Monday, August 10, 2020

PEREMPUAN DARI KEPULAUAN *

Agusri Junaidi

Puan merasa tak siap untuk bicara tentang keluarganya saat ini. Apa yang bisa dibanggakan, yang ada ia hanya akan merasa malu terhadap kompleksitas yang menjerat mereka.

Ia tak akan melayani rasa keingintahuan Haris, Pras dan beberapa lagi teman angkatannya. Itu sama saja menyakiti hatinya sendiri, biarlah rahasia kepahitan hatinya ia simpan sendiri.

Rumit, mungkin itulah diksi yang tepat untuk menggambarkan kemelut keluarganya. Harta yang harusnya menjadikan hidup lebih sarat makna, malah menjadi sumber perpecahan. Dengan harta harusnya setiap keluarga berbagi kebersamaan, namun nyatanya tidak seperti dambaan.

Rumah orang tua bukan lagi tempat mengasyikkan untuk berkumpul, melainkan tempat yang panas, dan membakar seperti neraka.

Setiap orang berusaha untuk memiliki secara tunggal.

Ia tiga bersaudara dengan status sebagai anak bungsu. Ke dua kakaknya, Jefri dan Andi sudah menikah, dan mereka berkonflik soal penggunaan harta warisan.

Setelah ayahnya meninggal, kedua kakaknya itu digarami oleh istrinya masing-masing mulai berebut hak waris, keduanya sama-sama bernafsu menguasai harta peninggalan ayahnya.

Ayahnya adalah pengusaha yang cukup terpandang di Kepri, usahanya dalam bidang hasil bumi pernah menjadi yang terbesar di kawasan itu.

Ayahnya sosok yang menonjol. Ia mampu memanfaatkan kedekatan hubungannya dengan tokoh-tokoh penting.

Konfrontasi menyebabkan pemerintah Indonesia mengambil beberapa kebijakan politik maupun ekonomi. Di antaranya melarang kapal-kapal dari Singapura dan Semenanjung Malaya beroperasi di Indonesia, diikuti larangan penggunaan mata uang dollar Singapura dan uang Malaysia sebagai alat pembayaran di Kepri.

Bersama itu, pemerintah pusat memberlakukan mata uang KRRP (Rupiah Kepulauan Riau) pada 15 Oktober 1963, serta memungut bea dan cukai di Kepri.

Selain itu, dibuat pula kebijakan yang memasukkan Kepri ke dalam wilayah pabean Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Penganti UU No. 8 tahun 1963, tanggal 10 November 1963. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan pendapatan pemerintah, barang-barang yang masuk dari Sumatera dan Riau Daratan akan dikenai pajak.

Akibatnya semakin menghambat perdagangan antara Kepri dan daratan Sumatera. Bahkan pembayaran gaji para pegawai negeri sipil dan militer di Kepri, khususnya Tanjungpinang, Lingga, Karimun, dan Natuna (Pulau Tujuh) dilaksanakan dengan menggunakan mata uang rupiah.

Perubahan kebijakan ini sangat menyulitkan rakyat di Kepri, karena terjadi pula perubahan sistem perdagangan di pulau ini.

Perdagangan yang sejak berabad-abad dilakukan secara bebas dan langsung, karena begitu dekatnya jarak, kini berubah. Singapura misalnya, yang sejak lama merupakan pasar bagi hasil-hasil komoditas pertanian, perikanan, dan peternakan serta perkebunan pun terhenti. Barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dari Singapura dan Malaysia sulit didapat.

Perdagangan tradisional bahkan perdagangan barter antara Kepri dengan Malaysia dan Singapura langsung terhenti dan dilarang. Masa-masa konfrontasi adalah masa paling sulit bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kepri.

Kebijakan pemerintah pusat yang bertujuan memblokade ekonomi Singapura, kemudian merubah jalur perdagangan hingga Thailand, Filipina, dan bahkan Jepang.

Namun, karena jarak tempuh yang jauh dan semakin memburuknya kehidupan masyarakat, timbul perdagangan gelap dan penyelundupan, dari dan ke Singapura.

Pada awalnya hanya untuk kebutuhan pokok sehari-hari, lalu berkembang menjadi perdagangan illegal berbagai hasil bumi dan komoditas. Banyak penduduk mulai menjual hasil bumi mereka secara diam-diam ke Singapura, termasuk juga ayahnya.

Kebijakan blokade ekonomi berlanjut. Pemutusan perdagangan dan hubungan ekonomi dengan Malaysia, serta menasionalisasi badan usaha Malaysia dan Inggris, baik di Kepri maupun Riau Daratan. Akibatnya terjadi perdagangan gelap berbagai komoditas, terutama bahan-bahan baku industri di Singapura.

Agustus 1966 mengawali orde yang baru, perombakan besar-besaran pengelolaan negara kemudian berlangsung damai dan lancar, namun berbagai masalah ekonomi terutama lalu lintas perdagangan masih memerlukan proses yang panjang.

Berbagai langkah pemerintah pusat setelah masa konfrontasi berakhir, dilakukan untuk memulihkan kehidupan ekonomi di daerah ini. Kedekatan dengan Malaysia dan Singapura dalam membangkitkan perekonomiannya, terutama dalam mengelola pelabuhan internasionalnya, mulai mempengaruhi kebijakan pusat.

Pemerintah pusat mulai mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Riau, terutama Batam, guna ikut memanfaatkan jalur perdagangan dunia yang paling ramai dan penting di belahan timur. Untuk merealisasikannya, pemerintah pusat mengembangkan Pulau Batam menjadi daerah industri khusus, guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Batam dibangun sebagai kawasan industri pada tahun 1971 dengan membentuk Badan Otorita Batam.

Selain mengembangkan Pulau batam, pemerintah juga menggagas pembangunan ekonomi Kepulauan Riau (termasuk Riau) pada tahun 1990. Di antaranya adalah dengan menjalin kerjasama regional dengan membentuk kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Singapura-Johor-Riau (Sijori), yang dikenal sebagai IMS-GT atau Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle.

Langkah ini ingin memajukan pertumbuhan seraya bersepakat dengan Singapura, Johor (Malaisia) dan Riau (Indonesia). Bertujuan untuk memadukan kekuatan ekonomi secara kompetitif pada tiga kawasan itu menjadi suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang menarik bagi investasi.

Indonesia dengan keunggulan sumber daya alam serta lahan di Kepri serta modal dan keahlian Singapura, berpadu menjadi kawasan unggulan berdaya tarik ekonomi yang kuat serta memberikan peluang investasi bagi Kepri, Riau dan daerah lainnya di Sumatera..

Pertumbuhan ekonomi membangkitkan kawasan industri dan wisata daerah ini. Setelah Batam berbagai industri penting yang cepat menumbuhkan ekonomi, menyusul pula di kawasan lainnya di Bintan dengan dibukanya resort wisata di Lagoi, Bintan Utara, serta Lobam di sekitar Tanjung Uban.

Kebijakan ini diakui telah menumbuhkan dan membangkitkan ekonomi Kepri secara kuantitatif, walaupun keberhasilan ini belum sepenuhnya dinikmati oleh rakyat Kepri.

***

Sayang, ayahnya tak berumur panjang, ia meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang dua tahun lalu.

Ia masih mengingat jelas, hari ketika ia mendengar kabar itu. Bahkan pakaian apapun yang ia kenakan pada hari yang ia merasa begitu hampa. Ayahnya adalah segalanya.

Di tengah kesibukannya yang beragam ia masih akan menyediakan waktu bagi anak-anaknya.

Belum pernah ayahnya mengecewakannya, hati Puan benar-benar terpukul. Perlu waktu baginya menerima ketentuan ini.

Situasi terakhir menjadikannya pihak yang terjepit. Ini bukan hal yang mudah baginya, ia menyayangi keduanya dan mereka pun sebenarnya sangat menyayanginya, hanya saja tak mungkin bagi Puan untuk memihak salah satunya, ia sangat menyayangi keduanya.

Andai ayahnya masih hidup, semua ini tak akan terjadi. Ayahnya selalu sosok yang bijak dan mampu mengendalikan situasi dengan dingin.

Kedua kakaknya sama keras dan bernafsu, sehingga upaya Puan untuk mencari jalan tengah bagai membentur dinding batu. Seperti menulis kata-kata pada pasir pantai yang selalu hilang terkena buih ombak, upayanya tak juga berhasil.

Akibat harta, kakak-kakaknya tidak lagi melihat diri masing-masing sebagai saudara kandung. Warisan persaudaraan sedarah yang lahir dari satu rahim yang sama tidak cukup menjadi kekuatan untuk mengetuk rasa hati nurani anak-anak yang lahir di dalamnya.

***

Puan banyak mendapatkan pelajaran dari kisruh keluarganya. Kenyataannya bagi Puan, konflik karena harta adalah suatu kondisi yang merendahkan martabat seseorang dari kehidupannya di mata dunia.

Bagi Puan hal itu tanpa sadar telah menuhankan harta dan rela melakukan segala cara demi mendapatkan itu.

Harta itu datang dan pergi, bisa dicari. Namun saudara kandung adalah materai dari langit, sekali hancur, ia tidak akan bisa berdamai lagi.

Kepada siapa seseorang akan lari, ketika ditimpa malapetaka kehidupan selain kepada keluarganya sebagai tujuan utama? Hidup manusia selalu naik dan turun, kita tidak pernah tahu kapan berada di atas dan kapan berada di bawah. Adakalanya, kita akan membutuhkan saudara kandung sebagai penopang yang diberikan Tuhan sejak lahir, karena saudara kandung lebih mengerti dan memahami karakter dan sifat kita yang alami.

Lalu, ketika semua itu dihancurkan hanya demi harta yang sifatnya sementara di genggaman kita, apakah mungkin, ketika susah bisa saling menguatkan langkah?

Karena itu, ia memilih menjauh dan memperjuangkan hidupnya sendiri.

Saat Sipenmaru ia mengambil pilihan berkuliah di Lampung, sebuah tanah yang asing sama sekali baginya. Yang jadi persoalan baginya adalah ibunya. Ia begitu sering merindukan perempuan yang sudah melahirkannya itu, meski terkadang ibunya menyempatkan datang ke Lampung untuk menjumpainya.

***

“Hei kamu kok dari tadi melamun saja, mau tambah lagi makanannya,” Martha yang dari tadi memperhatikan Puan agak murung menawarkan.

“Enggak kok Kak, emm... aku sudah cukup, takut mual,” jawab Puan.

Haris dan Albar sedang serius memindahkan tulisan ke atas kertas, mereka sedang mengerjakan tugas kuliah yang tak sempat dikerjakan ke rumah.

Gelas minuman di depan mereka sudah kosong dan mengembun sisa dingin es batu. Begitulah anak muda, kadang tak mampu menggunakan waktu dengan baik dan sangat suka bekerja dikejar deadline.

Di pojok lain, sekelompok mahasiswa tertawa-tawa dan mengobrol dengan keras. Mata mereka terlihat merah dengan tingkah laku yang kurang normal dibawah pengaruh narkotika.

Dari cerita seniornya, Puan tahu betapa derasnya perputaran narkotika dikampus pada akhir-akhir ini. Anak muda seperti dinina bobokan dengan penggunaan barang terlarang itu, mereka mempertaruhkan nyawanya untuk kenikmatan sesaat. Apakah ini ada hubungannya dengan tingginya tingkat protes akhir-akhir ini.

Bagaimana jika mereka meninggal over dosis, apa yang dirasakan orang tuanya, tentu begitu sedih dan kehilangan.

***

*) Sekuel dari Novel “Perempuan Pulau Penyengat.”

http://sastra-indonesia.com/2020/03/perempuan-dari-kepulauan/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar