Wednesday, July 22, 2020

Perpustakaan Bergerak Nirwan Ahmad Arsuka

Linda Christanty
Majalah Dewi edisi April 2016

Pencinta kuda ini menginisiasi cara baru dalam mengantar bacaan untuk anak- anak di daerah terpencil dan menghidupkan budaya yang hampir punah.

SEORANG LELAKI menunggang kudanya, jenis unggul dari persilangan sandel Sumba dan Thoroughbred, untuk menempuh perjalanan dari Pamulang di Banten sampai Parongpong di Jawa Barat. Mereka kerap menyusuri jalan-jalan setapak, dari bulan Agustus hingga September 2014. “Setiap kali kami singgah, anak-anak kecil datang berkerumun. Mereka antusias membantu saya mencari rumput untuk kuda. Anak-anak ini memberitahu saya tentang kondisi setempat, nama ataupun letak lokasi yang sedang saya cari,” kenang Nirwan Ahmad Arsuka, penulis dan penggiat di bidang kebudayaan.

Namun, anak-anak tersebut membuatnya cemas. Mereka tak dapat menjawab pertanyaannya tentang sejarah kampung mereka sendiri. “Kalau dibiarkan, kita akan punya generasi yang sama sekali tidak tahu tentang sejarah dan kebudayaan mereka. Saya berkuda juga bukan sekadar untuk melihat pemandangan atau bertemu orang, tapi untuk menyerap kebudayaan yang berkembang di tempat tertentu sekaligus menghimpun cerita-cerita menarik agar perjalanan saya lebih kaya,” kisahnya saat kami bertemu pada pertengahan Februari lalu.

Ketika ia mengakhiri perjalanan berkuda kali itu lembaga tempatnya bekerja, Freedom Institute, telah dibekukan. Alih-alih memikirkan diri sendiri, ia malah mengkhawatirkan kondisi anak-anak di kampung tadi. Ia bertekad membuat perpustakaan bergerak dengan memanfaatkan sebagian uang pesangon. “Buku- buku harus mendatangi anak-anak dan harus dengan cara yang menarik. Kuda itu salah satu binatang yang selalu menarik perhatian anak-anak,” katanya.

Kuda dan buku, dua kata penting bagi Nirwan. Pertama kali mengenal kuda, ia masih kanak-kanak. Kakeknya dari sebelah ibu memelihara kuda. Jika tidak pergi bersama ke sungai untuk menangkap ikan, ia diajak kakeknya naik kuda menyusuri bukit-bukit. Pengalaman itu amat membekas. Namun, kecintaan Nirwan terhadap buku tidak berakar dari kebiasaan dalam keluarga. Buku-buku pertamanya adalah buku-buku pinjaman dari para mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuanya dan para tetangga. Buku-buku tentang alam semesta menjadi favorit. “Mungkin karena pola asuhan yang dilakukan Kakek. Dari kenangan yang indah tentang sungai, gunung dan bintang-bintang, jaraknya sudah sangat dekat dengan apresiasi terhadap alam semesta. Saya kira, semua anak yang sehat pasti punya keterpukauan pada langit, laut, dan obyek-obyek alam yang memang memukau ini.” Gairahnya terhadap alam semesta tersebut berlanjut hingga ia dewasa.

Bagi Nirwan, jagat raya tak lain dari sekumpulan narasi. Tidak asing atau berjarak, melainkan bagian dari eksistensi manusia. Ia berharap, “Suatu saat orang bisa memahami black hole atau bintang sebagaimana orang membangun hubungan dengan bunga atau kucing, atau kuda." Namun, pengetahuan ilmiah seringkali berbenturan dengan pandangan-pandangan yang konservatif, sempit, dan tertutup. Kali ini ia memihak pemikiran Karl Popper, filsuf Inggris kelahiran Austria, “Dia menganjurkan ‘open society’. Keterbukaan dan demokrasi itu penting, agar kebenaran bisa diperiksa bersama.”

Nirwan sengaja memilih tempat-tempat yang sukar dijangkau sebagai tujuan perpustakaan bergerak, yang di sana akses terhadap buku memang tak ada, “Di daerah seperti itu tentu hanya transportasi kuda yang terbaik.” Pada November 2014, ia membuat pengumuman di Facebook tentang keinginannya membeli kuda yang unik, berwarna belang. Kuda semacam ini tentu menarik perhatian anak- anak. Ridwan Sururi, perawat kuda di kaki Gunung Slamet, Purbalingga, menjawab keinginannya. “Kebetulan dia punya dan mau menjual.” Kelak kuda tersebut dinamai Kutub Dunia. Lama-kelamaan pembicaraan mereka berkembang. Ridwan ternyata tertarik membuat perpustakaan bergerak di kampungnya. Nirwan dengan senang hati mengiriminya buku-buku.

Meski ‘kuda pustaka’ telah terwujud di Gunung Slamet, ia masih gelisah, “Anak-anak di gunung kesulitan mencari buku, tapi jauh lebih sulit lagi anak-anak di pulau dan di pesisir. Waktu masih SD sampai SMA di Makassar, saya sering melihat situasi anak-anak di kampung nelayan lebih buruk.”

Ia lantas menghubungi teman-temannya di Makassar pada bulan Maret 2015, meminta mereka mencari perahu bekas. Kali ini ia ingin membeli perahu untuk membawa buku-buku. Ia kemudian terhubung dengan Kamaruddin Aziz, seorang sarjana kelautan, dan Muhammad Ridwan Alimuddin, peneliti kelautan dan penulis buku Orang Mandar, Orang Laut, yang bersamanya mendiskusikan jenis perahu yang tepat untuk kondisi daerah yang akan didatangi. Mereka pun sepakat menggunakan jenis perahu yang sudah hampir punah di Sulawesi, yakni perahu kargo, agar mampu masuk ke sungai atau perairan dangkal. Lambung lebar. Lunas tidak terlalu dalam. Orang Mandar menyebutnya baqgo. “Sudah menghilang dari pelabuhan-pelabuhan. Perahu ini tenar di tahun 1970- an ketika pelayaran tradisional masih hidup,” ujar Nirwan. Sebuah perahu bekas jenis ini akhirnya ditemukan. Tapi perbedaan harga yang tak terlampau jauh antara perahu bekas dan perahu baru membuat Nirwan memutuskan membeli perahu baru saja. Keputusannya menandai sebuah sejarah baru, “Kami menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, lengkap dengan upacara memilih pohon sampai meluncurkan perahu.” Ridwan mengusulkan nama untuk perahu itu: Pattingalloang. Karaeng Pattingalloang adalah perdana menteri kerajaan Makassar pada abad ke-17. Nirwan menuturkan kecintaan lelaki ini terhadap ilmu pengetahuan dalam esainya di "Edisi Millenium" harian Kompas, 1 Januari 2000 dan pidato kebudayaannya, Percakapan dengan Semesta, yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta pada 5 November 2015.

Pattingalloang telah beroperasi sejak bulan Juni tahun lalu, menjangkau beberapa kabupaten di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Ia terdengar makin bersemangat, “Perahu kedua sedang dibuat dan akan bergerak ke Maluku, sementara Pattingalloang akan beroperasi di Selat Makassar.” Perahu pustaka ini mengilhami Ridwan mendirikan Nusa Pustaka, museum dan perpustakaan di kampungnya.

Berkat Facebook, ia sempat berkenalan dengan Sugeng Haryono di Lampung, tukang tambal ban yang pernah mengenyam kuliah diploma di jurusan perpustakaan, "Dia juga mempraktikkan apa yang kami lakukan. Dia mengendarai sepeda motor untuk membawa buku-buku." Nirwan menganjurkan Sugeng memanfaatkan media sosial untuk menggerakkan partisipasi masyarakat.

Manokwari, Papua menjadi wilayah sasaran terakhir perpustakaan bergerak. Melalui seorang teman, Nirwan terhubung dengan Misbah, seorang guru di sana yang menyambut gagasannya karena memiliki keprihatinan yang sama. Sejumlah relawan membantu Misbah, termasuk dua atlet nasional, yang menggiatkan ‘noken pustaka’. Noken adalah tas tradisional Papua, terbuat dari serat kayu.

Gerakan pustaka terus menjalar ke wilayah-wilayah lain. Para penggeraknya terdorong oleh rasa peduli dan suka rela. Kendala justru bersumber dari ulah oknum-oknum pemerintah. Nirwan teringat pengalaman seorang temannya, “Mereka mempertanyakan perizinan atau berupaya memanfaatkan kegiatan ini untuk kepentingan pribadi.”

Perpustakaan bergerak hanya salah satu cara Nirwan menanggapi situasi yang ada di depan mata. Ketika masih mahasiswa, ia memutuskan menjadi aktivis dengan prinsip yang sama, “Saya menyaksikan sesuatu, sehingga harus berbuat sesuatu.” Di Yogyakarta, lelaki kelahiran Makassar ini tidak hanya sibuk kuliah di Teknik Nuklir, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, melainkan turut membantu Romo Mangunwijaya mengurus anak-anak jalanan di Kali Code, antara tahun 1986 sampai awal 1989. “Tugas utama saya menemani mereka, mengajari membaca dan kebersihan.“ Ia terlibat aksi-aksi mahasiswa, mulai dari membela petani di Cilacap dan Madura yang kehilangan tanah hingga memprotes pembreidelan tabloid Detik, majalah Tempo dan Editor, yang dilakukan pemerintah Soeharto.

Sekarang ia tengah mencari cara agar Kutub Dunia pergi ke Papua, “Supaya ada ‘kuda pustaka’ di sana. Yang penting Si Kutub bertemu orang yang menyayangi dan merawat dia, bagi saya itu sudah cukup.” Setiap hari Minggu ia menengok Kutub di suatu tempat, di Bogor. Merah Putih, kuda yang dulu menemaninya dalam perjalanan antara Pamulang dan Parongpong, kini berada di Yogyakarta. Merah tengah menjadi model karya seni rupa Ugo Untoro, seniman dan seorang teman baiknya, “Ugo juga penggila kuda. Kalau rindu Si Merah, saya tengok dia di Yogya."
***

(Sumber foto: perpusnas.go.id)
https://www.facebook.com/notes/linda-christanty/perpustakaan-bergerak-nirwan-ahmad-arsuka-oleh-linda-christanty/10153422583811496/

No comments:

Post a Comment

A. Anzieb A. Muttaqin A. Qorib Hidayatullah A. Rifqi Hidayat A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.J. Susmana A.S. Laksana A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Hopid Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S. Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sunyoto Agus Wibowo Agusri Junaidi Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Muchlish Amrin Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akhudiat Ali Audah Alim Bakhtiar Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Ana Mustamin Andhika Mappasomba Andi Achdian Andrenaline Katarsis Anjrah Lelono Broto Anton Wahyudi Anwar Holid Aprinus Salam Arafat Nur Ardy Kresna Crenata Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Wibowo Arman A.Z. Arsyad Indradi Aryadi Mellas Aryo Bhawono Asap Studio Asarpin Asep Rahmat Hidayat Asep Sambodja Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Kempling Bambang Soebendo Banjir Bandang Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Gibran Ramadhan D. Zawawi Imron D.N. Aidit Daisy Priyanti Dandy Bayu Bramasta Daniel Dhakidae Dareen Tatour Dea Anugrah Dedy Sufriadi Dedy Tri Riyadi Deni Ahmad Fajar Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desti Fatin Fauziyyah Dewi Sartika Dhanu Priyo Prabowo Dharmadi Diah Budiana Dian Hartati Didin Tulus Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Pranoto Echa Panrita Lopi Eddi Koben Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Faizin Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Erlina P. Lestari Erwin Dariyanto Esai Esti Ambirati Evi Idawati Evi Sefiani F. Daus AR F. Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fandy Hutari Farah Noersativa Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Faza Bina Al-Alim Felix K. Nesi Ferdian Ananda Majni Fian Firatmaja Gampang Prawoto Gema Erika Nugroho Goenawan Mohamad Gola Gong Gombloh Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Maryanto Gus Noy H.B. Jassin Hairus Salim Hamka Hamsad Rangkuti Hari Murti Haris Firdaus Harry Aveling Hasan Aspahani Hasif Amini HE. Benyamine Hendri Yetus Siswono Herman Syahara Hermien Y. Kleden Holy Adib Huda S Noor Hudan Hidayat Hudan Nur Humam S Chudori Husni Hamisi I G.G. Maha Adi Iberamsyah Barbary Ida Fitri Idealisa Masyrafina Idrus Ignas Kleden Ikarisma Kusmalina Ike Ayuwandari Ilham Ilham Khoiri Imam Cahyono Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indria Pamuhapsari Indrian Koto Irfan Sholeh Fauzi Isbedy Stiawan Z.S. J.J. Kusni Jadid Al Farisy Jajang R Kawentar Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jansen H. Sinamo Joni Ariadinata K.H. Bisri Syansuri K.H. M. Najib Muhammad Kahfi Ananda Giatama Kahfie Nazaruddin Kho Ping Hoo Kika Dhersy Putri Kitab Para Malaikat Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kuswinarto L.K. Ara Lagu Laksmi Shitaresmi Lan Fang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Leo Tolstoy Leon Agusta Lesbumi Yogyakarta Lily Yulianti Farid Linda Christanty Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah Luwu Utara M. Aan Mansyur M. Faizi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M.D. Atmaja M’Shoe Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majene Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mamasa Mamuju Mardi Luhung Marhalim Zaini Maroeli Simbolon Martin Aleida Masamba Mashuri Media KAMA_PO Melani Budianta Mihar Harahap Misbahus Surur Mochtar Lubis Moh. Jauhar al-Hakimi Mohammad Afifi Mohammad Yamin Much. Khoiri Muhammad Fauzi Muhammad Muhibbuddin Muhammad Ridwan Muhammad Subarkah Muhammad Walidin Muhammad Yasir Muhyiddin Mukhsin Amar Munawir Aziz Musa Ismail Mustamin Almandary N Teguh Prasetyo Nadine Gordimer Nara Ahirullah Nelson Alwi Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nugroho Sukmanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Asyhadie Nurul Komariyah Ocehan Onghokham Otto Sukatno CR Pamela Allen Pameran Parakitri T. Simbolon Pelukis Pendidikan Penggalangan Dana Peta Provinsi Sulawesi Barat Polewali Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Salafiyah Karossa Pramoedya Ananta Toer Pramuka Prasetyo Agung Pringadi AS Pringgo HR Priska Prosa Pudyo Saptono Puisi Puput Amiranti N Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Ragdi F. Daye Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Ratnani Latifah Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Riadi Ngasiran Rian Harahap Ribut Wijoto Rida K Liamsi Riki Fernando Rofiqi Hasan Ronny Agustinus Rozi Kembara Rusydi Zamzami Rx King Motor S Yoga S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Saini K.M. Sajak Salman Rusydie Anwar Salman S Yoga Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sapto Hoedojo Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Seni Rupa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sirajudin Siswoyo Sitok Srengenge Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sonia Sosiawan Leak Sukitman Sulawesi Selatan Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suriali Andi Kustomo Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Syamsudin Noer Moenadi Syihabuddin Qalyubi Syu’bah Asa Tari Bamba Manurung Tari Bulu Londong Tari Ma’Bundu Tari Mappande Banua Tari Patuddu Tari Salabose Daeng Poralle Tari Sayyang Pattuqduq Tari Toerang Batu Tata Chacha Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teddi Muhtadin Teguh Setiawan Pinang Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tito Sianipar Tjahjono Widijanto Toeti Heraty Tosiani Tri Wahono Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy UU Hamidy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wan Anwar Wawancara Wayan Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Wicaksono Adi Wilson Nadeak Wisata Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yopie Setia Umbara Yosephine Maryati Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yurnaldi Zamakhsyari Abrar