manusiawi, layar audio-visual yang tak pernah menghormati batas antara yang publik dan yang privat. Bukan lagi agama manusia, melainkan yang menjadi wabah adalah “agama mesin”. Tanpa permakluman. Tanpa penghayatan. Melainkan keberulang-ulangan yang terus menerus seperti mesin.
 
Gumuk Angin, Tembokrejo, 2020
 
Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis” (PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi. http://sastra-indonesia.com/2020/11/agama-mesin/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar