Monday, October 26, 2020

DIALEKTIKA AGAMA

Mohammad Afifi *
 
"Betapa larisnya agama." Ujar kawan saya yang seorang agamawan. Agama menjelma sebagai bentuk yang hegemonik. Mampu dihadirkan dan ditampilkan sebagai perwajahan yang mudah memantik emosi. Gampang menghidupkan sensitifitas. Disinilah kemudian nyata, betapa kuat dan menariknya agama.
 
Dilain ruang, agama yang mestinya dipakai sebagai ruang refleksi ke dalam diri--dalam rangka menggali spritualitas yang agung dari agama itu. Spritualitas yang melemahkan egoisme diri, mengokohkan prinsip, dan membantai ruang-ruang ketaksportifan yang penuh tabir pembenaran. Lazimnya, agama rupanya kerap kali dipakai ke jalur-jalur diluar diri. Maka tampilannya pun menjadi suatu wujud egoisme yang berdasar pada kepentingan teks. Agama sekedar dipakai subutuhnya. Tak utuh dalam penjiwaan yang seluhur-luhurnya--manipularif.
 
Hampir lupa bahwa realitas ini beragam. Dan inilah fakta keniscayaan. Beragam tak belaka di bentuk, wujud keberagaman itu nyata hadir di ruang-ruang terkecil sekalipun--watak, karakter, sifat, bahkan persepsi. Disinal kemudian betapa pentingnya dialog. Dialog yang tak sekedar mendatangi sekitar, tapi yang mampu mendatangi diri sendiri. Hingga agama mampu diracik dan diolah menjadi suatu nilai yang indah dan menggembirakan. Menciptakan kasih sayang dan tentu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
 
Mengolah atau menziarahi nilai keagamaan mestinya mengimplikasikan prilaku. Prilaku yang tak belaka teks, tak belaka perihal ambiguitas yang rapuh. Tapi terus digerakkan dalam upaya ending kekokohan yang paripurna--ulul albab. Tentu semuanya perlu argumentasi dan kebijaksanaan atas beragam pola dan fakta perwujudannya.
 
Dalam suatu argumentasi yang masyhur, agama itu tak lain sebuah literasi. Ruang dimana seharusnya melahirkan dialektika yang argumentatif. Hasil perkelahian argumentasi-argumentasi itulah melahirkan suatu logika yang mesti diterima oleh esensi agama itu. Sehingga tiap kejumudan publik yang terus berjalan beriringan dengan peradaban mampu dialektis dengan stabil dan elegan.
 
Debat-debat mesti terus dibikin. Utamanya mendebat diri. Demikan pula mestinya lazim tak terbantahkan. Pertanyaannya, seberapa seringkah diantara kita mendebat diri? Memarahi diri sendiri? Lalu mengurai tiap hasil dari perdebatan dan marah-marah itu? Disinal kemudian pentingnya suatu ilmu untuk terus berjalan atas esensi keberagamaan itu.
 
Soal mendebat diri--dialektis. Rupanya logika-logika ulama nusantara sangat fenomenal. KH. Wahab Chasbullah, perihal sikap keberagamaan dan pola hidup misal. Selain beliau masyhurnya dikenal ulama, bahkan nyata tercatat sebagai penggerak organisasi keislaman tersohor di nusantara, yakni Nahdlatul Ulama. Logika keagamaan Kiai Wahab sangat unik, bernash, dan elegan atas peradaban. Selain sebagai ulama, diruang lakon keberagamaan KH. Wahab Chasbullah juga merupakan seorang pengusaha. Ya, penjual kain. Mengapa demikian langkah yang diambil beliau? Konsep dan pola KH. Wahab meletakkan orang yang beragama mestinya menjadi subjek, aktor, produsen. Jangan sekedar hidup sebagai objek dalam ruang apapun.
 
Rupanya sikap beliau selaras dengan adigum yang masyhur dinyatakan Sayyidina Ali bin Abi Tholib, Faqubhan Lakum Khiina Syirtum Gharodhan Yurma--Buruk sekali jika dimana-dimana diantara kalian sekedar menjadi objek. Adigum singkat ini sangat monumental untuk dijiwai, suatu ruang refleksi yang jelas memotivasi realitas relasi kemanusiaan dalam segala aspek ruang dan waktu. Maka langkah sebagaimana model yang dilakukan KH. Wahab Chasbullah inilah rupanya uswah yang mesti mendidik kita semua sebagai orang-orang yang hidup dalam perjalanan keberagamaan yang agung--harus menjadi pelaku (subjek).
 
Dilain argumen perihal agama dan pola hidup, ulama nusantara juga banyak berefrensi atas adigum lain, ainnal Ghina 'anissyai'i Laa Bihii--Dalam rangka berkucukupan usahakan banyak hal yang tidak anda butuhkan. Artinya, kekayaan yang sejati adalah keserbacukupan--yang meletakkan keinginan sebagai sesuatu yang fana. Demikan ditindih oleh dasar hidup yang sekedar dibutuhkan saja. Artinya lebih kepada hal yang apa adanya, sederhana, dan cukup yang esensial saja.
 
Nah, dua adigum ini rupanya semacam bertentangan secara teks. Tapi lagi-lagi, agama memang perlu dialog. Yang meletakkan teks sebagai perwujudan instrumen guna mendalami esensi dibalik kedua teks dibalik adigum itu. Sehingga menemukan kesamaan yang sama-sama esensial dan berdasar secara nash. Demikian agar teks agama tak menjelma sebagai literasi yang dipertentangkan, tapi didialogkan secara kontekstual--al islamu sholihun likulli zamanin wa makanin, alhukmu yadhuruu ma'a 'illatihii wujudan wa 'adaman--bahwa hukum berjalan sesuai konteksnya.
 
Itu artinya, diantara kita mesti meletakkan agama tidak belaka sebagai sesuatu yang formal saja, ia merupakan instrumen penempatan diri atas ketegangan antara wahyu ilahi yang khas dan fakta teks-konteks realitas dimana dan kapan manusia itu berjalan hidup. Suatu sumber yang berimplikasi pada kekuatan spritual agung. Demikian itu tentunya perlu penziarahan yang panjang dan mendalam. Sehingga agama mampu diyakini oleh para pemeluknya sebagai suatu kekhasan yang literal dan substansial.
 
Yang bagi Paul F. Knitter bahwa konteks fakta keberagamaan dengan berbagai ragamnya tidak diharapkan sebagai peletakan atas pemeluk-pemeluknya sebagai kompetitor atau pesaing untuk berburu siapa yang paling benar. Pun kelangsungan hidup agama tak belaka ditentukan oleh kemampuan untuk saling mengalahkan atau menyalahkan yang lain. Tapi kemauan kuat yang murni lahir dari dalam diri, bahwa terbuka dan melihat diluar kita sebagai sesama ciptaan jelas merupakan bukti nyata bahwa penziarahan kita yang dialektis atas esensi agama itu benar-benar tuntas.
 
Hingga pada akhirnya kita menyadari, inilah fakta yang dengannya mesti didudukkan bahwa agama, beragama, dan keberagamaan itu benar-benar perlu perjumpaan dan dialog-dialog antara teks dan konteks yang argumentatif. Pun dalam tiap aktifitas-aktifitas agama itu mestinya mampu menciptakan ruang kehidupan yang tak menjumudkan, menciptakan kegembiraan, melahirkan keindahan dan tak perlu mengkerutkan dahi yang berlebihan, bukan?
 
Padepokan Nyai Surti, 26 Oktober 2020
 

*) Mohammad Afifi, lahir di Maskuning Kulon, Pujer, Bondowoso, Jawa Timur 20 April 1994. Koordinator Gusdurian Bondowoso, salah satu bukunya bertitel “Mantra dari Langit.”

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar