Tata Chacha
Tarian tradisional daerah Sulawesi Barat (Slulbar) merupakan bagian budaya dan kesenian Indonesia yang tidak bisa dipisahkan oleh siapapun dan bagaimanpun. Tari adat Sulbar harus terus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, khususnya pemerintah, baik pusat dan pemerintah daerah setempat di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
Mamuju yang merupakan ibukota porpinsi Sulawesi Barat adalah tempat strategis untuk terus mensosialisasikan tarian tradisional sebagai khazanah dan kearifan lokal. Bisa disosialisasikan dalam dalam tingkatan lokal, nasional bahkan internasional. Dengan begitu, tidak akan ada negara lain yang akan mengklaim tarian Sulawesi Barat sebagai milik mereka. Karena sudah kuat dalam posisi hukum internasional.
Ada beberapa tarian asal Sulawesi Barat yang harus kita kenali bersama melalui pemaparan berikut ini. Tujuan kami menyampaikannya sebagai upaya melengkapi informasi tentang tarian nusantara yang ada di Indonesia. Tarian daerah Kalimantan Barat sudah pernah ditulis, lalu tarian daerah Jawa Tengah, tarian daerah Bali dan tarian daerah Maluku. Untuk pulau Sumatera, kami sudah mengulas tarian daerah Sumatera Barat dan tarian daerah Sumatera Selatan.
Nah, pada kali ini, izinkan kami mengulas tarian yang berasal dari Sulawesi Barat (Mamuju) yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui bersama. Hal yang akan dibahas terkait dengan sejarah tari, pesan cerita, pola lantai, properti yang dipakai dan sekilas mengenai unsur – unsur tari lainnya.
Baiklah, berikut adalalah informasi tarian tradisional daerah Sulawesi Barat:
1. Tari Bulu Londong
Tari Bulu Londong adalah tarian tradisional yang berasal dari daerah Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat. Tarian ini merupakan tarian yang hanya dibawakan oleh para penari pria dengan berpakaian dan bersenjata layaknya para prajurit pada zaman dahulu yang bercerita tentang perang. Mirip dengan tarian perang lainnya, Tari Bulu Londong ini seperti mengalami kejenuhan. Karena hampir punah eksistensinya. Bahkan bisa dibilang tidak pernah ditampilkan lagi seiring dengan tidak adanya perang seperti dizaman dahulu.
Agar tidak punah, Tarian adat Sulbar ini lantas diangkat kembali oleh masyarakat dan juga para budayawan sebagai apresiasi kepada budaya lokal agar tarian tersebut tidak punah. Upaya pelestaria pun dilakukan berbagai pihak. Meskipun tarian ini sudah tidak lagi difungsikan sebagai tarian perang, Tari Bulu Londong kini lebih difungsikan sebagai tarian yang sifatnya pertunjukan dalam berbagai acara seperti penyambutan, perayaan, serta pertunjukan dari seni dan budaya. Dengan begini, fungsi tari ini lebih fleksibel dalam pementasannya. Jika terus dikreasikan, maka akan memberikan dampak yang luar biasa pada kesenian Indonesia yang sekarang terancam punah.
2. Tari Mappande Banua (Macceraq Banua)
Tari Mappande Banua termasuk tarian yang asalnya dari daerah Sulawesi Barat. Arti dari dua kata “Mappande Banua” adalah “Mappande” artinya “memberi makan”, dan “Banua” adalah “kampung”.
Secara umum, dapat diartikan tarian ini adalah menceritakan memberi makan dikampung atau kampung memberi makan kepada masyarakat.
Tari ini dilakukan sebelum ritual pelantikan raja pada zaman dahulu. Yaitu dengan didahului penyembelihan kerbau yang kemudian diambil darah dari daun telinganya guna dipercikkan ke delapan arah mata angin.
3. Tari Patuddu
Tari Patuddu juga merupakan tarian yang berasal dari daerah Sulawesi Barat. Tarian ini pada umumnya dibawakan oleh para penari wanita dengan gerakannya yang lemah gemulai. Penari juga akan menggunakan kipas sebagai alat menarinya (properti).
Konon, tari Patuddu dahulunya ditampilkan untuk menyambut para prajurit saat pulang dari medan perang. Zaman dahulu di daerah Sulawesi Barat pernah terjadi sebuah peperangan antara Kerajaan Balanipa dan Passokorang. Sepulangnya dari peperangan, Kerajaan Balanipa ini mempunyai caranya tersendiri dalam menyambut para pasukan yang pulang dari tempat medan perang tersebut, salah satunya adalah dengan menampilkan Tari Patuddu ini.
Tari Patuddu berfungsi sebagai tarian penyambutan atau hiburan, yakni sering ditampilkan untuk acara penyambutan para tamu terhormat maupun tamu dari kenegaraan. Pemaknaan tarian ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur serta kegembiraan atas kedatangan para tamu. Hal ini dapat diemukan penonton dari senyum dan ekspresi dari para penari pada saat menari. Selain itu juga dari gerakannya yang lemah lembut menggambarkan sifat wanita yang suci dan juga penuh kasih.
4. Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Salabose Daeng Poralle termasuk golongan tarian yang asal daerahnya Sulawesi Barat. Konon, jenis tarian yang diilhami dari Salabose, Daeng Poralle yang merupakan Maraqdia (raja) pertama yang diangkat untuk memerintah kerajaan Banggae. Pesan yang ingin disampaikan pada tarian ini adalah sesuatu yang melambangkan perjuangan sang raja saat menghadapi perompak laut dari suku Tidung. Sebuah pesan pahlawan yang harus terus dilestarikan.
5. Tari Bamba Manurung
Tari Bamba Manurung ialah tarian adat tradisional yang berasal dari daerah Mamuju, yaitu Ibukota dari Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar). Tarian ini biasanya dilakukan pada acara-acara pesta adat di Mamuju, dihadapan para tokoh adat dan penghulu. Pada pertunjukannya, para penari akan memakai pakaian adat Baju Badu yang merupakan khas provinsi Sulawesi Barat. Selain pakaian adat, penari juga dilengkapi dengan bebagai aksesoris bunga beru-beru atau bunga melati yang menghiasi dibagian kepala.
Properti yang digunanakan pada Tari Bamba Manurung adalah dengan membawa kipas seperti halnya pada tarian Patuddu.
6. Tari Toerang Batu
Tari Toerang Batu adalah tarian tradisional daerah yang berasal dari provinsi Sulawesi Barat. Pada biasanya, tarian ini dilakukan oleh para penari pria sebagai para prajurit, sedangkan para penari wanita hanya sebagai pendukung tari.
Masyarakat sepakat bahwa tari Toerang Batu ini merupakan tarian perang yang hampir punah. Atas kesadaran bersama, budaya tari ini mulai dihidupkan kembali oleh masyarakat. Kita berharap jangan sampai tarian tradisional Indonesia punah ditelan masa. Ayo sama – sama kita merawatnya.
7. Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Sayyang Pattuqduq termasuk sebuah kesenian tradisional yang berasal dari Mandar, Sulawesi Barat. Kata ‘Saiyyang’ sendiri artinya ‘kuda’, dan kata ‘Pattuqdud’ artinya ‘penari’. Jika digabungkan dan diartikan sebagai umum, maka artinya ‘kuda yang menari’.
Kapan tari ini dipentaskan?
Umumnya tarian ini dimainkan pada acara selametan anak yang telah khatam Al Qur’an, anak tersebut kemudian akan menunggang kuda serta diarak keliling kampung. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan pada saat peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, penjemputan tamu kehormatan, dan tarian ini juga berfungsi sarana hiburan.
8. Tari Ma’Bundu
Yang terakhir adalah ari Ma’Bundu yang termasuk sebagai tarian yang berasal dari Mamuju Sulawesi Barat, tepatnya di kecamatan Bonehau dan Kecamatan Kalumpang.
Sama seperti Tari Patuddu, tarian ini merupakan tarian kreasi baru diangkat dari kisah cerita perang zaman dahulu, yaitu ketika dalam perang tersebut mengadu ketangkasan kekebalan terhadap senjata-senjata tajam dan yang keluar menjadi pemenang akan membawa ulu tau atau penggalan kepala musuh.
Biasanya, jumlah para penari ditari Ma’Bundu paling banyak 10 orang. Mereka memakai busana pakaian adat kebesaran yakni BEI yang dihiasi oleh beberapa ukir-ukiran yang terbuat dari kerang kecil. Pada bagian kepala memakai topi dengan tanduk dan juga palo-palo dan bagian tangan memakai gelang (potto balussu).
Properti yang digunakan biasanya para penari akan membawa peralatan perang yang berupa tombak sebagai aksesoris tarian untuk lebih mendramatisasi.
Demikian informasi tentang tarian tradisional daerah Sulawesi Barat ini kami sampaikan. Semoga memberikan manfaat kepada para pembaca yang budiman. Mohon sampaikan kritik atau saran jika ada terjadi kesalahan pada artikel ini.
***
https://www.silontong.com/2018/10/08/tarian-tradisional-dareah-sulawesi-barat/
Tuesday, July 21, 2020
Delapan Tarian Tradisional Daerah Sulawesi Barat
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Qorib Hidayatullah
A. Rifqi Hidayat
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Hopid
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S.
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agusri Junaidi
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Ali Audah
Alim Bakhtiar
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Andhika Mappasomba
Andi Achdian
Andrenaline Katarsis
Anjrah Lelono Broto
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Aprinus Salam
Arafat Nur
Ardy Kresna Crenata
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Wibowo
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Aryadi Mellas
Aryo Bhawono
Asap Studio
Asarpin
Asep Rahmat Hidayat
Asep Sambodja
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Kempling
Bambang Soebendo
Banjir Bandang
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Gibran Ramadhan
D. Zawawi Imron
D.N. Aidit
Daisy Priyanti
Dandy Bayu Bramasta
Daniel Dhakidae
Dareen Tatour
Dea Anugrah
Dedy Sufriadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Ahmad Fajar
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desti Fatin Fauziyyah
Dewi Sartika
Dhanu Priyo Prabowo
Dharmadi
Diah Budiana
Dian Hartati
Didin Tulus
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Pranoto
Echa Panrita Lopi
Eddi Koben
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Faizin
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Erlina P. Lestari
Erwin Dariyanto
Esai
Esti Ambirati
Evi Idawati
Evi Sefiani
F. Daus AR
F. Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fandy Hutari
Farah Noersativa
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Faza Bina Al-Alim
Felix K. Nesi
Ferdian Ananda Majni
Fian Firatmaja
Gampang Prawoto
Gema Erika Nugroho
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gombloh
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Maryanto
Gus Noy
H.B. Jassin
Hairus Salim
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hari Murti
Haris Firdaus
Harry Aveling
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HE. Benyamine
Hendri Yetus Siswono
Herman Syahara
Hermien Y. Kleden
Holy Adib
Huda S Noor
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Humam S Chudori
Husni Hamisi
I G.G. Maha Adi
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
Idealisa Masyrafina
Idrus
Ignas Kleden
Ikarisma Kusmalina
Ike Ayuwandari
Ilham
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Irfan Sholeh Fauzi
Isbedy Stiawan Z.S.
J.J. Kusni
Jadid Al Farisy
Jajang R Kawentar
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jansen H. Sinamo
Joni Ariadinata
K.H. Bisri Syansuri
K.H. M. Najib Muhammad
Kahfi Ananda Giatama
Kahfie Nazaruddin
Kho Ping Hoo
Kika Dhersy Putri
Kitab Para Malaikat
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kuswinarto
L.K. Ara
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Leon Agusta
Lesbumi Yogyakarta
Lily Yulianti Farid
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
Luwu Utara
M. Aan Mansyur
M. Faizi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M.D. Atmaja
M’Shoe
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majene
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mamasa
Mamuju
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Masamba
Mashuri
Media KAMA_PO
Melani Budianta
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Moh. Jauhar al-Hakimi
Mohammad Afifi
Mohammad Yamin
Much. Khoiri
Muhammad Fauzi
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Ridwan
Muhammad Subarkah
Muhammad Walidin
Muhammad Yasir
Muhyiddin
Mukhsin Amar
Munawir Aziz
Musa Ismail
Mustamin Almandary
N Teguh Prasetyo
Nadine Gordimer
Nara Ahirullah
Nelson Alwi
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nugroho Sukmanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Asyhadie
Nurul Komariyah
Ocehan
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pamela Allen
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pelukis
Pendidikan
Penggalangan Dana
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Polewali
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Salafiyah Karossa
Pramoedya Ananta Toer
Pramuka
Prasetyo Agung
Pringadi AS
Pringgo HR
Priska
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puput Amiranti N
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Ragdi F. Daye
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Ratnani Latifah
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Riadi Ngasiran
Rian Harahap
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Riki Fernando
Rofiqi Hasan
Ronny Agustinus
Rozi Kembara
Rusydi Zamzami
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Saini K.M.
Sajak
Salman Rusydie Anwar
Salman S Yoga
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sapto Hoedojo
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Seni Rupa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sirajudin
Siswoyo
Sitok Srengenge
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sonia
Sosiawan Leak
Sukitman
Sulawesi Selatan
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suriali Andi Kustomo
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Syamsudin Noer Moenadi
Syihabuddin Qalyubi
Syu’bah Asa
Tari Bamba Manurung
Tari Bulu Londong
Tari Ma’Bundu
Tari Mappande Banua
Tari Patuddu
Tari Salabose Daeng Poralle
Tari Sayyang Pattuqduq
Tari Toerang Batu
Tata Chacha
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teddi Muhtadin
Teguh Setiawan Pinang
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tito Sianipar
Tjahjono Widijanto
Toeti Heraty
Tosiani
Tri Wahono
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
UU Hamidy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wan Anwar
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono
Wicaksono Adi
Wilson Nadeak
Wisata
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yopie Setia Umbara
Yosephine Maryati
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yurnaldi
Zamakhsyari Abrar
No comments:
Post a Comment